- -->
Hak
Asasi Manusia adalah hak kodrati yang melekat pada diri setiap manusia sebagai
pemberian Tuhan Yang Maha Esa dan bersifat fundamental. Setiap orang memiliki
hak yang bersifat asasi dan hak yang bersifat relatif. Hak asasi yaitu hak
sipil, hak politik, hak ekonomi dan hak sosial budaya. Sedangkan hak yang
bersifat relatif yaitu hak yang timbul atau berasal dari pengembangan hak asasi.[2]
HAM secara substansial telah diatur di dalam UUD NRI Tahun 1945. Salah satu hak
asasi manusia yaitu hak atas kesehatan, sebagaimana ketentuan Pasal 28H ayat
(1) UUD Tahun 1945, bahwa setiap orang berhak untuk memperoleh pelayanan
kesehatan.
Hak
atas kesehatan merupakan hak positif dan pemerintah wajib untuk melindungi dan memenuhi
hak kesehatan setiap warga negaranya demi kesejahteraan rakyat. Hak atas
kesehatan tidak hanya menyangkut hak atas individu, tetapi juga meliputi semua
faktor penunjang yang berkonstribusi terhadap terwujudnya kehidupan masyarakat
yang sehat. Misalnya dari segi lingkungan, perumahan, nutrisi hingga pelayanan kesehatan
yang merupakan bagian yang lebih spesifik dari hak atas kesehatan. Setiap warga
negara berhak memperoleh perlindungan dan pelayanan atas kesehatannya. Pemerintah
bertanggung jawab mengatur, melindungi dan memenuhi terpenuhi hak tersebut,
sebagaimana tertuang dalam Pasal 34 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Pemerintah sebagai penyelenggara negara
bertanggung jawab untuk menjamin terciptanya kondisi yang memungkinkan bagi
setiap individu warga negaranya untuk dapat hidup sehat dengan menyediakan
sarana pelayanan kesehatan yang memadai dan terjangkau. Sehingga masyarakat dapat
menikmati akses pelayanan kesehatan, dan harus memenuhi prinsip-prinsip Ketersediaan
Pelayanan Kesehatan, Aksesibilitas, Penerimaan, dan Kualitas.[3]
Pada
tanggal 8 Agustus 2023 lalu, pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2023 tentang Kesehatan sebagai amanah dari Pasal 28H ayat (1) dan
Pasal 34 ayat (3) UUD 1945, bahwa Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat
serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan, dan Negara bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas umum pelayanan kesehatan yang layak. Pembentukan UU
Kesehatan ini dilatarbelakangi oleh adanya perkembangan pembangunan kesehatan dan
pembelajaran atas pandemi Covid-19, serta diperlukannya upaya kesehatan, sumber
daya kesehatan, dan pengelolaan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat berdasarkan prinsip nondiskriminatif, kesejahteraan, partisipatif
pemerataan, dan berkelanjutan.
Meningkatkan
kualitas sumber daya manusia yang produktif untuk mengurangi kesenjangan dan memperkuat
pelayanan kesehatan yang bermutu, serta meningkatkan ketahanan kesehatan untuk menjamin
hidup yang sehat bagi seluruh warga negara adalah demi tercapainya pembangunan
nasional dan kesejahteraan rakyat. Sehingga perlu dilakukan transformasi sistem
kesehatan Indonesia yang didukung oleh transformasi regulasi dengan menciptakan
undang-undang yang berdaya dan berhasil guna, serta mampu implementatif. Transformasi
tersebut bertujuan untuk memajukan masyarakat Indonesia yang sehat dan kuat
melalui enam hal, yaitu pelayanan kesehatan primer, pelayanan kesehatan
lanjutan, ketahanan kesehatan, pendanaan, sumber daya manusia kesehatan, dan
teknologi kesehatan.[4]
Secara
umum, UU Kesehatan mengatur berbagai aspek dalam bidang kesehatan yang meliputi
hak dan kewajiban, tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah, penyelenggaraan
kesehatan, upaya kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan, sumber daya manusia
kesehatan, perbekalan kesehatan, ketahanan kefarmasian dan alat kesehatan,
teknologi kesehatan, sistem informasi kesehatan, KLB dan wabah, pendanaan
Kesehatan, koordinasi dan sinkronisasi penguatan sistem Kesehatan, serta
partisipasi masyarakat.
Kementerian
Kesehatan RI menilai bahwa terdapat sejumlah aspek yang hendak diperbaiki
dengan diterapkannya Undang-undang Kesehatan, diantaranya :[5]
a)
Mengubah fokus dari pengobatan
menjadi pencegahan.
b)
Memudahkan akses layanan
kesehatan.
c) Mempersiapkan sistem kesehatan
yang tangguh menghadapi bencana.
d)
Meningkatkan efisiensi dan
transparansi pembiayaan kesehatan.
e)
Memperbaiki kekurangan tenaga
kesehatan.
f) Mendorong industri kesehatan
untuk mandiri di dalam negeri dan mendorong penggunaan teknologi kesehatan yang
mutakhir.
g)
Menyederhanakan proses
perizinan kesehatan.
h)
Melindungi tenaga kesehatan
secara khusus.
i)
Mengintegrasikan sistem
informasi kesehatan.
Sebagai
upaya menunjang penegakan HAM di bidang kesehatan, dalam UU Kesehatan telah diatur
beberapa hal pokok terkait penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang diantaranya
yaitu :
1)
Penyelenggaraan pelayanan
kesehatan primer dan lanjutan.
Dalam
Pasal 4 UU Kesehatan dijelaskan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan
informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab.
Masyarakat berhak mendapatkan atas sumber daya dan pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu, dan terjangkau agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya sesuai dengan standar pelayanan kesehatan. Selain itu,
setiap orang diberikan hak untuk menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang
diperlukan bagi dirinya secara mandiri dan bertanggung jawab, termasuk
diberikan hak untuk memutuskan menerima atau menolak sebagian atau seluruh
tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah diberikan penjelasan
informasi mengenai tindakan medis tersebut secara lengkap.
Untuk
memenuhi hak-hak tersebut, maka pemerintah bertanggungjawab untuk merencanakan,
mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya
kesehatan yang bermutu, aman, efisien, merata, dan terjangkau oleh masyarakat.
Pemerintah harus menjamin ketersediaan Sumber Daya Kesehatan yang adil dan merata,
serta akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan serta informasi dan edukasi
kesehatan bagi seluruh masyarakat.
Kemudian
mengenai penyediaan akses pelayanan kesehatan primer maupun lanjutan,
pemerintah mengoptimalkan peran Pemerintah Daerah. Fasilitas pelayanan kesehatan
dilarang menolak pasien ataupun meminta uang muka, serta dilarang mendahulukan
segala urusan administratif dalam suatu kondisi gawat darurat yang mengakibatkan
tertundanya pelayanan kesehatan. Melalui pelayanan ini pemerintah hendak
memperbaiki determinan atau faktor yang mempengaruhi kesehatan, yaitu
determinan sosial, ekonomi, komersial, dan
lingkungan, serta untuk menguatkan kesehatan perseorangan dan
masyarakat.
Pelayanan
kesehatan primer merupakan pelayanan kesehatan yang terdekat dengan masyarakat
sebagai kontak pertama pelayanan kesehatan, yaitu layanan kesehatan pertama
yang diterima oleh masyarakat untuk mengatasi permasalahan kesehatan dasar.
Pelayanan primer yang dimaksud adalah meliputi pelayanan promotif, preventif,
kuratif, rehabilitatif, dan/atau paliatif untuk setiap fase kehidupan. Secara
strategis memprioritaskan pelayanan kesehatan utama/esensial yang ditujukan
bagi perseorangan, keluarga, dan masyarakat berdasarkan faktor risiko dengan
menjamin tersedianya pelayanan kesehatan hingga tingkat desa/kelurahan.
Fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama menyelenggarakan pelayanan
kesehatan primer dapat berupa puskesmas, klinik pratama dan praktik mandiri
tenaga medis atau tenaga kesehatan.
Adapun
pelayanan Kesehatan lanjutan merupakan pelayanan spesialis dan/ atau
subspesialis yang mengedepankan pelayanan kuratif, rehabilitatif, dan paliatif
tanpa mengabaikan promotif dan preventif yang diselenggarakan secara
berkesinambungan melalui sistem rujukan Pelayanan Kesehatan perseorangan. Pelayanan ini diselenggarakan oleh Tenaga
Medis dan Tenaga Kesehatan sesuai dengan kompetensi dan kewenangan pada fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat lanjut yang didanai oleh penerima pelayanan kesehatan
atau melalui asuransi komersial, atau jaminan kesehatan pada sistem jaminan
sosial nasional.
2)
Ketahanan kesehatan.
Pemerintah
berupaya meningkatkan ketahanan Kesehatan dalam menghadapi KLB atau Wabah
melalui perbekalan kesehatan. Bahwa setiap orang yang sakit atau diduga sakit akibat
penyakit atau masalah Kesehatan yang menyebabkan KLB atau akibat penyalit yang
menyebabkan Wabah yang telah ditetapkan status KLB atau Wabah berhak
mendapatkan Pelayanan Kesehatan yang pendanaannya bersumber dari Pemerintah Pusat
dan/ atau Pemerintah Daerah ketahanan kefarmasian dan alat kesehatan. Serta
dengan penguatan ketahanan kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui penyelenggaraan
rantai pasok dari hulu hingga hilir.
3)
Sumber Daya Manusia Kesehatan
Berdasarkan
Pasal 197 UU Kesehatan, Sumber Daya Manusia Kesehatan dibedakan dalam tiga
bagian yang meliputi Tenaga Medis yang terdiri atas dokter dan dokter gigi,
Tenaga Kesehatan yang terdiri atas 11 kelompok Tenaga Kesehatan, dan Tenaga Pendukung atau penunjang kesehatan
yaitu tanaga yang bekerja pada fasilitas pelayanan kesehatan atau institusi
lain di bidang kesehatan. Dibentuknya tenaga cadangan kesehatan adalah untuk meningkatkan
kapasitas Sumber Daya Manusia Kesehatan sehingga dapat mendukung ketahanan kesehatan.
Dalam
hal penegakan disiplin tenaga medis dan tenaga kesehatan dilakukan oleh majelis
yang dibentuk oleh Menteri Kesehatan yang bersifat permanen atau ad hoc dan putusannya dapat diajukan
peninjauan kembali kepada menteri kesehatan. Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan
yang diduga melakukan perbuatan yang melanggar hukum dalam pelaksanaan
pelayanan kesehatan dapat dikenai sanksi pidana, terlebih dahulu harus dimintakan
rekomendasi dari Majelis. Adanya ketentuan ini menimbulkan kekhawatiran bagi
tenaga kesehatan terkait sanksi yang diberikan yang dianggap terlalu berat dan berpotensi
tidak mempertimbangkan kondisi dan situasi yang sebenarnya. Sehingga perlu
adanya pembinaan dan pendidikan bagi tenaga kesehatan terkait, dan bukan hanya
dengan menerapkan sanksi pidana.[6]
Di
sisi lain, UU Kesehatan dinilai menguntungkan bagi kefarmasian dengan memperhatikan
keberlangsungan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kefarmasian dengan
adanya perubahan pada aspek kefarmasian bagi apoteker, pelayanan kefarmasian di
Indonesia, serta segala bentuk perizinan. Terdapat beberapa poin yang berkaitan
dengan kefarmasian yang disempurnakan dalam UU Kesehatan, diantaranya :[7]
a)
Fokus pengobatan menjadi
pencegahan.
b) Industri kesehatan yang mandiri
dengan memperioritaskan produk sediaan farmasi dan penggunaan bahan baku dari
dalam negeri. Disertai dengan pemberian insentif bagi industri mengembangkan,
meneliti, serta produksi di dalam negeri.
c) Mempermudah dan mempercepat perizinan bagi tenaga kesehatan. Surat Tanda Registrasi (STR) diterbitkan oleh Konsil atas nama Menteri Kesehatan dan berlaku seumur hidup. Surat Izin Praktik (SIP) diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau Menteri Kesehatan dalam kondisi tertentu dan tidak memerlukan rekomendasi dari organisasi profesi. Sehingga tenaga kesehatan yang bersangkutan tidak perlu repot memperpanjang izin tersebut setiap lima tahun. Kemudahan dalam proses pembuatan izin praktik ini diharapkan dapat memberikan dampak yang baik bagi kefarmasian dengan semakin banyak pertumbuhan jumlah apotek di Indonesia yang diharapkan dapat memberi edukasi pengobatan, membuat dan mengembangkan obat yang sesuai standar dan prosedur yang baik untuk masyarakat.
4)
Teknologi kesehatan.
Masyarakat khusunya akademisi dan praktisi
di bidang kesehatan diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk meneliti,
mengembangkan, memproduksi, mengedarkan, meningkatkan, dan menggunakan sediaan
farmasi serta alat kesehatan yang dapat dipertanggungiawabkan manfaat dan
keamanannya. Hal ini untuk mewujudkan ketahanan sediaan farmasi dan aiat
kesehatan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap
kemandirian di bidang sediaan farmasi dan alat kesehatan
Terdapat tiga nilai dasar dalam penegakan hukum, yaitu nilai kepastian hukum, nilai kemanfaatan hukum, dan nilai keadilan. Dengan adanya UU No. 17 tahun 2023 tentang Kesehatan, diharapkan dapat memenuhi hak setiap warga negara untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang layak, menyeluruh, dan terjangkau serta adil bagi seluruh lapisan masyarakat. Serta memberikan kemudahan bagi warga negara dalam memperoleh izin untuk ikut serta mengambil andil dalam pelayanan kesehatan. Sehingga terselenggaranya pelayanan kesehatan yang layak dapat memenuhi aspek kebermanfaatan dari adanya UU Kesehatan, keadilan bagi warga negara dalam memperoleh pelayanan kesehatan, serta kepastian hukum dari terlaksananya seluruh ketentuang dalam undang-undang tersebut dengan baik.
IV.
Daftar Pustaka
Abdurrahman Sayuti, Reformasi Penegakan HAM di Indonesia, https://www.unja.ac.id/reformasi-penegakan-ham-di-indonesia/
, Diakses pada tanggal 22 Januari 2024.
Alya Naura Tifania Ayu, Perubahan
Aspek Kefarmasian dalam Pengesahan UU No 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan,
Akankah Menguntungkan?, https://www.umm.ac.id/id/arsip-koran/memox/perubahan-aspek-kefarmasian-dalam-pengesahan-uu-no-17-tahun-2023-tentang-kesehatan-akankah-menguntungkan.html
, Diakses pada tanggal 21 Januari 2024.
Awal Prasetyo, Menyoal
Pelayanan Darah di UU No.17/2023, https://www.kompas.id/baca/opini/2023/08/31/menyoal-pelayanan-darah-di-uu-no-172023-1,
diakses pada tanggal 21 Januari 2024.
Fheriyal Sri Isriawaty, 2015, Tanggung
Jawab Negara Dalam Pemenuhan Hak Atas Kesehatan Masyarakat Berdasarkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Jurnal Ilmu Hukum
Legal Opinion, Edisi 2, Vol. 3.
Udiyo Basuki, 2020, Merunut
Konstitusionalisme Hak Atas Pelayanan Kesehatan Sebagai Hak Asasi Manusia,
Caraka Justitia, Vol. 1, No. 1.
Wahyu Andrianto, Secarik
Catatan Untuk Undang-Undang Kesehatan, https://www.hukumonline.com/berita/a/secarik-catatan-untuk-undang-undang-kesehatan-lt64fe8593cfb16/?page=all,
Diakses pada tanggal 22 Januari 2024.
Zulfikri Tabrani, Undang-Undang
Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 Sah Berlaku, Ini Poin Pentingnya,https://dinkes.babelprov.go.id/content/undang-undang-kesehatan-nomor-17-tahun-2023-sah-berlaku-ini-poin-pentingnya,
Diakses Pada tanggal 20 Januari 2024.
Indonesia, Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan.
[1] Udiyo Basuki, Merunut
Konstitusionalisme Hak Atas Pelayanan Kesehatan Sebagai Hak Asasi Manusia, Caraka
Justitia, Vol. 1, No. 1, 2020, hlm 21-41.
[2] Abdurrahman Sayuti, Reformasi
Penegakan HAM di Indonesia, https://www.unja.ac.id/reformasi-penegakan-ham-di-indonesia/
, Diakses pada tanggal 22 Januari 2024.
[3] Fheriyal Sri Isriawaty, Tanggung
Jawab Negara Dalam Pemenuhan Hak Atas Kesehatan Masyarakat Berdasarkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Jurnal Ilmu Hukum
Legal Opinion, Edisi 2, Vol. 3, 2015, hlm 1-10.
[4] Wahyu Andrianto, Secarik
Catatan Untuk Undang-Undang Kesehatan, https://www.hukumonline.com/berita/a/secarik-catatan-untuk-undang-undang-kesehatan-lt64fe8593cfb16/?page=all,
Diakses pada tanggal 22 Januari 2024.
[5] Zulfikri Tabrani, Undang-Undang
Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 Sah Berlaku, Ini Poin Pentingnya,https://dinkes.babelprov.go.id/content/undang-undang-kesehatan-nomor-17-tahun-2023-sah-berlaku-ini-poin-pentingnya,
Diakses Pada tanggal 20 Januari 2024.
[6] Ibid.
[7] Alya Naura Tifania Ayu, Perubahan
Aspek Kefarmasian dalam Pengesahan UU No 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan,
Akankah Menguntungkan?, https://www.umm.ac.id/id/arsip-koran/memox/perubahan-aspek-kefarmasian-dalam-pengesahan-uu-no-17-tahun-2023-tentang-kesehatan-akankah-menguntungkan.html
, Diakses pada tanggal 21 Januari 2024.
Posting Komentar