- -->
Ketika terjadi perselisihan hubungan kerja di antara perusahaan dan karyawan, biasanya para pihak ingin mengambil jalan pintas agar cepat, terutama karyawan. Mereka cenderung langsung melapor ke dinas ketenagakerjaan atau mengajukan gugatan ke pengadilan. Padahal, tidak banyak yang tahu bagaimana caranya dan langkah-langkahnya.
Misalnya, seorang karyawan di bagian marketing difungsikan
di departemen lain, seperti corporate communication, karena dinilai memiliki
keahlian dan kompetensi yang cukup mumpuni. Namun, tanpa penambahan gaji, hanya
jobdesk-nya yang bertambah.
Ketika
karyawan tersebut menolak karena tidak ada penambahan gaji, dia dianggap
membangkang perintah atasan dan diberi surat peringatan (SP). Jika karyawan
tidak terima, maka terjadilah perselisihan, dan sang karyawan pun langsung
melaporkan perselisihan itu ke dinas ketenagakerjaan.
Padahal,
menurut undang-undang ketenagakerjaan, perusahaan dan karyawan pertama-tama
harus menyelesaikan setiap perselisihan di antara mereka secara musyawarah
untuk mufakat. Itu yang harus dikedepankan terlebih dahulu oleh perusahaan dan
karyawan.
Tanpa
adanya musyawarah untuk mufakat, perselisihan itu tidak bisa dilaporkan ke
dinas ketenagakerjaan, dan tanpa adanya mediasi dari DISNAKERTRANS, maka
perselisihan itu tidak dapat diajukan ke pengadilan, dalam hal ini pengadilan
hubungan industrial.
Bagaimana
langkah-langkahnya untuk menyelesaikan perselisihan hubungan kerja di antara
perusahaan dan karyawan, dari musyawarah internal sampai gugatan pengadilan?
Kita akan membahasnya di video ini.
Pertama,
tentunya kita perlu memastikan dulu ya, apa yang dimaksud dengan perselisihan.
Perselisihan di sini tentunya adalah perselisihan di antara perusahaan dan
karyawan, dan dalam undang-undang nomor 2 tahun 2004 tentang penyelesaian
perselisihan hubungan industrial, perselisihan antara perusahaan dan karyawan
ini disebut perselisihan hubungan industrial. Yaitu, perbedaan pendapat yang
mengakibatkan adanya pertentangan di antara pengusaha dan karyawannya, atau
dengan serikat pekerja, karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan
kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antar serikat pekerja di dalam
satu perusahaan.
Jadi, dari pasal tadi ada setidaknya beberapa jenis perselisihan yang mungkin terjadi di antara perusahaan dan karyawan: ada perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antar serikat pekerja di dalam satu perusahaan.
Perselisihan
hak timbul karena tidak dipenuhinya hak-hak baik karyawan maupun perusahaan,
dan hal ini akibat dari adanya perbedaan cara menafsirkan perjanjian kerja dan
peraturan perusahaan, termasuk perbedaan cara menafsirkan undang-undang,
khususnya undang-undang di bidang ketenagakerjaan.
Sedangkan
perselisihan kepentingan timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat dalam
membuat atau merubah syarat-syarat kerja di dalam perjanjian kerja atau di
dalam peraturan perusahaan.
Namun,
pada prinsipnya apapun bentuk perselisihannya, sesuai undang-undang
ketenagakerjaan, penyelesaian perselisihan itu harus secara musyawarah untuk
mufakat. Baru ketika musyawarah tidak mencapai kesepakatan, perselisihan itu
bisa diselesaikan melalui prosedur yang ada sesuai dengan undang-undang.
Undang-undang
sendiri menentukan bahwa sebelum perselisihan itu bisa digeser ke pengadilan
hubungan industrial melalui gugatan, pertama-tama harus diselesaikan secara
bipartit atau secara dua pihak di antara perusahaan dan karyawan, atau secara
internal. Jika penyelesaian internal bipartit ini tidak mencapai kesepakatan,
barulah penyelesaian lanjut ke tripartit atau tiga pihak, dimana di tahap
berikutnya ini sudah ada pihak ketiga, yaitu DISNAKERTRANS yang akan menengahi
sebagai mediator. Gugatan pengadilan baru bisa diajukan setelah dua proses
tadi, bipartit dan tripartit, tidak menemukan solusi yang disepakati.
Jadi
urutannya: penyelesaian internal dulu antara perusahaan dan karyawan, kemudian
dengan mediasi di DISNAKERTRANS, barulah bisa diajukan gugatan ke pengadilan
hubungan industrial. Perundingan bipartit artinya perundingan dua pihak yang
dilakukan antara perusahaan dan karyawan atau serikat pekerja untuk
menyelesaikan perselisihan yang ada di antara mereka.
Jika
dalam perundingan internal bipartit itu tercapai kesepakatan, maka kesepakatan
itu dituangkan dalam perjanjian bersama yang ditandatangani oleh perusahaan dan
karyawan. Perjanjian bersama ini nanti didaftarkan ke pengadilan hubungan
industrial.
Setelah
didaftarkan, pihak yang mendaftarkan akan menerima akte bukti pendaftarannya.
Jika perjanjian bersama itu tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak yang
mengakibatkan kerugian bagi pihak lain, maka pihak yang dirugikan bisa
mengajukan permohonan eksekusi kepada pengadilan untuk mendapatkan penetapan
eksekusi.
Jika
salah satu pihak, misalnya, menolak untuk mengadakan perundingan atau sudah
berunding tapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit ini juga
dianggap gagal. Dengan gagalnya perundingan bipartit ini, barulah salah satu
pihak, baik perusahaan atau karyawan, bisa mencatatkan perselisihan mereka ke DISNAKERTRANS.
DISNAKERTRANS kemudian akan menawarkan untuk menyelesaikan perselisihan itu
dengan konsiliasi atau arbitrase. Jika para pihak tidak menentukan pilihannya,
maka penyelesaian itu dilakukan dengan cara mediasi yang ditengahi oleh DISNAKERTRANS
sebagai mediatornya.
Jika
perundingan tadi sifatnya bipartit, antara dua pihak di antara perusahaan dan
karyawan, maka di DISNAKERTRANS perundingan itu sifatnya tripartit, yaitu
selain ada perusahaan dan karyawan sebagai pihak yang berkonflik, ada juga
pihak ketiga yaitu DISNAKERTRANS sebagai mediator. Mediator ini yang akan
menengahi perselisihan di antara perusahaan dan karyawan.
Dalam
menangani perselisihan itu, biasanya mediator akan seoptimal mungkin mencari
solusi dan jika perlu mencari titik tengahnya supaya perusahaan dan karyawan
mencapai kesepakatan. Jadi, tujuannya adalah kesepakatan di antara perusahaan
dan karyawan. Untuk mencapai kesepakatan ini, biasanya mediator akan memberikan
toleransi terhadap aturan-aturan hukum yang berlaku, artinya tidak saklek
menggunakan aturan hukum meskipun masih dalam koridor peraturan hukum.
Secara
umum, mediator biasanya akan menjelaskan dulu aturan hukumnya beserta segala
konsekuensinya dan menyerahkan keputusan akhir pada kebijaksanaan para pihak
untuk membuat kesepakatan. Jika terjadi kesepakatan, seperti tadi, nanti akan
dibuatkan perjanjian bersama yang ditandatangani oleh perusahaan dan karyawan,
dan disaksikan juga oleh mediator. Sama seperti kesepakatan dalam perundingan
bipartit tadi, perjanjian bersama ini juga nanti didaftarkan di pengadilan
hubungan industrial.
Sekarang,
jika dalam proses mediasi itu tidak mencapai kesepakatan, mediator sudah
berusaha mendamaikan tetapi perusahaan dan karyawan tetap tidak mencapai
kesepakatan, maka mediator akan mengeluarkan anjuran tertulis tentang apa yang
seharusnya dilakukan oleh para pihak. Biasanya anjuran tertulis ini dasarnya
adalah peraturan perundang-undangan, yaitu undang-undang ketenagakerjaan dan
peraturan pelaksanaannya.
Jika
di antara perusahaan dan karyawan tidak mencapai kesepakatan setelah dimediasi,
maka mediator akan mengembalikan lagi kepada peraturan hukumnya. Anjuran
tertulis itu kemudian disampaikan kepada para pihak, perusahaan dan karyawan,
dan anjuran tertulis ini tidak bersifat mengikat.
Para
pihak bisa saja menjawab anjuran ini kepada mediator secara tertulis, yang
isinya menyetujui atau menolak anjuran tersebut. Bahkan, para pihak juga bisa
untuk tidak menjawab anjuran tersebut. Pihak yang tidak memberikan jawabannya
atau tidak memberikan pendapatnya, maka pihak itu akan dianggap menolak anjuran
mediator.
Sementara,
jika para pihak setuju dengan anjuran mediator, nanti mediator akan membantu
para pihak ini, perusahaan dan karyawan, untuk membuatkan perjanjian bersama.
Kemudian perjanjian itu didaftarkan di pengadilan hubungan industrial.
Tetapi
jika anjuran itu ditolak oleh salah satu pihak atau bahkan keduanya menolak
anjuran mediator, termasuk jika misalnya para pihak tidak memberikan respons
terhadap anjuran tersebut, maka para pihak ini baru bisa melanjutkan
penyelesaiannya ke pengadilan dengan mengajukan gugatan.
Jadi,
untuk mengajukan gugatan hukum karena perselisihan hubungan kerja, harus
dilakukan mediasi terlebih dahulu.
Demikian,
sobat Karya Hukum, prosesnya untuk menyelesaikan perselisihan ketenagakerjaan
di antara perusahaan dan karyawan sebelum menjadi kronis dan masuk ke
pengadilan hubungan industrial.
Posting Komentar