- -->
A. Identitas
para pihak yang berpekara;
a. Penggugat
: Sahawan
b. Tergugat
I : I Ketut
Sanjaya, S.H.
c. Tergugat
II : Anak
Agung Ngurah Darmawan
d. Turut Tergugat I : I Ketut Budiada
e. Turut Tergugat II : Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional RI., Cq. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bali, Cq. Kepala Kantor Pertanahan Kota Denpasar, diwakili oleh I Ketut Gede Ary Sucaya, ST.,M.Sc., Kepala Kantor Pertanahan Kota Denpasar
B. Duduk
Perkara;
1) Bahwa pada tahun 2015 Tergugat II menawarkan kepada Penggugat sebidang tanah miliknya yang masih berbentuk SPPT SPPT No. 51.71.010.001.030.0030.0 An. I.G.N.Kt. Konolan dengan luas bidang I adalah 3.050m2 dan luas bidang II adalah 3.200 m2, terletak di Desa Pemogan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar Bali dan memberikan Silsilah Keluarga Besar Puri Ukiran dan juga silsilah I Gusti Ngurah Ketut Konolan, dan sepakat untuk mensertifikatkan tanah tersebut yang dalam prosesnya, Tergugat II beberapa kali meminta uang kepada Penggugat dengan total ± 5 Milyar.
2) Setahun
kemudian terungkap dua bidang tanah tersebut telah bersertifikat orang lain
atau telah menjadi milik orang lain, sehingga Penggugat meminta Tergugat II
AGAR uangnya dikembalikan tetapi tidak mendapat respon sehingga pada 2016 Penggugat
melaporkannya ke Polda Bali terkait dugaan penipuan. Atas laporan tersebut
kemudian Tergugat II mengakui perbuatannya dan menyatakan bertanggungjawab dan
meminta dilakukan perdamaian dan laporan Penggugat dapat dicabut.
3) Bahwa
Penggugat dan Tergugat II kemudian sepakat berdamai melalui musyawarh/mediasi,
dan Tergugat II memberikan dua bidang tanah dengan luas 280m2 dari tanah hak
milik No. 951 dengan luas 3.350 m2, dan sebidang tanah seluas 800m2 bagian dari
tanah hak milik No. 02711 seluas 1.900m2 yang kedua tanah tersebut terletak di
Desa Tegal Kertha, Denpasar Barat.
4) Dari
kesepakatan tersebut Penggugat dan Tergugat II menghadap Tergugat I I ketut
Sanjaya selaku Notaris untuk menyampaikan kesepakatan dan menuangkannya dalam
akta Perdamaian (Dading) No. 46 pada
Oktober 2016. Dengan konpensasi dua bidang tanah di atas, dengan total luas
1.080m2 termasuk fasilitas jalan. Atas dasar perdamaian tersebut kemudian
Penggugat mencabut laporan polisi sebelumnya dan telah dikeluarkan SP3.
5) Bahwa
tanah yang dijanjikan seluas 280m2 belum terealisasi dan Penggugat telah
menagihnya pada Tergugat II dan beralasan masih dalam proses pemecahan, adapun
biaya pemecahan tersebut memakai uang Penggugat. Sehingga terbit SHM No. 02884
atas nama Ni Gusti Sagung Okan. Seminggu kemudian Tergugat II menyampaikan bahwa
tanah di depan tanah yang diberikan tersebut telah terjual padahal ada bagian
Penggugat seluas 280m2 yang sudah dijadikan akses jalan menuju tanah Penggugat
di belakang.
6) Bahwa
pada 2020 terungkap bahwa Dading No. 46 telah Batal dengan Pembatalan No. =1=
tahun 2017, dan ada Perdamaian baru yaitu Dading No. =2= TAHUN 2017 yang isinya
merugikan Penggugat. Penggugat tidak pernah menghadap Notaris terkait
pembatalan Dading No. 46 maupun pembuatan Dading baru No. =2= dan hanya
menghadap bersama Tergugat II terkait perjanjian hutang piutang atas uang
dipinjam Tergugat II.
7) Bahwa
Penggugat menilai ada Cacat Kehendak dalam pembuatan akta pembatalan Dading No.
=1= dan pembuatan Dading baru No. =2= karena tidak pernah menandatanganinya
sehingga merugikan dirinya. Dengan tidak terpenuhinya syarat subjektif, maka
Penggugat memohon agar Pembatalan Dading dan Dading baru tersebut dibatalkan.
8) Bahwa
seluruh luas objek tanah Sertifikat Hak Milik Nomor 02884, yang luasnya1.145 M2
( Seribu Seratus Empat Puluh Lima Meter Persegi ) yang terletak di Desa Tegal
Kertha, Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar, Propinsi Bali, dibeli oleh
Turut Tergugat I (Developer). Saat ini oleh Turut Tergugat I sedang diajukan
proses peralihan hak/balik nama kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Denpasar
(Turut Tergugat II) berdasarkan putusan verstek ( Putusan Pengadilan Negeri
Denpasar No. 759/Pdt.G/2019/PN.Dps. tertanggal 29 Oktober 2019 ).
9) Bahwa
untuk mencegah Para Tergugat menghindar dari tanggungjawab atau mengalihkan hak
kepada pihak lain, Penggugat memohon agar diletakkan sita jaminan (Conservatoir Beslag) terhadap tanah Hak
Milik Nomor. 02884 yang masih proses pemecahan, dan agar perkara ini dapat
dijalankan lebih dahulu (Uitvoerbaarbij
Vorraad).
C. Petitum
Penggugat
1. Menerima dan mengabulkan
gugatan Pembatalan Akta Notaris Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan menurut hukum akta
nomor =01= tertanggal 02 desember 2017 (pembatalan) dan akta Nomor =02=
tetanggal 02 Desember 2017 (perdamaian (dading)
yang diterbitkan oleh Notaris I Ketut Sanjaya, SH. adalah Batal, tidak sah dan
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
3. Menyatakan AKTA nomor =46=
perdamaian ( dading ) Tertanggal 18 Oktober 2016 yang di terbitkan oleh Notaris
I Ketut Sanjaya, SH. adalah SAH dan mempunyai kekuatan hukum mengikat;
4. Menyatakan sah dan berharga
Sita Jaminan ( Conservatoir Beslag )
atas sebidang tanah Sertifikat Hak Milik No. 02884 a.n Ni Gusti Agung Oka (
Almarhum ) yang terletak di Desa Tegal Kertha, Kecamatan Denpasar Barat, Kota
Denpasar, Propinsi Bali dengan luas 1.145m2;
5. Menghukum Turut Tergugat I dan
Turut Tergugat II untuk tunduk dan patuh terhadap putusan ini;
6. Menyatakan putusan ini dapat
dijalankan lebih dahulu (uitvoerbaar bij voerraad) meskipun ada upaya hukum
verzet atau banding, kasasi atau upaya hukum lainnya;
7. Menghukum Para Tergugat untuk membayar seluruh biaya yang timbul karena perkara ini.
SUBSIDAIR ex aquo et bono.
D. Jawaban
1. Jawaban
Tergugat I dan Tergugat II
Dalam Eksepsi
1) Bahwa
dalam prinsipnya Tergugat I dan II Menolak seluruh dalil dalil Gugatan yang
diajukan oleh Penggugat.kecuali dalil dalil yang secara Tegas diakui
kebenarannya oleh Tergugat I;
2) Gugatan
Penggugat Kabur/Obscuur Libel. Bahwa
Penggugat tidak menjelaskan hubungan hukum antara Penggugat dengan Para
Tergugat I dan Tergugat II, serta para pihak dalam gugatan. Bahwa saudara
Junaidi yang berperan dalam meminta uang pengurusan sertifikat haruslah
diikutsertakan dalam gugatan.
3) Gugatan
Penggugat Kurang Pihak (Plurium Litis
Consortium). Bahwa Penggugat seharusnya mengikutsertakan Ni Gusti Sagung
Oka atau ahli warisnya yang memiliki tanah hak milik no. 951 yang dinilai masih
terdapat bagian Penggugat.
4) Dengan
demikian Gugatan Penggugat tidak memenuhi syarat formal Gugatan sehingga harus
dinyatakan ditolak atau setidaknya tidak dapat diterima.
Dalam Pokok Perkara Jawaban Tergugat I.
1) Bahwa
TERGUGAT I menolak dengan tegas seluruh dalil-dalil Gugatan PENGGUGAT, kecuali
mengenai hal-hal yang secara tegas diakui kebenarannya oleh TERGUGAT I tetap
pada dalil-dalil Jawaban ;
2) Bahwa
dalam Gugatan PENGGUGAT pada poin 1,2 dan 3 tidak perlu TERGUGAT I jawab karena
hal tersebut secara tegas TERGUGAT I tidak tau awal kejadian tersebut,dan tidak
mengetahui kebenarannya;
3) Bahwa
Tergugat I hanya mengetahui telah membuat Akta Perjanjian Hutang Piutang
berikut dengan Pemberian Jaminan tanpa mengetahui jumlah pinjamana sejumlah
kurang lebih Rp. 5 Milyar Rupiah.
4) Bahwa
dalam Poin 5 laporan Penggugat ke Polda Bali pada tanggal 02 Maret 2016 terkait
Penipuan dan pengelapan yang dimaksud pada waktu itu sebagai Terlapor adalah
Gung Gondrong,Made Puja,Junaidi dan Putu Wanten dan bukan TERGUGAT II,Dimana
TERGUGAT II dan TERGUGAT I hanya sebagai saksi;
5) Bahwa
telah terdapat pembatalan terhadap akta perdamaian no. 46 yang salinan resminya
telah diperlihatkan kepada Tergugat I. Dan atas laporan polisi di atas para
pihak sepakat berdamai sehingga dibuat akta perdamaian tahun 2017.
Dalam Pokok Perkara Jawaban Tergugat II
1) Bahwa
tidak benar Tergugat II menyuruh orang lain untuk meminta uang kepada
Penggugat, dan tidak benar Tergugat II telah mengambil uang sebesar Rp. 5
Milyar kepada Penggugat.
2) Bahwa
tidak benar dan terlalu mengada ada disebutkan bahwa Tergugat II diduga selaku dalang
penipuan dan penggelapan.
3 Bahwa
atas laporan tertanggal 04 April 2016 No TBL/131/IV/2016/SPKT POLDA Bali
Melaporkan terhadap Gung Gondrong, Made Puja, Junaidi dan Putu Wanten para
pihak sepakat untuk berdamai sehingga dibuatlah Akte Perdamaian ini tertanggal
02 Desember 2017;
4) Bahwa
kami mohon kepada majelis hakim dalam menerapkan atau mengunakan lembaga sita
jaminan ( conservatoir beslag ) harus
berpedoman pada SEMA No 05 tahun 1975, sangat jelas bahwa objek sita jaminan
yang dimohonkan oleh penggugat sangat lah tidak jelas, karena penggugat adalah
pihak yang tidak ada sangkut pautnya atau tidak ada dalam suatu penjanjian
antara penggugat dengan Ni Gusti Sagung Oka pemilik SHM 951,dan demi
menghindari terjadinya masalah peletakan sita jaminan dan selain dari pada itu
objek yang dimohonkan sita jaminan faktanya telah dimiliki oleh pemilik yang
sah dan hanya memberikan pasilitas jalan umum kepada penggugat,maka sudah
sepantasnya dan berdasarkan dengan hukum permohonan sita jaminan Penggugat
ditolak.
2. Jawaban
Turut Tergugat I
Dalam Eksepsi
1) Dasar
hukum Gugatan tidak jelas
2) Dasar
peristiwa atau fakta gugatan tidak jelas
3) Posita
gugatan saling bertentangan
4) Perihal
gugatan bertentangan dengan petitum
Dalam Pokok Perkara
a) Penggugat
memohon sita jaminan (Conservatoir
Beslag) tanpa menjelaskan secara terang mengenai persangkaan yang
beralasan.
b) Objek
sita jaminan tidak jelas
c) Nilai objek sita jaminan yang diajukan penggugat melampaui nilai gugatan
3. Jawaban
Turut Tergugat II
Dalam Eksepsi :
Bahwa Turut Tergugat II semata-mata hanya
melaksanakan tugas dan fungsi pencatatan berdasarkan ketentuan yang berlaku,
dan menolak secara tegas seluruh dalil penggugat yang diajukan kepada Turut
Tergugat II.
Dalam Pokok Perkara :
1) Bahwa
berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 759/Pdt.G/2019/PN.Dps
tanggal 29 Nopember 2019 yang telah berkekuatan hukum tetap oleh Turut Tergugat
II telah sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku yaitu dengan berpedoman
pada pasal 55 ayat (1) dan pasal 55 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sehingga peralihan hak atas obyek sengketa
tersebut tetap sah dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
2) Bahwa Turut Tergugat II menolaj dengan tegas
seluruh dalil gugatan Penggugat lainnya, karena tidak ada relevansinya dan
kebenarannya perlu dibuktikan oleh Penggugat.
E. Petitum
1. Petitum
Tergugat I dan Tergugat II
Dalam Eksepsi
1) Mengabulkan
dan menerima Eksepsi dari Tergugat I dan II;
2) Membatalkan
sertifikat Nomer 28/2017 tertanggal 29 Mei 2017 seluas 800 m2 dinyatakan cacat
hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat;
3) Membebankan
seluruh biaya perkara kepada Penggugat
Dalam Pokok Perkara
Tergugat I
1)Menolak
Gugatan Penggugat untuk seluruhnya atau setidaknya menyatakan tidak dapat
diterima;
2) Menghukum
Penggugat untuk membayar biaya perkara.
Dalam Pokok Perkara
Tergugat II
1) Menolak
Gugatan Penggugat untuk seluruhnya atau setidaknya menyatakan tidak dapat
diterima;
2) Menghukum
Penggugat untuk membayar biaya perkara;
Atau ex
aequo et bono.
2. Petitum
Turut Tergugat I
Dalam Eksepsi:
1) Menerima
dan mengabulkan Eksepsi Turut Tergugat I untuk seluruhnya;
2) Menolak
atau setidak-tidaknya tidak menerima Gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
Dalam Pokok Perkara:
1) Menolak
Gugatan Penggugat untuk seluruhnya atau setidak – tidaknya menyatakan Gugatan
Penggugat tidak dapat diterima.
2) Menolak
Permohonan Sita Jaminan (conservatoir
beslag) yang diajukan Penggugat.
3) Menghukum
Penggugat untuk membayar seluruh biaya yang timbul akibat adanya perkara ini.
Atau ex
aequo et bono.
3. Petitum
Turut Tergugat II
Dalam Eksepsi:
Menerima dan mengabulkan Eksepsi Turut
Tergugat II untuk seluruhnya.
Dalam Pokok Perkara
1) Menolak
gugatan Penggugat yang ditujukan kepada Turut Tergugat II untuk seluruhnya atau
dinyatakan tidak dapat diterima;
2) Menghukum
Penggugat untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini.
Atau ex
aequo et bono.
F. Pertimbangan
Hukum Hakim
Dalam Eksepsi
Bahwa eksepsi para
Tergugat dan para Turut Tergugat serta tanggapan Penggugat, maka Majelis Hakim
akan mempertimbangkan terlebih dahulu eksepsi Tergugat I dan II pada angka 1
dan eksepsi Turut Tergugat I pada angka 2 yaitu tentang gugatan tidak jelas (obscuur libel).
Bahwa pokok gugatan
Penggugat adalah mengenai pembatalan akta yaitu Akta Nomor 01 (Pembatalan) tertanggal
02 Desember 2017 dan Akta Nomor 02 (Perdamaian) tertanggal 02 Desember 2017 yang dibuat oleh Notaris I Ketut Sanjaya, SH.
(Tergugat I) yang didalam akta tersebut tercantum pihak-pihak yang membuat
kesepakatan yaitu: Anak Agung Ngurah Darmawan (Tergugat II) sebagai pihak
pertama dan Sahawan (Penggugat) sebagai pihak kedua;
Menimbang, bahwa sesuai
dalil posita gugatan Penggugat menyatakan telah memperoleh sebidang tanah
dengan luas 280m2 yang merupakan bagian dari tanah yang luas keseluruhannya ±
3.350m2 yang tercatat dalam sertifikat hak milik No. 951 atas nama Ni Gusti
Sagung Oka yang sekarang telah diganti dengan nama Ni Gusti Agung Oka (Almarhum)
dengan sertipikat hak milik No. 02884 yang luasnya sudah berubah pula menjadi
1.145m2, namun Penggugat telah kehilangan hak atas tanah tersebut dengan adanya
Akta Nomor 01 dan Akta Nomor 02 karena Penggugat tidak pernah membuat
kesepakatan dan menanda tangani kedua akta tersebut;
Bahwa dari dalil posita
gugatan tersebut, maka tujuan Penggugat membatalkan atau menyatakan tidak sah
Akta Pembatalan Nomor 01 dan Akta Perdamaian/Dading Nomor 02 adalah untuk
mendapatkan kembali hak atas tanah seluas 280m2 yang diperolehnya berdasarkan Akta
Perdamaian Nomor 46. Dalam petitum gugatannya Penggugat juga memohon sita
jaminan (Conservatoir Beslag ) atas
sebidang tanah Sertifikat Hak Milik No. 02884 a.n Ni Gusti Agung Oka (Almarhum)
luas 1.145m2 yang terletak di Desa Tegal Kertha, Kecamatan Denpasar Barat, Kota
Denpasar, Propinsi Bali, yang berdasarkan hasil pemeriksaan setempat ternyata
tanah seluas 280m2 yang diklaim oleh Penggugat adalah bagian dari tanah seluas
1.145 m2 tersebut, maka oleh karena itu tanah seluas 280m2 yang diklaim oleh
Penggugat haruslah ditegaskan sebagai tanah obyek sengketa;
Oleh karena tanah tersebut
tidak disebutkan secara tegas sebagai obyek sengketa, maka mengakibatkan
gugatan Penggugat tidak sempurna dan tidak jelas (obscuur libel), sehingga dengan demikian eksepsi Tergugat I dan II
pada angka 1 dan eksepsi Turut
Tergugat I pada angka 2 adalah beralasan dan karenanya dikabulkan. Maka materi
eksepsi yang lainnya tidak relefan untuk dipertimbangkan lagi.
Dalam Pokok Perkara
Bahwa karena eksepsi
Tergugat I dan II pada angka 1 dan eksepsi Turut Tergugat I pada angka 2
tentang gugatan Penggugat tidak jelas atau kabur (obscuur libel) adalah beralasan dan dikabulkan, maka materi pokok
perkara tidak perlu dipertimbangkan lagi. Gugatan Penggugat tidak sempurna dan tidak
jelas (obscuur libel), maka gugatan
Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima.
G. Amar
Putusan
Dalam Eksepsi :
Mengabulkan eksepsi
Tergugat I dan II serta Turut Tergugat I;
Dalam Pokok Perkara :
1) Menyatakan
gugatan Penggugat tidak dapat diterima;
2) Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara yang hingga kini ditetapkan sejumlah Rp2.345.000,00(dua juta tiga ratus empat puluh lima ribu rupiah);
H. Analisis
Menurut
Sudikno Mertokusumo, Putusan Hakim merupakan suatu pernyataan Hakim sebagai
pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu. Putusan tersebut dituangkan juga
dalam bentuk tertulis dan diucapkan di dalam persidangan yang terbuka untuk
umum untuk menyelesaikan sengketa antara para pihak yang berperkara.[1]
Putusan No. 1127/Pdt.G/2020/PN Dps merupakan putusan yang berkekuatan hukum
tetap dan mengikat bagi para pihak yang bersengketa. Dalam putusan tersebut, Hakim
dalam menyatakan bahwa gugatan Penggugat “tidak dapat diterima” karena obscuurlibel dengan alasan tidak
menguraikan dengan jelas objek sengketa. Dengan kata lain, Gugatan Penggugat
dalam putusan tersebut dapat dikategorikan sebagai cacat formil atau mengandung
cacat formil karena tidak memenuhi syarat jelas dan pasti (duidelijke en bepaalde conclusie) sesuai asas process doelmatigheid. Sehingga hakim dalam putusannya menyatakan
gugatan tidak dapat diterima atau niet
ontvankelijke.
Faktor-faktor yang
menyebabkan gugatan obscuur libel, yaitu
:[2]
1) Gugatan penggugat tidak jelas/kabur karena
terdapat ketidaksesuaian isi fakta hukum yang terjadi dengan tuntutan.
2) Dalil gugatan tidak disertai dasar hukum yang
jelas, atau ada dasar hukum tetapi tidak menjelaskan fakta kejadian atau
sebaliknya.
3) Objek yang disengketakan tidak jelas.
Termasuk di dalamnya tidak disebutkan mengenai letak lokasi, batas, ukuran, dan
luasnya, dan atau tidak ditemukan objek sengketa.
4) Penggabungan dua atau lebih gugatan yang
berdiri sendiri. Asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan membolehkan
adanya penggabungan beberapa pihak sebagai pihak tergugat. Meski demikian,
perlu dipahami bahwa penggabungan boleh dilakukan jika terdapat hubungan erat
dan mendasar agar penggabungan yang dilakukan tidak bertentangan dengan tertib
beracara.
5)
Petitum gugatan tidak jelas dan tidak
rinci, hanya berupa ex aquo et bono dan
tidak dituliskan secara rinci, atau terdapat kontradiksi antara posita dan
petitum.[3]
6)
Gugatan terdapat unsur nebis in idem.[4]
Salah satu syarat formil
yang harus terpenuhi dalam surat gugatan adalah gugatan harus jelas dan tegas. Jika
dikaitkan dengan putusan No. 1127/Pdt.G/2020/PN Dps, bahwa Hakim menyatakan
Penggugat selain menjelaskan mengenai objek sengketa Akta Pembatalan No. 1 dan
Akta Perdamaian No. 2, yang dibuat tanpa sepengetahuan Penggugat dan diduga
menggunakan cara-cara yang tidak benar/siasat buruk/tipuan didalam pembuatannya
karena tidak pernah membuat kesepakatan dan menandatangani kedua akta tersebut.
Selain itu isinya sangat merugikan kepentingan Penggugat.
Majelis hakim berpendapat bahwa seharusnya Penggugat
juga menjelaskan secara jelas dan tegas mengenai sebidang tanah yang dimohonkan
sita jaminan (conservatoir beslag)
ditegaskan pula sebagai objek sengketa. Tanah yang dimaksud yakni sebidang tanah dengan luas 280m2 yang
merupakan bagian dari tanah yang luas keseluruhannya ± 3.350m2 yang tercatat
dalam sertifikat hak milik No. 951 atas nama Ni Gusti Sagung Oka yang sekarang
telah diganti dengan nama Ni Gusti Agung Oka (Almarhum) dengan sertipikat hak
milik No. 02884 yang luasnya sudah berubah pula menjadi 1.145m2.
Pertanyaan yang timbul
kemudian adalah apakah pertimbangan tersebut dapat dijadikan sebagai alasan
atau dasar hukum gugatan tidak dapat diterima? Mengenai ketentuan dalam sita
jaminan atau Conservatoir Beslag diatur
dalam Pasal 227 ayat (1) HIR, menentukan bahwa :
“Jika
ada persangkaan yang beralasan, bahwa seorang yang berhutang, selagi belum
dijatuhkan keputusan atasnya atau selagi putusan yang mengalahkannya belum
dapat dijalankan, mencari akal akan menggelapkan atau membawa barangnya baik
yang tidak tetap maupun yang tetap dengan maksud akan menjauhkan barang itu
dari penagih hutang, maka atas surat permintaan orang yang berkepentingan ketua
pengadilan negeri dapat memberi perintah, supaya disita barang itu untuk
menjaga hak orang yang memasukkan permintaan itu, dan kepada peminta harus
diberitahukan akan menghadap persidangan, pengadilan negeri yang pertama
sesudah itu untuk memajukan dan menguatkan gugatannya”.
Berdasarkan SEMA RI No. 5
Tahun 1975 Tanggal 09 Desember 1975, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
penanganan sita jaminan yaitu sebagai berikut :
a)
Barang yang disita nilainya tidak
melampaui nilai gugat;
b)
Barang yang disita didahulukan benda yang
bergerak, jika tidak mencukupi baru benda yang tidak bergerak;
c)
Barang yang disita tetap dalam
penguasaan/pemeliharaan si tersita;
d)
Apabila yang disita adalah sebidang tanah,
dengan atau tanpa rumah, maka berita acara penyitaan harus didaftarkan dengan memperhatikan
ketentuan dalam Pasal 227 (3) jo pasal 198 dan 199 HIR/213 dan 214 RBg. Dalam
hal tanah yang disita sudah bersertifikat, maka penyitaan harus didaftarkan di
Badan Pertanahan Nasional. Apabila belum terdaftar/belum bersertifikat,
penyitaan harus didaftarkan di Kelurahan.
Dalam gugatannya,
Penggugat memohonkan sita jaminan atas sebidang tanah dengan luas 280m2, dengan
alasan agar gugatannya tidak sia-sia dan untuk mencegah Para Tergugat
menghindar dari tanggungjawab gugatan atau mengalihkan hak kepada pihak lain. Berdasarkan
Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 2 Tahun 1962 tertanggal
25 April 1962 jo Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum
dan Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI dikatakan bahwa: “Apabila
yang disita adalah tanah, maka harus dilihat dengan seksama bahwa tanah
tersebut adalah milik tergugat, luas serta batas-batasnya harus disebutkan
dengan jelas….”
Dari fakta persidangan
diketahui bahwa pihak yang tercatat dalam sertifikat hak milik No. 951 atas
nama Ni Gusti Sagung Oka yang sekarang telah diganti dengan nama Ni Gusti Agung
Oka (Almarhum) dengan sertipikat hak milik No. 02884 yang luasnya sudah berubah
pula menjadi 1.145m2 dan diketahui telah dilakukan peralihan/pemindahan menjadi
atas nama I Ketut Budiada atau Turut Tergugat I. Dalam gugatannya, Penggugat tidak menjelaskan
secara jelas dan rinci mengenai batas-batas tanah, dan hanya mencantumkan luas
tanah. Mengenai hal ini, merujuk pada yurisprudensi putusan MA Nomor
1140K/SIP/1975, dan Putusan MA Nomor 1559 K/Pdt/1983, yang pada pokoknya menerangkan bahwa :[5]
"Surat
gugatan yang tidak menyebut dengan jelas luas tanah dan batas-batas objek
sengketa, tidak berakibat gugatan kabur dan tidak dapat diterima sepanjang
telah menyebutkan nomor sertifikat" atau dengan perkataan lain:
"Surat gugatan yang hanya menyebutkan nomor sertifikat dianggap menjelaskan
secara terang dan jelas mengenai letak batas dan luas tanah tersebut, sehingga
tidak berakibat gugatan kabur dan tidak dapat diterima."
Mengenai hal ini, perlu
dipertimbangan asas-asas sebagai berikut :[6]
a) Asas
"noscitur a sociis"
menyatakan bahwa suatu istilah kata/istilah harus dikaitkan dengan
rangkaiannya, sehingga penyebutan kata "nomor sertifikat" harus
dibaca sebagai satu kesatuan.
b) Asas
"ejusdem generis" suatu
kata/istilah dibatasi secara khusus dalam kelompoknya, bahwa "nomor
sertifikat" itu adalah nomor sertifikat tanah, bukan sertifikat lain-lain
yang bukan untuk tanah.
c) Asas
expressio unius exlusio alterius, bahwa
jika suatu konsep digunakan untuk satu hal, maka ia tidak berlaku untuk hal
lain.
Penggunaan kata-kata
"nomor sertifikat" yang diikuti dengan kode tertentu, memiliki arti bahwa
hanya ada satu persil tanah saja yang mengacu pada nomor tersebut, dan tidak
ada persil tanah lain dengan kode yang sama. Dalam sertifikat itu dapat diketahui
rincian panjang, lebar, dan batas-batasnya, sehingga jika nomor sertifikat
sudah disebutkan maka pengadilan
menganggap sudah cukup jelas deskripsi tentang suatu objek sengketa, tanpa
perlu lagi disebutkan secara eksplisit di dalam surat gugatan.[7]
Kemudian mengenai nilai
sita jaminan, bahwa sita jaminan atas harta kekayaan tergugat dalam sengketa
hak milik atas benda tidak bergerak hanya diperbolehkan dan terbatas pada objek
yang diperkarakan, dan tidak boleh melebihi objek tersebut.[8]
Berdasarkan ketentuan Angka 1 huruf d SEMA Nomor 05 Tahun 1975 perihal Sita
Jaminan (conservatoir beslag), ditentukan
bahwa dalam pelaksanaan Sita Jaminan agar benda-benda yang disita nilainya
diperkirakan tidak jauh melebihi nilai gugatan atau nilai uang atas objek yang
disengketakan, sehingga nilainya setara dengan yang digugat.[9]
Jika memperhatikan eksepsi yang diajukan oleh Tergugat I, dikatakan bahwa
kerugian yang didalilkan diderita oleh Penggugat sesuai posita gugatan mengenai
kerugian berupa kehilangan hak memiliki tanah seluas 280 M2. Akan tetapi
Penggugat justru memohonkan diletakkan sita jaminan (Conservatoir Beslag) adalah atas tanah milik Turut Tergugat I seluas
1.145 M2. Luas dan nilai objek sita jaminan sangat melampaui jauh dari dalil kerugian
yang diderita Penggugat. Dengan demikian, sita jaminan yang domohonkan oleh Penggugat
tidak dapat dilaksanakan karena melebihi luas dan nilai objek sita jaminan.
Yang menjadi persoalan kemudian
adalah pertimbangan Majelis Hakim sebagaimana Pertimbangan Hukum dalam putusan pada
halaman 34, yang menyatakan tidak ditegaskannya tanah seluas 280m2 yang
termasuk dalam bagian bidang tanah dengan sertipikat hak milik No. 02884
sebagai objek sengketa. Bahwa objek sengketa berupa pembatalan Akta Pembatalan
No. 1 dan Akta Perdamaian No. 2, yang isi dari kedua akta tersebut sangat
merugikan Pihak Penggugat karena kehilangan hak memiliki atas tanah seluas 280
M2 yang sudah diperolehnya di dalam Akta Perdamain (Dading) No. 46 sebagai
kompensasi oleh Tergugat II.
Jika dikaitkan dengan asas
process doelmatigheid, bahwa atas
dasar demi kepentingan beracara pokok-pokok gugatan disertai kesimpulan yang
jelas dan tertentu (een duidelijk en
bepaalde conclusie). Dengan dasar tersebut Majelis Hakim seharusnya dapat
mengembangkan atau setidaknya dapat menilai bahwa objek sengketa yang diajukan
gugatan juga termasuk tanah yang dijadikan jaminan dalam Akta Perdamaian No 46.
Karena tanah tersebut sebagai kompensasi dalam Akta Perdamaian No 46, dengan
kata lain merupakan bagian dari dasar alasan permohonan pembatalan objek
sengketa akta. Sebagaimana dalam pertimbangannya, Hakim menyatakan bahwa dari
dalil posita gugata maka tujuan gugatan pembatalan Akta Pembatalan No. 1 dan
Akta Perdamaian No. 2 adalah untuk mendapatkan kembali hak atas tanah seluas
280m2 yang diperoleh melalui Akta Perdamaian No. 46. Sehingga penggugat tidak
perlu mempertegas kembali sebagai objek sengketa, karena kedudukan tanah
tersebut adalah sebagai kompensasi dan jaminan hutang oleh Tergugat II pada
Penggugat.
Berdasarkan uraian
tersebut, maka keputusan hakim dalam pertimbangannya menyatakan gugatan tidak
dapat diterima disebabkan tidak jelas dan tegasnya objek sengketa tanah seluas 280m2
adalah keliru. Majelis Hakim seharusnya mempertimbangkan mengenai tidak
terpenuhinya syarat dilakukannya sita jaminan dikarenakan objek sita jaminan
melebihi nilai gugatan. Sehingga majelis hakim hanya perlu menyatakan menerima
atau menolak petitum gugatan mengenai sita jaminan.
Dengan demikian
permasalahan yang tersisa hanya mengenai objek gugatan yakni pembatalan akta
Akta Pembatalan No. 1 dan Akta Perdamaian No. 2. Penggugat menyatakan bahwa
kedua akta tersebut merugikan kepentingannya karena dibuat tanpa
sepengetahuannya dan diduga menggunakan cara-cara yang tidak benar/siasat buruk/tipuan
karena Penggugat merasa tidak pernah membuat kesepakatan dan menandatangani
kedua akta tersebut. Untuk dapat menilai layak atau tidaknya keputusan
pembatalan tersebut, maka perlu dipertimbangkan melalui proses pemeriksaan di
persidangan mengenai syarat sah diterbitkannya akta terkait. Tentunya
didasarkan pada alat-alat bukti surat, keterangan para saksi dan/atau alat
bukti lain yang membuat terang perkara yang diperiksa.
Penilaian terhadap suatu
putusan telah sesuai atau tidak dengan ketentuan perundang-undangan dan
asas-asas hukum yang berlaku, maka perlu diuraikan dengan dasar alasan sebagai berikut :[10]
1)
Putusan harus memuat dasar alasan yang jelas dan rinci dalam
pertimbangannya terhadap dalil-dalil Penggugat dan Para Tergugat. Dalam
pertimbangan hakim pada Putusan No. 1127/Pdt.G/2020/PN
Dps, hakim
menyatakan bahwa gugatan Penggugat “tidak dapat diterima” karena tidak
sempurna. Pertimbangan hakim hanya menilai mengenai syarat formil dan materil
gugatan, yang dalam putusan tersebut dinyatakan bahwa objek sengketa tidak
diuraikan secara jelas oleh penggugat atau obscuurlibel.
Sehingga dalam pertimbangannya, hakim tidak menguraikan atau tidak
mempertimbangkan lebih lanjut dalil-dalil dalam petitum gugatan.
2)
Telah mengadili seluruh bagian gugatan. Seluruh bagian gugatan adalah juga
termasuk di dalamnya mengenai terpenuhinya syarat formil dan materil dari suatu
gugatan untuk dapat diterima untuk kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap
dalil-dalilnya pada sidang pembuktian.
3)
Hakim harus mempertimbangkan secara yuridis terhadap segala aspek
menyangkut semua fakta/hal-hal yang terbukti dalam persidangan. Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek paling penting dalam
mewujudkan nilai putusan hakim yang di dalamnya mengandung nilai keadilan,
kepastian hukum, serta kebermanfaatan hukum terutama bagi para pihak yang
bersengketa. Oleh karena itu pertimbangan hakim harus disusun dengan teliti,
baik, dan cermat.[11] Dalam Putusan No. 1127/Pdt.G/2020/PN Dps, Majelis hakim telah keliru dalam
mempertimbangkan mengenai
objek sengketa dalam gugatan , dan menyatakan bahwa gugatan Penggugat obscuurlibel dan tidak dapat diterima.
4)
Hakim tidak mengabulkan melebihi tuntutan, sebagaimana Asas ultra petitum partium yang diatur dalam
Pasal 178 ayat (3) HIR) dan Pasal 189 ayat (3) RBg. Yahya Harahap menjelaskan
bahwa hakim telah melampaui batas wewenangnya (ultra vires) atau beyond the
powers of his authority apabila mengabulkan melebihi dari posita ataupun
petitum gugatan yang dimohonkan penggugat. Sekalipun dilakukan dengan itikad
baik, tindakan tersebut adalah tidak sah (ilegal)
karena melanggar prinsip ultra petitum yang pada prinsipnya sama
dengan melanggar prinsip rule of law.[12]
5)
Putusan telah diucapkan dalam persidangan terbuka untuk umum.
Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 13 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman, bahwa
Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan
dalam sidang terbuka untuk umum. Putusan No.
1127/Pdt.G/2020/PN Dps diputuskan dalam sidang permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Denpasar, dan diucapkan dalam persidangan terbuka untuk umum pada hari
Rabu, tanggal 14 Juli 2021.
Berdasarkan uraian
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa putusan tersebut belum sesuai dengan asas
hukum yang berlaku. Karena hakim keliru mempertimbangkan secara yuridis
terhadap objek sita jaminan yang dimohonkan penggugat dalam petitum gugatannya
yang dinilai sebagai objek sengketa. Selain itu hakim tidak menguraikan secara
jelas pertimbangan mengenai terpenuhi atau tidaknya ketentuan sita jaminan yang
dimohonkan. Meski demikian, adalah wajar bagi seorang hakim keliru dalam mempertimbangkan
suatu persoalan dalam perkara atau sengketa. Karena keliru dan tidaknya seorang
hakim dalam memutuskan sebuah perkara merupakan suatu penilaian yang bersifat
subjektif.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku
Arto Mukti, 2004, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan
Agama, Cet.V, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Jurnal/Artikel
Ardiansyah,
dkk., 2021, Analisis Normatif Tentang
Hasil Sidang Pemeriksaan Setempat Menjadi Dasar Tidak Diterimanya Gugatan
Kajian Putusan Pengadilan Negeri Balikpapan Nomor 236/Pdt.G/2019/PN.BPP, Jurnal
De Jure, Vol. 13, No. 2.
Asri Sarif, 2022, Akibat Hukum Penyimpangan Asas Ultra Petitum
Partium Dalam Putusan Akta Perdamaian, Delarev, Vol. 1, No. 3.
Lukman,
2013, Tinjauan Hukum Putusan Perkara
Perdata No.18/PDT.G/2011.PARIGI Tentang Penyelesaian Sengketa Piutang Dengan
Jaminan Pohon Cengkeh, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Edisi 2, Vol. 1.
Mhd. Teguh Syhada Lubis,
2019, Pelaksanaan Sita Jaminan Terhadap
Objek Sengketa Yang Berada Di Tangan Pihak Ketiga Dalam Penanganan Perkara
Perdata, Jurnal De Lega Lata, Vol. 4, No. 1.
Internet, dan
lainnya
Karakterisasi
Yurisprudensi No : 1140K/SIP/1975, Anotasi oleh Imelda Martinelli, Ketiadaan Rincian Objek Sengketa Tidak
Mengakibatkan Gugatan Kabur Dan Tidak Dapat Diterima, https://karakterisasi.komisiyudisial.go.id/?view=t5nsyMraxMLmx9%2Fn2uDj18bg0g%3D%3D&id=pG2r
diakses pada tanggal 20 Januari 2024.
https://www.hukumonline.com/berita/a/mengenal-cacat-hukum-lt62a329138bae7/?page=all
Diakses pada 19 Januari 2024.
Surat
Edaran Mahkamah Agung Nomor 05 Tahun 1975 Perihal Sita Jaminan (conservatoir beslag).
[1] Lukman, Tinjauan Hukum Putusan Perkara Perdata
No.18/PDT.G/2011.PARIGI Tentang Penyelesaian Sengketa Piutang Dengan Jaminan
Pohon Cengkeh, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Edisi 2, Vol. 1, 2013.
[2] https://www.hukumonline.com/berita/a/mengenal-cacat-hukum-lt62a329138bae7/?page=all
Diakses pada 19 Januari 2024.
[3] Ardiansyah, Sapto
Hadi Pamungkas, Mohammad Taufik, Analisis
Normatif Tentang Hasil Sidang Pemeriksaan Setempat Menjadi Dasar Tidak
Diterimanya Gugatan Kajian Putusan Pengadilan Negeri Balikpapan Nomor
236/Pdt.G/2019/PN.BPP, Jurnal De Jure, Vol. 13, No. 2, 2021, hlm 92-111.
[4] Ibid.
[5] Karakterisasi
Yurisprudensi No : 1140K/SIP/1975, Anotasi oleh Imelda Martinelli, Ketiadaan Rincian Objek Sengketa Tidak
Mengakibatkan Gugatan Kabur Dan Tidak Dapat Diterima, https://karakterisasi.komisiyudisial.go.id/?view=t5nsyMraxMLmx9%2Fn2uDj18bg0g%3D%3D&id=pG2r
diakses pada tanggal 20 Januari 2024
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Mhd. Teguh Syhada Lubis, Pelaksanaan
Sita Jaminan Terhadap Objek Sengketa Yang Berada Di Tangan Pihak Ketiga Dalam
Penanganan Perkara Perdata, Jurnal De Lega Lata, Vol. 4, No. 1, 2019, hlm
42-53.
[9] Surat Edaran
Mahkamah Agung Nomor 05 Tahun 1975 Perihal Sita Jaminan (conservatoir beslag).
[10] Mukti Arto, Praktek Perkara
Perdata pada Pengadilan Agama, Cet.V, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004,
hlm 141.
[11] Ibid.
[12] Asri Sarif, Akibat Hukum
Penyimpangan Asas Ultra Petitum Partium Dalam Putusan Akta Perdamaian, Delarev,
Vol. 1, No. 3, 2022, hlm 325-332.
Posting Komentar