- -->
Pada
tanggal 30 Desember 2022 pemerintah menetapkan peraturan pemerintah pengganti
undang-undang atau Perpu tentang Cipta Kerja Perpu Nomor 2 Tahun 2022. Perpu
Cipta Kerja ini adalah peraturan pengganti dari undang-undang Cipta Kerja
sebelumnya yang dianggap inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi.
Pada
tanggal 25 November 2021, putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa
undang-undang Cipta Kerja, undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 itu
inkonstitusional bersyarat karena dianggap cacat formil dan prosedur.
Inkonstitusional bersyarat artinya undang-undang Cipta Kerja akan benar-benar
menjadi inkonstitusional, bertentangan dengan undang-undang dasar di atasnya,
dan batal demi hukum kalau tidak memenuhi syarat-syaratnya. Undang-undang Cipta
Kerja harus diperbaiki dalam jangka waktu 2 tahun sejak putusan MK tadi.
Kalau
dalam jangka waktu 2 tahun itu tidak dilakukan perbaikan oleh pemerintah, maka
undang-undang Cipta Kerja akan menjadi inkonstitusional permanen dan
aturan-aturan yang ada akan kembali ke undang-undang yang lama, undang-undang
sebelum berlakunya undang-undang Cipta Kerja.
Kemudian
lahirlah Perpu Cipta Kerja ini yang dianggap sebagai perbaikan dari
undang-undang Cipta Kerja sebelumnya. Perpu ini terbit belum lama, ya, dan
sebelum masa tenggang 2 tahunnya berakhir seperti yang disyaratkan tadi.
Jadi
bisa dibilang Perpu ini untuk memenuhi persyaratan dari putusan MK tadi
dilakukan perbaikan dalam jangka waktu 2 tahun supaya undang-undang Cipta Kerja
tidak menjadi inkonstitusional permanen. Nah, di tulisan kali ini kita akan
coba membahasnya ya, apa saja perubahannya, perbedaannya, dan bagaimana
perbandingannya satu per satu antara undang-undang Cipta Kerja dan Perpu Cipta
Kerja, khusus untuk Cluster Ketenagakerjaan, undang-undang Nomor 13 Tahun 2003.
Kalau
dibandingkan secara umum antara undang-undang Cipta Kerja dan Perpu Cipta Kerja
untuk Cluster Ketenagakerjaan yang berkaitan khusus dengan undang-undang Nomor
13 Tahun 2003, ada sekitar 7 ketentuan undang-undang Ketenagakerjaan yang
dirubah: pasal 64, pasal 67, pasal 84, pasal 88C, pasal 88D, pasal 88F, dan
pasal 92. Ada 7 pasal pertama mengenai Alih Daya atau sering juga disebut
outsourcing di pasal 64.
Dulu
sesuai undang-undang Ketenagakerjaan undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, pasal 4
ini mengatur bahwa perusahaan boleh menyerahkan sebagian pelaksanaan
pekerjaannya kepada perusahaan lain baik dengan cara pemborongan pekerjaan atau
dengan penyediaan jasa pekerja. Pemborongan pekerjaan ini diatur di pasal 65
dan penyediaan jasa pekerjanya diatur di pasal 66.
Undang-undang
Cipta Kerja pasal 64 ini kemudian dihapus, termasuk pasal 65-nya juga tentang
pemborongan pekerjaan ini juga dihapus, sehingga sekarang cuma ada alih daya
atau outsourcing. Nah, dulu di undang-undang Ketenagakerjaan, outsourcing ini
ruang lingkup pekerjaannya dibatasi.
Batasannya
ada di pasal 66, di mana dalam outsourcing pekerja tidak boleh digunakan untuk
melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan
proses produksi dari perusahaannya. Jadi dulu ruang lingkup pekerjaan untuk
outsourcing itu dibatasi hanya untuk kegiatan penunjang perusahaan saja dan
tidak boleh digunakan untuk melakukan kegiatan pokok dan kegiatan yang
berhubungan langsung dengan proses produksi.
Dengan
berlakunya undang-undang Cipta Kerja yang menghapus pasal 64 undang-undang
Ketenagakerjaan dan perubahan pasal 66-nya, maka pekerjaan untuk alih daya atau
outsourcing jadi tidak punya batasan lagi. Karena undang-undang Cipta Kerja
tidak membatasi ruang lingkup pekerjaan untuk outsourcing atau alih daya ini,
maka hal ini berpotensi di mana outsourcing bisa digunakan untuk jenis
pekerjaan apapun, tidak lagi terbatas pada kegiatan yang sifatnya penunjang
proses produksi perusahaan.
Nah,
dengan berlakunya Perpu Cipta Kerja, pasal 64 tadi kemudian dihidupkan kembali,
tapi dengan perubahannya. Jadi pasal 64 undang-undang Ketenagakerjaan yang
tadinya dihapus oleh undang-undang Cipta Kerja, di Perpu Cipta Kerja ini
dicantumkan kembali, tapi aturannya tidak sama persis seperti di pasal 64
undang-undang Ketenagakerjaan yang aslinya dulu. Nah, di pasal 64 Perpu, aturan
mengenai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan alih daya
kembali dibatasi yang batasannya akan ditentukan dalam peraturan pemerintah.
Jadi,
seharusnya nanti ada peraturan pemerintahnya lagi yang khusus membatasi ruang
lingkup pekerjaan dari outsourcing ini, karena kalau tidak dibatasi bisa
ditafsirkan secara luas nantinya. Peraturan berikutnya tentang pekerja
penyandang disabilitas di Perpu Cipta Kerja, ditentukan bahwa perubahan istilah
dari judul paragraf yang ada di bab ke-10 yang semula menggunakan istilah cacat
diganti menjadi disabilitas.
Dulu
di undang-undang Ketenagakerjaan, di bab 10 bagian 1 di paragraf 1 ini judulnya
penyandang cacat. Di undang-undang Cipta Kerja, judul paragraf ini tidak
mengalami perubahan, jadi judulnya masih sama, paragraf 1 penyandang cacat.
Kemudian baru mengalami perubahan di Perpu Cipta Kerja yang sekarang ini, di
mana istilah penyandang cacat berubah menjadi istilah penyandang disabilitas.
Begitu
juga di pasal 67, masih di paragraf 1. Pasal 67 undang-undang Ketenagakerjaan
dulu mengatur tentang kewajiban pengusaha terhadap pekerja penyandang cacat.
Ketentuan ini tidak mengalami perubahan di undang-undang Cipta Kerja dan di
Perpu Cipta Kerja kali ini barulah mengalami perubahannya. Tapi perubahannya
bukan perubahan konsep aturannya ya, konsep aturannya masih tetap sama,
istilahnya aja yang berubah, dari yang awalnya menggunakan istilah cacat
sekarang menggunakan istilah disabilitas.
Jadi
kayaknya perubahan istilah ini dari cacat ke disabilitas untuk menyesuaikan
dengan peraturan perundang-undangan yang lainnya juga ya. Misalnya disesuaikan
dengan undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Undang-undang Nomor 8 ini yang merubah istilah penyandang cacat dengan
penyandang disabilitas. Perubahan berikutnya di pasal 84.
Dalam
pasal 84 undang-undang Ketenagakerjaan, pekerja yang menggunakan waktu
istirahat serta sesuai pasal 79, pasal 80, dan pasal 82 tetap mendapat upah
penuh. Pasal 84 ini tidak berubah di undang-undang Cipta Kerja, namun mengalami
perubahan di pasal 84 versi Perpu.
Sama
seperti perubahan pasal 67 tadi tentang penyandang disabilitas, perubahan di
pasal 84 ini bukan merupakan perubahan konsepsi aturannya ya, tapi hanya
perubahan pasal-pasal yang dirujuk yaitu merujuk pada pasal 79, pasal 80, dan
pasal 82 yang secara prinsip isinya sama, jadi lebih kepada perubahan
formalitas. Berikutnya, perubahan tentang ketentuan upah minimum.
Perpu Cipta Kerja merubah beberapa ketentuan
mengenai upah minimum yang ada di undang-undang Cipta Kerja. Di pasal 88C
undang-undang Cipta Kerja, pasal 88C ini adalah pasal tambahan di undang-undang
Cipta Kerja ya yang sebelumnya tidak ada di undang-undang Ketenagakerjaan. Nah,
pasal 88C ini mengatur tentang upah minimum provinsi dan kabupaten.
Jadi
kalau menurut pasal 88C, selain Upah Minimum Provinsi, gubernur juga bisa
menetapkan Upah Minimum Kabupaten atau kota. Syaratnya untuk menetapkan Upah
Minimum Kabupaten Kota, nilai upah minimumnya harus lebih tinggi dari Upah
Minimum Provinsi.
Jadi
Upah Minimum Kabupaten Kota harus lebih tinggi dari Upah Minimum Provinsi baru
bisa ditetapkan. Nah, perbedaan pasal 88C di undang-undang Cipta Kerja dan di
Perpu adalah pada syarat penetapan Upah Minimum Kabupaten kotanya. Kalau di
undang-undang Cipta Kerja salah satu syarat penetapan Upah Minimum Kabupaten
Kota adalah pertumbuhan ekonomi daerah atau inflasi di kabupaten yang
bersangkutan.
Di
Perpu syarat tersebut dihilangkan. Selain pasal 88C yang mengalami perubahan
juga adalah pasal 88D di Perpu. Baik di undang-undang Cipta Kerja maupun di
Perpu, pasal 88D ini sama-sama mengatur tentang formula perhitungan upah
minimum, baik upah minimum provinsi maupun Upah Minimum Kabupaten Kota.
Perubahan yang dilakukan oleh Perpu terhadap undang-undang Cipta Kerja di pasal
88D ini adalah pada variabel perhitungan formula upah minimumnya.
Di
undang-undang Cipta Kerja variabel yang dipakai dalam formula perhitungan upah
minimum adalah pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Sementara di Perpu variabel
perhitungannya ditambah, yaitu juga memperhitungkan kontribusi pertumbuhan
ekonomi dari konsumsi rumah tangga. Pasal 88F juga mengalami perubahan di
Perpu. Pasal ini adalah pasal tambahan di undang-undang Cipta Kerja yang
sebelumnya tidak ada di undang-undang Ketenagakerjaan. Sehingga pasal 88F ini
mengatur bahwa pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum.
Jadi, bagi pengusaha yang membayar upah lebih rendah dari upah minimum bisa
dikenai sanksi administratif.
Perubahan
pasal 88F di Perpu ini terkait dengan pengecualian upah minimum terhadap usaha
mikro dan kecil. Jadi, di undang-undang Cipta Kerja usaha mikro kecil tidak
wajib memberlakukan upah minimum. Pengecualian upah minimum bagi usaha mikro
kecil ini kemudian dihilangkan oleh Perpu. Artinya, sekarang semua usaha harus
memberlakukan upah minimum termasuk usaha mikro dan kecil, berbeda dengan
aturan sebelumnya di undang-undang Cipta Kerja.
Perubahan
terakhir adalah pasal 92 yang mengatur tentang struktur dan skala upah. Baik di
undang-undang Cipta Kerja maupun di Perpu, pengusaha wajib menyusun dan
menerapkan struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan golongan,
jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi. Struktur dan skala upah ini
ditetapkan oleh perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Perpu kemudian menambahkan
penegasan bahwa struktur dan skala upah ini harus diterapkan bagi usaha mikro
kecil menengah atau UMKM.
kKira-kira
itu perbedaan-perbedaan antara undang-undang Cipta Kerja dengan Perpu Cipta
Kerja yang baru untuk Cluster Ketenagakerjaan. Perpu ini sudah mulai berlaku
sejak tanggal ditetapkan pada tanggal 30 Desember 2022. Sekarang kita sama-sama
tunggu aja ya peraturan pelaksanaannya yang mengatur lebih lanjut
ketentuan-ketentuan di Perpu ini.
Posting Komentar