- -->
NhuwqF8Gr3wCNrhjjrVDE5IVAMcbVyYzY2IKGw4q

Laporkan Penyalahgunaan

Cari Blog Ini

RANDOM / BY LABEL (Style 4)

label: 'random', num: 4, showComment: true, showLabel: true, showSnippet: true, showTime: true, showText: 'Show All'

Halaman

Bookmark
Baru Diposting

Panduan Menjadi Advokat di Indonesia - karya Hukum

Halo Sobat Karya Hukum Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Semoga Sobat Justitia selalu sehat di manapun berada. Hari ini, saya akan meny…

Hak Asasi Manusia Dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan- karyahukum



Hak Asasi Manusia adalah hak kodrati yang melekat pada diri setiap manusia sebagai pemberian Tuhan Yang Maha Esa dan bersifat fundamental. Setiap orang memiliki hak yang bersifat asasi dan hak yang bersifat relatif. Hak asasi yaitu hak sipil, hak politik, hak ekonomi dan hak sosial budaya. Sedangkan hak yang bersifat relatif yaitu hak yang timbul atau berasal dari pengembangan hak asasi.[2] HAM secara substansial telah diatur di dalam UUD NRI Tahun 1945. Salah satu hak asasi manusia yaitu hak atas kesehatan, sebagaimana ketentuan Pasal 28H ayat (1) UUD Tahun 1945, bahwa setiap orang berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan.

Hak atas kesehatan merupakan hak positif dan pemerintah wajib untuk melindungi dan memenuhi hak kesehatan setiap warga negaranya demi kesejahteraan rakyat. Hak atas kesehatan tidak hanya menyangkut hak atas individu, tetapi juga meliputi semua faktor penunjang yang berkonstribusi terhadap terwujudnya kehidupan masyarakat yang sehat. Misalnya dari segi lingkungan, perumahan, nutrisi hingga pelayanan kesehatan yang merupakan bagian yang lebih spesifik dari hak atas kesehatan. Setiap warga negara berhak memperoleh perlindungan dan pelayanan atas kesehatannya. Pemerintah bertanggung jawab mengatur, melindungi dan memenuhi terpenuhi hak tersebut, sebagaimana tertuang dalam Pasal 34 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945.  Pemerintah sebagai penyelenggara negara bertanggung jawab untuk menjamin terciptanya kondisi yang memungkinkan bagi setiap individu warga negaranya untuk dapat hidup sehat dengan menyediakan sarana pelayanan kesehatan yang memadai dan terjangkau. Sehingga masyarakat dapat menikmati akses pelayanan kesehatan, dan harus memenuhi prinsip-prinsip Ketersediaan Pelayanan Kesehatan, Aksesibilitas, Penerimaan, dan Kualitas.[3]

Pada tanggal 8 Agustus 2023 lalu, pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan sebagai amanah dari Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 34 ayat (3) UUD 1945, bahwa Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan, dan Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas umum pelayanan kesehatan yang layak. Pembentukan UU Kesehatan ini dilatarbelakangi oleh adanya perkembangan pembangunan kesehatan dan pembelajaran atas pandemi Covid-19, serta diperlukannya upaya kesehatan, sumber daya kesehatan, dan pengelolaan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat berdasarkan prinsip nondiskriminatif, kesejahteraan, partisipatif pemerataan, dan berkelanjutan.

Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang produktif untuk mengurangi kesenjangan dan memperkuat pelayanan kesehatan yang bermutu, serta meningkatkan ketahanan kesehatan untuk menjamin hidup yang sehat bagi seluruh warga negara adalah demi tercapainya pembangunan nasional dan kesejahteraan rakyat. Sehingga perlu dilakukan transformasi sistem kesehatan Indonesia yang didukung oleh transformasi regulasi dengan menciptakan undang-undang yang berdaya dan berhasil guna, serta mampu implementatif. Transformasi tersebut bertujuan untuk memajukan masyarakat Indonesia yang sehat dan kuat melalui enam hal, yaitu pelayanan kesehatan primer, pelayanan kesehatan lanjutan, ketahanan kesehatan, pendanaan, sumber daya manusia kesehatan, dan teknologi kesehatan.[4]

Secara umum, UU Kesehatan mengatur berbagai aspek dalam bidang kesehatan yang meliputi hak dan kewajiban, tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah, penyelenggaraan kesehatan, upaya kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, perbekalan kesehatan, ketahanan kefarmasian dan alat kesehatan, teknologi kesehatan, sistem informasi kesehatan, KLB dan wabah, pendanaan Kesehatan, koordinasi dan sinkronisasi penguatan sistem Kesehatan, serta partisipasi masyarakat.

Kementerian Kesehatan RI menilai bahwa terdapat sejumlah aspek yang hendak diperbaiki dengan diterapkannya Undang-undang Kesehatan, diantaranya :[5]

a)      Mengubah fokus dari pengobatan menjadi pencegahan.

b)      Memudahkan akses layanan kesehatan.

c) Mempersiapkan sistem kesehatan yang tangguh menghadapi bencana.

d)      Meningkatkan efisiensi dan transparansi pembiayaan kesehatan.

e)      Memperbaiki kekurangan tenaga kesehatan.

f)   Mendorong industri kesehatan untuk mandiri di dalam negeri dan mendorong penggunaan teknologi kesehatan yang mutakhir.

g)      Menyederhanakan proses perizinan kesehatan.

h)      Melindungi tenaga kesehatan secara khusus.

i)       Mengintegrasikan sistem informasi kesehatan.

Sebagai upaya menunjang penegakan HAM di bidang kesehatan, dalam UU Kesehatan telah diatur beberapa hal pokok terkait penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang diantaranya yaitu :

1)   Penyelenggaraan pelayanan kesehatan primer dan lanjutan.

Dalam Pasal 4 UU Kesehatan dijelaskan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab. Masyarakat berhak mendapatkan atas sumber daya dan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sesuai dengan standar pelayanan kesehatan. Selain itu, setiap orang diberikan hak untuk menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya secara mandiri dan bertanggung jawab, termasuk diberikan hak untuk memutuskan menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah diberikan penjelasan informasi mengenai tindakan medis tersebut secara lengkap.

Untuk memenuhi hak-hak tersebut, maka pemerintah bertanggungjawab untuk merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, merata, dan terjangkau oleh masyarakat. Pemerintah harus menjamin ketersediaan Sumber Daya Kesehatan yang adil dan merata, serta akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan serta informasi dan edukasi kesehatan bagi seluruh masyarakat.

Kemudian mengenai penyediaan akses pelayanan kesehatan primer maupun lanjutan, pemerintah mengoptimalkan peran Pemerintah Daerah. Fasilitas pelayanan kesehatan dilarang menolak pasien ataupun meminta uang muka, serta dilarang mendahulukan segala urusan administratif dalam suatu kondisi gawat darurat yang mengakibatkan tertundanya pelayanan kesehatan. Melalui pelayanan ini pemerintah hendak memperbaiki determinan atau faktor yang mempengaruhi kesehatan, yaitu determinan sosial, ekonomi, komersial, dan  lingkungan, serta untuk menguatkan kesehatan perseorangan dan masyarakat.

Pelayanan kesehatan primer merupakan pelayanan kesehatan yang terdekat dengan masyarakat sebagai kontak pertama pelayanan kesehatan, yaitu layanan kesehatan pertama yang diterima oleh masyarakat untuk mengatasi permasalahan kesehatan dasar. Pelayanan primer yang dimaksud adalah meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan/atau paliatif untuk setiap fase kehidupan. Secara strategis memprioritaskan pelayanan kesehatan utama/esensial yang ditujukan bagi perseorangan, keluarga, dan masyarakat berdasarkan faktor risiko dengan menjamin tersedianya pelayanan kesehatan hingga tingkat desa/kelurahan. Fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama menyelenggarakan pelayanan kesehatan primer dapat berupa puskesmas, klinik pratama dan praktik mandiri tenaga medis atau tenaga kesehatan.

Adapun pelayanan Kesehatan lanjutan merupakan pelayanan spesialis dan/ atau subspesialis yang mengedepankan pelayanan kuratif, rehabilitatif, dan paliatif tanpa mengabaikan promotif dan preventif yang diselenggarakan secara berkesinambungan melalui sistem rujukan Pelayanan Kesehatan perseorangan.  Pelayanan ini diselenggarakan oleh Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan sesuai dengan kompetensi dan kewenangan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut yang didanai oleh penerima pelayanan kesehatan atau melalui asuransi komersial, atau jaminan kesehatan pada sistem jaminan sosial nasional.

2)   Ketahanan kesehatan.

Pemerintah berupaya meningkatkan ketahanan Kesehatan dalam menghadapi KLB atau Wabah melalui perbekalan kesehatan. Bahwa setiap orang yang sakit atau diduga sakit akibat penyakit atau masalah Kesehatan yang menyebabkan KLB atau akibat penyalit yang menyebabkan Wabah yang telah ditetapkan status KLB atau Wabah berhak mendapatkan Pelayanan Kesehatan yang pendanaannya bersumber dari Pemerintah Pusat dan/ atau Pemerintah Daerah ketahanan kefarmasian dan alat kesehatan. Serta dengan penguatan ketahanan kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui penyelenggaraan rantai pasok dari hulu hingga hilir.

3)   Sumber Daya Manusia Kesehatan

Berdasarkan Pasal 197 UU Kesehatan, Sumber Daya Manusia Kesehatan dibedakan dalam tiga bagian yang meliputi Tenaga Medis yang terdiri atas dokter dan dokter gigi, Tenaga Kesehatan yang terdiri atas 11 kelompok Tenaga Kesehatan, dan  Tenaga Pendukung atau penunjang kesehatan yaitu tanaga yang bekerja pada fasilitas pelayanan kesehatan atau institusi lain di bidang kesehatan. Dibentuknya  tenaga cadangan kesehatan adalah untuk meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia Kesehatan sehingga dapat mendukung ketahanan kesehatan.

Dalam hal penegakan disiplin tenaga medis dan tenaga kesehatan dilakukan oleh majelis yang dibentuk oleh Menteri Kesehatan yang bersifat permanen atau ad hoc dan putusannya dapat diajukan peninjauan kembali kepada menteri kesehatan. Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang diduga melakukan perbuatan yang melanggar hukum dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan dapat dikenai sanksi pidana, terlebih dahulu harus dimintakan rekomendasi dari Majelis. Adanya ketentuan ini menimbulkan kekhawatiran bagi tenaga kesehatan terkait sanksi yang diberikan yang dianggap terlalu berat dan berpotensi tidak mempertimbangkan kondisi dan situasi yang sebenarnya. Sehingga perlu adanya pembinaan dan pendidikan bagi tenaga kesehatan terkait, dan bukan hanya dengan menerapkan sanksi pidana.[6]

Di sisi lain, UU Kesehatan dinilai menguntungkan bagi kefarmasian dengan memperhatikan keberlangsungan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kefarmasian dengan adanya perubahan pada aspek kefarmasian bagi apoteker, pelayanan kefarmasian di Indonesia, serta segala bentuk perizinan. Terdapat beberapa poin yang berkaitan dengan kefarmasian yang disempurnakan dalam UU Kesehatan, diantaranya :[7]

a)      Fokus pengobatan menjadi pencegahan.

b)  Industri kesehatan yang mandiri dengan memperioritaskan produk sediaan farmasi dan penggunaan bahan baku dari dalam negeri. Disertai dengan pemberian insentif bagi industri mengembangkan, meneliti, serta produksi di dalam negeri.

c) Mempermudah dan mempercepat perizinan bagi tenaga kesehatan. Surat Tanda Registrasi (STR) diterbitkan oleh Konsil atas nama Menteri Kesehatan dan berlaku seumur hidup. Surat Izin Praktik (SIP) diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau Menteri Kesehatan dalam kondisi tertentu dan tidak memerlukan rekomendasi dari organisasi profesi. Sehingga tenaga kesehatan yang bersangkutan tidak perlu repot memperpanjang izin tersebut setiap lima tahun. Kemudahan dalam proses pembuatan izin praktik ini diharapkan dapat memberikan dampak yang baik bagi kefarmasian dengan semakin banyak pertumbuhan jumlah apotek di Indonesia  yang diharapkan dapat memberi edukasi pengobatan, membuat dan mengembangkan obat yang sesuai standar dan prosedur yang baik untuk masyarakat. 

4)   Teknologi kesehatan.

Masyarakat khusunya akademisi dan praktisi di bidang kesehatan diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk meneliti, mengembangkan, memproduksi, mengedarkan, meningkatkan, dan menggunakan sediaan farmasi serta alat kesehatan yang dapat dipertanggungiawabkan manfaat dan keamanannya. Hal ini untuk mewujudkan ketahanan sediaan farmasi dan aiat kesehatan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap kemandirian di bidang sediaan farmasi dan alat kesehatan

Terdapat tiga nilai dasar dalam penegakan hukum, yaitu nilai kepastian hukum, nilai kemanfaatan hukum, dan nilai keadilan. Dengan adanya UU No. 17 tahun 2023 tentang Kesehatan, diharapkan dapat memenuhi hak setiap warga negara untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang layak, menyeluruh, dan terjangkau serta adil bagi seluruh lapisan masyarakat. Serta memberikan kemudahan bagi warga negara dalam memperoleh izin untuk ikut serta mengambil andil dalam pelayanan kesehatan. Sehingga terselenggaranya pelayanan kesehatan yang layak dapat memenuhi aspek kebermanfaatan dari adanya UU Kesehatan, keadilan bagi warga negara dalam memperoleh pelayanan kesehatan, serta kepastian hukum dari terlaksananya seluruh ketentuang dalam undang-undang tersebut dengan baik.

 

IV.   Daftar Pustaka

Abdurrahman Sayuti, Reformasi Penegakan HAM di Indonesia, https://www.unja.ac.id/reformasi-penegakan-ham-di-indonesia/ , Diakses pada tanggal 22 Januari 2024.

Alya Naura Tifania Ayu, Perubahan Aspek Kefarmasian dalam Pengesahan UU No 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan, Akankah Menguntungkan?, https://www.umm.ac.id/id/arsip-koran/memox/perubahan-aspek-kefarmasian-dalam-pengesahan-uu-no-17-tahun-2023-tentang-kesehatan-akankah-menguntungkan.html , Diakses pada tanggal 21 Januari 2024.

Awal Prasetyo, Menyoal Pelayanan Darah di UU No.17/2023, https://www.kompas.id/baca/opini/2023/08/31/menyoal-pelayanan-darah-di-uu-no-172023-1, diakses pada tanggal 21 Januari 2024.

Fheriyal Sri Isriawaty, 2015, Tanggung Jawab Negara Dalam Pemenuhan Hak Atas Kesehatan Masyarakat Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Edisi 2, Vol. 3.

Udiyo Basuki, 2020, Merunut Konstitusionalisme Hak Atas Pelayanan Kesehatan Sebagai Hak Asasi Manusia, Caraka Justitia, Vol. 1, No. 1.

Wahyu Andrianto, Secarik Catatan Untuk Undang-Undang Kesehatan,  https://www.hukumonline.com/berita/a/secarik-catatan-untuk-undang-undang-kesehatan-lt64fe8593cfb16/?page=all, Diakses pada tanggal 22 Januari 2024.

Zulfikri Tabrani, Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 Sah Berlaku, Ini Poin Pentingnya,https://dinkes.babelprov.go.id/content/undang-undang-kesehatan-nomor-17-tahun-2023-sah-berlaku-ini-poin-pentingnya, Diakses Pada tanggal 20 Januari 2024.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan.



[1] Udiyo Basuki, Merunut Konstitusionalisme Hak Atas Pelayanan Kesehatan Sebagai Hak Asasi Manusia, Caraka Justitia, Vol. 1, No. 1, 2020, hlm 21-41.

[2] Abdurrahman Sayuti, Reformasi Penegakan HAM di Indonesia, https://www.unja.ac.id/reformasi-penegakan-ham-di-indonesia/ , Diakses pada tanggal 22 Januari 2024.

[3] Fheriyal Sri Isriawaty, Tanggung Jawab Negara Dalam Pemenuhan Hak Atas Kesehatan Masyarakat Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Edisi 2, Vol. 3, 2015, hlm 1-10.

[4] Wahyu Andrianto, Secarik Catatan Untuk Undang-Undang Kesehatan,  https://www.hukumonline.com/berita/a/secarik-catatan-untuk-undang-undang-kesehatan-lt64fe8593cfb16/?page=all, Diakses pada tanggal 22 Januari 2024.

[5] Zulfikri Tabrani, Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 Sah Berlaku, Ini Poin Pentingnya,https://dinkes.babelprov.go.id/content/undang-undang-kesehatan-nomor-17-tahun-2023-sah-berlaku-ini-poin-pentingnya, Diakses Pada tanggal 20 Januari 2024.

[6] Ibid.

[7] Alya Naura Tifania Ayu, Perubahan Aspek Kefarmasian dalam Pengesahan UU No 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan, Akankah Menguntungkan?, https://www.umm.ac.id/id/arsip-koran/memox/perubahan-aspek-kefarmasian-dalam-pengesahan-uu-no-17-tahun-2023-tentang-kesehatan-akankah-menguntungkan.html , Diakses pada tanggal 21 Januari 2024.

Posting Komentar

Posting Komentar