- -->
NhuwqF8Gr3wCNrhjjrVDE5IVAMcbVyYzY2IKGw4q

Laporkan Penyalahgunaan

Cari Blog Ini

RANDOM / BY LABEL (Style 4)

label: 'random', num: 4, showComment: true, showLabel: true, showSnippet: true, showTime: true, showText: 'Show All'

Halaman

Bookmark
Baru Diposting

Yurisdiksi ICJ (INTERNATIONAL COURT JUSTICE) Dalam Penyelesaian Pelanggaran Ham (Genosida) Terhadap Suku Rohingya Di Myanmar -Karyahukum

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak lahiriah yang diperoleh setiap individu sejak lahir dan merupakan pemberian dari Tuhan. Perlindungan dan Pengak…

Sodomi dalam Perspektif Hukum Pidana Indonesia: Pengertian dan Sanksi - Karyahukum



Istilah "sodomi" sering kali menjadi bahan diskusi dalam konteks pelanggaran moral dan hukum. Meski dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sodomi didefinisikan sebagai tindakan seksual antara sesama jenis melalui anus atau hubungan seksual dengan binatang, di Indonesia istilah ini tidak memiliki pengaturan khusus dalam peraturan perundang-undangan. Namun, perbuatan sodomi dapat dijerat dengan pasal-pasal terkait pencabulan atau perbuatan asusila, yang mencakup berbagai jenis tindakan yang melanggar kesusilaan, termasuk yang dilakukan sesama jenis. Artikel ini akan membahas pengertian sodomi dalam konteks hukum, sanksi pidana yang dapat dikenakan, serta beberapa contoh kasus yang relevan.

Pengertian Sodomi dan Perbuatan Asusila Sesama Jenis

Dalam KBBI, sodomi memiliki beberapa makna, termasuk pencabulan dengan binatang dan hubungan seksual anal antara sesama pria. Dalam konteks seksual, sodomi merujuk pada hubungan yang menyimpang melalui anus, yang dilakukan oleh pasangan yang berjenis kelamin sama. Meski dalam praktik, istilah ini lazim digunakan untuk menggambarkan perilaku seksual antara sesama pria, sodomi secara hukum tidak diatur secara eksplisit dalam hukum pidana Indonesia. Sebaliknya, tindakan ini lebih sering dikategorikan sebagai pencabulan atau pelanggaran kesusilaan.

Menurut Pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), perbuatan cabul sesama jenis antara orang dewasa dan anak di bawah umur dapat dikenakan sanksi pidana hingga lima tahun penjara. Pasal ini menitikberatkan pada perlindungan anak di bawah umur dari tindakan cabul oleh orang dewasa yang mengetahui atau seharusnya menduga bahwa anak tersebut belum dewasa.

Jerat Hukum Terkait Sodomi dalam KUHP

Walaupun sodomi tidak disebut secara langsung dalam KUHP, tindakan ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pencabulan berdasarkan beberapa pasal terkait kesusilaan. Pencabulan sendiri diatur dalam Pasal 290 KUHP, yang mencakup perbuatan cabul terhadap orang yang tidak berdaya atau anak di bawah umur, dengan ancaman pidana penjara hingga tujuh tahun. Dalam UU 1/2023 tentang KUHP baru, yang akan berlaku penuh pada tahun 2026, ketentuan terkait pencabulan diperluas dalam Pasal 415, yang menaikkan ancaman pidana menjadi sembilan tahun penjara.

Penjelasan Pasal 415 UU 1/2023 mendefinisikan perbuatan cabul sebagai segala bentuk kontak seksual yang berkaitan dengan nafsu birahi, kecuali pemerkosaan. Ini mencakup tindakan-tindakan seperti menyentuh atau meraba bagian-bagian tubuh yang dapat menimbulkan rangsangan seksual, baik dilakukan oleh sesama jenis maupun tidak. Tindakan sodomi, yang sering kali melibatkan kontak seksual anal, secara otomatis termasuk dalam kategori ini.

Sanksi Terhadap Sodomi Sesama Jenis

Selain diatur dalam Pasal 290 dan Pasal 292 KUHP, perbuatan sodomi juga diatur dalam Pasal 417 UU 1/2023. Meskipun tidak menyebutkan secara langsung tentang pelaku sesama jenis, pasal ini mengatur perbuatan cabul yang melibatkan anak di bawah umur dan dilakukan dengan tipu daya atau janji pemberian hadiah. Pelaku yang melakukan tindakan cabul terhadap anak di bawah umur dapat diancam pidana penjara hingga sembilan tahun. Ini menunjukkan adanya pengakuan implisit bahwa tindakan sodomi sesama jenis dapat dikategorikan sebagai perbuatan cabul yang merugikan anak di bawah umur.

Contohnya, dalam kasus sodomi antara orang dewasa dan anak, pengadilan dapat menjatuhkan hukuman berdasarkan Pasal 292 KUHP atau Pasal 417 UU 1/2023. Sebagai tambahan, sodomi juga dapat dijerat dengan pasal-pasal lain yang melibatkan kekerasan atau tipu daya dalam melakukan pencabulan, seperti yang diatur dalam Pasal 76E UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 82 ayat (1) UU 17/2016.

Jerat Pidana Sodomi dalam UU Perlindungan Anak dan UU TPKS

Bagi pelaku sodomi yang melibatkan anak di bawah umur, hukum Indonesia memberikan perlindungan khusus melalui UU Perlindungan Anak dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Pasal 76E UU 35/2014 dengan tegas melarang siapa pun untuk memaksa, menipu, atau membujuk anak agar melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. Jika dilanggar, pelaku dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 82 UU 17/2016, dengan ancaman hukuman penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar.

Jika tindak pidana sodomi mengakibatkan korban mengalami luka berat, gangguan psikis, penyakit menular, atau bahkan kematian, hukuman bagi pelaku dapat ditambah sepertiga dari ancaman pidana pokok.

Dalam UU TPKS, tindakan sodomi juga dianggap sebagai bagian dari tindak pidana kekerasan seksual. Pasal 6 huruf c UU TPKS mengatur bahwa pelaku yang memanfaatkan ketidaksetaraan atau kerentanan seseorang untuk melakukan perbuatan cabul dapat dijatuhi pidana penjara maksimal 12 tahun dan/atau denda sebesar Rp300 juta. Dalam hal ini, tindakan sodomi antara orang dewasa dan anak atau antara sesama jenis dengan cara memaksa dapat dijerat dengan ketentuan UU TPKS.

Contoh Kasus Sodomi di Indonesia

Untuk memberikan gambaran lebih jelas tentang bagaimana hukum Indonesia menangani kasus sodomi, beberapa contoh putusan pengadilan dapat menjadi acuan. Salah satu kasus sodomi yang menonjol adalah Putusan Mahkamah Agung No. 115 PK/PID.SUS/2017. Dalam kasus ini, seorang terdakwa dewasa melakukan tindakan sodomi terhadap anak yang mengakibatkan penderitaan fisik dan psikologis pada korban. Mahkamah Agung menolak permohonan peninjauan kembali terdakwa dan memperkuat hukuman penjara yang telah dijatuhkan pada tingkat sebelumnya.

Kasus lain yang relevan adalah Putusan PN Cianjur No. 394/PID.SUS/2020, di mana terdakwa melakukan sodomi terhadap seorang anak yang berada di bawah pengaruh alkohol dan tidak sadar. Pengadilan menjatuhkan hukuman penjara sembilan tahun dan denda Rp100 juta kepada terdakwa, berdasarkan Pasal 82 ayat (1) UU 17/2016.

Kedua kasus ini menunjukkan bahwa meskipun istilah sodomi tidak diatur secara eksplisit dalam hukum pidana Indonesia, pengadilan telah mampu menjerat pelaku sodomi dengan menggunakan pasal-pasal pencabulan dan perlindungan anak.

Sodomi, meskipun tidak diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pencabulan atau pelanggaran kesusilaan. Pelaku sodomi, terutama yang melibatkan anak di bawah umur, dapat dijerat dengan berbagai pasal dalam KUHP, UU Perlindungan Anak, dan UU TPKS. Kasus-kasus yang melibatkan sodomi sering kali dijatuhi hukuman berat, dengan ancaman penjara yang panjang dan denda yang signifikan, terutama jika korban mengalami dampak fisik atau psikis yang parah.

Dengan adanya aturan ini, diharapkan masyarakat, khususnya orang dewasa, dapat lebih memahami batasan-batasan yang diatur dalam hukum terkait perbuatan asusila, termasuk sodomi, demi melindungi hak-hak anak dan menjaga norma kesusilaan yang berlaku di Indonesia.

 


Posting Komentar

Posting Komentar