- -->
NhuwqF8Gr3wCNrhjjrVDE5IVAMcbVyYzY2IKGw4q

Laporkan Penyalahgunaan

Cari Blog Ini

RANDOM / BY LABEL (Style 4)

label: 'random', num: 4, showComment: true, showLabel: true, showSnippet: true, showTime: true, showText: 'Show All'

Halaman

Bookmark
Baru Diposting

Panduan Menjadi Advokat di Indonesia - karya Hukum

Halo Sobat Karya Hukum Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Semoga Sobat Justitia selalu sehat di manapun berada. Hari ini, saya akan meny…

Contoh Analisis Putusan studi Perkara No 1127/Pdt.G/2020/PN Dps tentang Sengketa Pembatalan Akta Perdamaian- karyahukum

A.    Identitas para pihak yang berpekara;

a.       Penggugat             : Sahawan

b.      Tergugat I              : I Ketut Sanjaya, S.H.

c.       Tergugat II            : Anak Agung Ngurah Darmawan

d.      Turut Tergugat I     : I Ketut Budiada

  e. Turut Tergugat II : Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional RI., Cq. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bali, Cq. Kepala Kantor Pertanahan Kota Denpasar, diwakili oleh I Ketut Gede Ary Sucaya, ST.,M.Sc., Kepala Kantor Pertanahan Kota Denpasar

B. Duduk Perkara;

1) Bahwa pada tahun 2015 Tergugat II menawarkan kepada Penggugat sebidang tanah miliknya yang masih berbentuk SPPT  SPPT No. 51.71.010.001.030.0030.0 An. I.G.N.Kt. Konolan dengan luas bidang I adalah 3.050m2 dan luas bidang II adalah 3.200 m2, terletak di Desa Pemogan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar Bali dan memberikan Silsilah Keluarga Besar Puri Ukiran dan juga silsilah I Gusti Ngurah Ketut Konolan, dan sepakat untuk mensertifikatkan tanah tersebut yang dalam prosesnya, Tergugat II beberapa kali meminta uang kepada Penggugat dengan total ± 5 Milyar.

2)  Setahun kemudian terungkap dua bidang tanah tersebut telah bersertifikat orang lain atau telah menjadi milik orang lain, sehingga Penggugat meminta Tergugat II AGAR uangnya dikembalikan tetapi tidak mendapat respon sehingga pada 2016 Penggugat melaporkannya ke Polda Bali terkait dugaan penipuan. Atas laporan tersebut kemudian Tergugat II mengakui perbuatannya dan menyatakan bertanggungjawab dan meminta dilakukan perdamaian dan laporan Penggugat dapat dicabut.

3) Bahwa Penggugat dan Tergugat II kemudian sepakat berdamai melalui musyawarh/mediasi, dan Tergugat II memberikan dua bidang tanah dengan luas 280m2 dari tanah hak milik No. 951 dengan luas 3.350 m2, dan sebidang tanah seluas 800m2 bagian dari tanah hak milik No. 02711 seluas 1.900m2 yang kedua tanah tersebut terletak di Desa Tegal Kertha, Denpasar Barat.

4)  Dari kesepakatan tersebut Penggugat dan Tergugat II menghadap Tergugat I I ketut Sanjaya selaku Notaris untuk menyampaikan kesepakatan dan menuangkannya dalam akta Perdamaian (Dading) No. 46 pada Oktober 2016. Dengan konpensasi dua bidang tanah di atas, dengan total luas 1.080m2 termasuk fasilitas jalan. Atas dasar perdamaian tersebut kemudian Penggugat mencabut laporan polisi sebelumnya dan telah dikeluarkan SP3.

5)  Bahwa tanah yang dijanjikan seluas 280m2 belum terealisasi dan Penggugat telah menagihnya pada Tergugat II dan beralasan masih dalam proses pemecahan, adapun biaya pemecahan tersebut memakai uang Penggugat. Sehingga terbit SHM No. 02884 atas nama Ni Gusti Sagung Okan. Seminggu kemudian Tergugat II menyampaikan bahwa tanah di depan tanah yang diberikan tersebut telah terjual padahal ada bagian Penggugat seluas 280m2 yang sudah dijadikan akses jalan menuju tanah Penggugat di belakang.

6) Bahwa pada 2020 terungkap bahwa Dading No. 46 telah Batal dengan Pembatalan No. =1= tahun 2017, dan ada Perdamaian baru yaitu Dading No. =2= TAHUN 2017 yang isinya merugikan Penggugat. Penggugat tidak pernah menghadap Notaris terkait pembatalan Dading No. 46 maupun pembuatan Dading baru No. =2= dan hanya menghadap bersama Tergugat II terkait perjanjian hutang piutang atas uang dipinjam Tergugat II.

7) Bahwa Penggugat menilai ada Cacat Kehendak dalam pembuatan akta pembatalan Dading No. =1= dan pembuatan Dading baru No. =2= karena tidak pernah menandatanganinya sehingga merugikan dirinya. Dengan tidak terpenuhinya syarat subjektif, maka Penggugat memohon agar Pembatalan Dading dan Dading baru tersebut dibatalkan.

8) Bahwa seluruh luas objek tanah Sertifikat Hak Milik Nomor 02884, yang luasnya1.145 M2 ( Seribu Seratus Empat Puluh Lima Meter Persegi ) yang terletak di Desa Tegal Kertha, Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar, Propinsi Bali, dibeli oleh Turut Tergugat I (Developer). Saat ini oleh Turut Tergugat I sedang diajukan proses peralihan hak/balik nama kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Denpasar (Turut Tergugat II) berdasarkan putusan verstek ( Putusan Pengadilan Negeri Denpasar No. 759/Pdt.G/2019/PN.Dps. tertanggal 29 Oktober 2019 ).

9)  Bahwa untuk mencegah Para Tergugat menghindar dari tanggungjawab atau mengalihkan hak kepada pihak lain, Penggugat memohon agar diletakkan sita jaminan (Conservatoir Beslag) terhadap tanah Hak Milik Nomor. 02884 yang masih proses pemecahan, dan agar perkara ini dapat dijalankan lebih dahulu (Uitvoerbaarbij Vorraad).

C.     Petitum Penggugat

1.   Menerima dan mengabulkan gugatan Pembatalan Akta Notaris Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menyatakan menurut hukum akta nomor =01= tertanggal 02 desember 2017 (pembatalan) dan akta Nomor =02= tetanggal 02 Desember 2017 (perdamaian (dading) yang diterbitkan oleh Notaris I Ketut Sanjaya, SH. adalah Batal, tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

3. Menyatakan AKTA nomor =46= perdamaian ( dading ) Tertanggal 18 Oktober 2016 yang di terbitkan oleh Notaris I Ketut Sanjaya, SH. adalah SAH dan mempunyai kekuatan hukum mengikat;

4.  Menyatakan sah dan berharga Sita Jaminan ( Conservatoir Beslag ) atas sebidang tanah Sertifikat Hak Milik No. 02884 a.n Ni Gusti Agung Oka ( Almarhum ) yang terletak di Desa Tegal Kertha, Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar, Propinsi Bali dengan luas 1.145m2;

5.    Menghukum Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II untuk tunduk dan patuh terhadap putusan ini;

6. Menyatakan putusan ini dapat dijalankan lebih dahulu (uitvoerbaar bij voerraad) meskipun ada upaya hukum verzet atau banding, kasasi atau upaya hukum lainnya;

7. Menghukum Para Tergugat untuk membayar seluruh biaya yang timbul karena perkara ini. 

SUBSIDAIR ex aquo et bono.

 

D.    Jawaban

1.      Jawaban Tergugat I dan Tergugat II

Dalam Eksepsi

1)  Bahwa dalam prinsipnya Tergugat I dan II Menolak seluruh dalil dalil Gugatan yang diajukan oleh Penggugat.kecuali dalil dalil yang secara Tegas diakui kebenarannya oleh Tergugat I;

2) Gugatan Penggugat Kabur/Obscuur Libel. Bahwa Penggugat tidak menjelaskan hubungan hukum antara Penggugat dengan Para Tergugat I dan Tergugat II, serta para pihak dalam gugatan. Bahwa saudara Junaidi yang berperan dalam meminta uang pengurusan sertifikat haruslah diikutsertakan dalam gugatan.

3)  Gugatan Penggugat Kurang Pihak (Plurium Litis Consortium). Bahwa Penggugat seharusnya mengikutsertakan Ni Gusti Sagung Oka atau ahli warisnya yang memiliki tanah hak milik no. 951 yang dinilai masih terdapat bagian Penggugat.

4) Dengan demikian Gugatan Penggugat tidak memenuhi syarat formal Gugatan sehingga harus dinyatakan ditolak atau setidaknya tidak dapat diterima.

 

Dalam Pokok Perkara Jawaban Tergugat I.

1) Bahwa TERGUGAT I menolak dengan tegas seluruh dalil-dalil Gugatan PENGGUGAT, kecuali mengenai hal-hal yang secara tegas diakui kebenarannya oleh TERGUGAT I tetap pada dalil-dalil Jawaban ;

2)  Bahwa dalam Gugatan PENGGUGAT pada poin 1,2 dan 3 tidak perlu TERGUGAT I jawab karena hal tersebut secara tegas TERGUGAT I tidak tau awal kejadian tersebut,dan tidak mengetahui kebenarannya;

3) Bahwa Tergugat I hanya mengetahui telah membuat Akta Perjanjian Hutang Piutang berikut dengan Pemberian Jaminan tanpa mengetahui jumlah pinjamana sejumlah kurang lebih Rp. 5 Milyar Rupiah.

4)   Bahwa dalam Poin 5 laporan Penggugat ke Polda Bali pada tanggal 02 Maret 2016 terkait Penipuan dan pengelapan yang dimaksud pada waktu itu sebagai Terlapor adalah Gung Gondrong,Made Puja,Junaidi dan Putu Wanten dan bukan TERGUGAT II,Dimana TERGUGAT II dan TERGUGAT I hanya sebagai saksi;

5) Bahwa telah terdapat pembatalan terhadap akta perdamaian no. 46 yang salinan resminya telah diperlihatkan kepada Tergugat I. Dan atas laporan polisi di atas para pihak sepakat berdamai sehingga dibuat akta perdamaian tahun 2017.

 

Dalam Pokok Perkara Jawaban Tergugat II

1) Bahwa tidak benar Tergugat II menyuruh orang lain untuk meminta uang kepada Penggugat, dan tidak benar Tergugat II telah mengambil uang sebesar Rp. 5 Milyar kepada Penggugat.

2) Bahwa tidak benar dan terlalu mengada ada disebutkan bahwa Tergugat II diduga selaku dalang penipuan dan penggelapan.

Bahwa atas laporan tertanggal 04 April 2016 No TBL/131/IV/2016/SPKT POLDA Bali Melaporkan terhadap Gung Gondrong, Made Puja, Junaidi dan Putu Wanten para pihak sepakat untuk berdamai sehingga dibuatlah Akte Perdamaian ini tertanggal 02 Desember 2017;

4)      Bahwa kami mohon kepada majelis hakim dalam menerapkan atau mengunakan lembaga sita jaminan ( conservatoir beslag ) harus berpedoman pada SEMA No 05 tahun 1975, sangat jelas bahwa objek sita jaminan yang dimohonkan oleh penggugat sangat lah tidak jelas, karena penggugat adalah pihak yang tidak ada sangkut pautnya atau tidak ada dalam suatu penjanjian antara penggugat dengan Ni Gusti Sagung Oka pemilik SHM 951,dan demi menghindari terjadinya masalah peletakan sita jaminan dan selain dari pada itu objek yang dimohonkan sita jaminan faktanya telah dimiliki oleh pemilik yang sah dan hanya memberikan pasilitas jalan umum kepada penggugat,maka sudah sepantasnya dan berdasarkan dengan hukum permohonan sita jaminan Penggugat ditolak.

2.   Jawaban Turut Tergugat I

Dalam Eksepsi

1)      Dasar hukum Gugatan tidak jelas

2)      Dasar peristiwa atau fakta gugatan tidak jelas

3)      Posita gugatan saling bertentangan

4)      Perihal gugatan bertentangan dengan petitum

Dalam Pokok Perkara

a) Penggugat memohon sita jaminan (Conservatoir Beslag) tanpa menjelaskan secara terang mengenai persangkaan yang beralasan.

b)   Objek sita jaminan tidak jelas

c) Nilai objek sita jaminan yang diajukan penggugat melampaui nilai gugatan

3.      Jawaban Turut Tergugat II

Dalam Eksepsi :

Bahwa Turut Tergugat II semata-mata hanya melaksanakan tugas dan fungsi pencatatan berdasarkan ketentuan yang berlaku, dan menolak secara tegas seluruh dalil penggugat yang diajukan kepada Turut Tergugat II.

Dalam Pokok Perkara :

1)      Bahwa berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 759/Pdt.G/2019/PN.Dps tanggal 29 Nopember 2019 yang telah berkekuatan hukum tetap oleh Turut Tergugat II telah sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku yaitu dengan berpedoman pada pasal 55 ayat (1) dan pasal 55 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sehingga peralihan hak atas obyek sengketa tersebut tetap sah dan mempunyai kekuatan hukum tetap.

2)      Bahwa  Turut Tergugat II menolaj dengan tegas seluruh dalil gugatan Penggugat lainnya, karena tidak ada relevansinya dan kebenarannya perlu dibuktikan oleh Penggugat.

E.     Petitum

1.      Petitum Tergugat I dan Tergugat II

Dalam Eksepsi

1)      Mengabulkan dan menerima Eksepsi dari Tergugat I dan II;

2)      Membatalkan sertifikat Nomer 28/2017 tertanggal 29 Mei 2017 seluas 800 m2 dinyatakan cacat hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat;

3)      Membebankan seluruh biaya perkara kepada Penggugat

Dalam Pokok Perkara Tergugat I

1)Menolak Gugatan Penggugat untuk seluruhnya atau setidaknya menyatakan tidak dapat diterima;

2)      Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara.

Dalam Pokok Perkara Tergugat II

1) Menolak Gugatan Penggugat untuk seluruhnya atau setidaknya menyatakan tidak dapat diterima;

2)      Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara;

Atau ex aequo et bono.

2.      Petitum Turut Tergugat I

Dalam Eksepsi:

1) Menerima dan mengabulkan Eksepsi Turut Tergugat I untuk seluruhnya;

2) Menolak atau setidak-tidaknya tidak menerima Gugatan Penggugat untuk seluruhnya.

Dalam Pokok Perkara:

1)  Menolak Gugatan Penggugat untuk seluruhnya atau setidak – tidaknya menyatakan Gugatan Penggugat tidak dapat diterima.

2) Menolak Permohonan Sita Jaminan (conservatoir beslag) yang diajukan Penggugat.

3) Menghukum Penggugat untuk membayar seluruh biaya yang timbul akibat adanya perkara ini.

Atau ex aequo et bono.

3.      Petitum Turut Tergugat II

Dalam Eksepsi:

Menerima dan mengabulkan Eksepsi Turut Tergugat II untuk seluruhnya.

Dalam Pokok Perkara

1)  Menolak gugatan Penggugat yang ditujukan kepada Turut Tergugat II untuk seluruhnya atau dinyatakan tidak dapat diterima;

2)  Menghukum Penggugat untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini.

Atau ex aequo et bono.

 

F.      Pertimbangan Hukum Hakim

Dalam Eksepsi

Bahwa eksepsi para Tergugat dan para Turut Tergugat serta tanggapan Penggugat, maka Majelis Hakim akan mempertimbangkan terlebih dahulu eksepsi Tergugat I dan II pada angka 1 dan eksepsi Turut Tergugat I pada angka 2 yaitu tentang gugatan tidak jelas (obscuur libel).

Bahwa pokok gugatan Penggugat adalah mengenai pembatalan akta yaitu Akta Nomor 01 (Pembatalan) tertanggal 02 Desember 2017 dan Akta Nomor 02 (Perdamaian) tertanggal 02 Desember 2017  yang dibuat oleh Notaris I Ketut Sanjaya, SH. (Tergugat I) yang didalam akta tersebut tercantum pihak-pihak yang membuat kesepakatan yaitu: Anak Agung Ngurah Darmawan (Tergugat II) sebagai pihak pertama dan Sahawan (Penggugat) sebagai pihak kedua;

Menimbang, bahwa sesuai dalil posita gugatan Penggugat menyatakan telah memperoleh sebidang tanah dengan luas 280m2 yang merupakan bagian dari tanah yang luas keseluruhannya ± 3.350m2 yang tercatat dalam sertifikat hak milik No. 951 atas nama Ni Gusti Sagung Oka yang sekarang telah diganti dengan nama Ni Gusti Agung Oka (Almarhum) dengan sertipikat hak milik No. 02884 yang luasnya sudah berubah pula menjadi 1.145m2, namun Penggugat telah kehilangan hak atas tanah tersebut dengan adanya Akta Nomor 01 dan Akta Nomor 02 karena Penggugat tidak pernah membuat kesepakatan dan menanda tangani kedua akta tersebut;

Bahwa dari dalil posita gugatan tersebut, maka tujuan Penggugat membatalkan atau menyatakan tidak sah Akta Pembatalan Nomor 01 dan Akta Perdamaian/Dading Nomor 02 adalah untuk mendapatkan kembali hak atas tanah seluas 280m2 yang diperolehnya berdasarkan Akta Perdamaian Nomor 46. Dalam petitum gugatannya Penggugat juga memohon sita jaminan (Conservatoir Beslag ) atas sebidang tanah Sertifikat Hak Milik No. 02884 a.n Ni Gusti Agung Oka (Almarhum) luas 1.145m2 yang terletak di Desa Tegal Kertha, Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar, Propinsi Bali, yang berdasarkan hasil pemeriksaan setempat ternyata tanah seluas 280m2 yang diklaim oleh Penggugat adalah bagian dari tanah seluas 1.145 m2 tersebut, maka oleh karena itu tanah seluas 280m2 yang diklaim oleh Penggugat haruslah ditegaskan sebagai tanah obyek sengketa;

Oleh karena tanah tersebut tidak disebutkan secara tegas sebagai obyek sengketa, maka mengakibatkan gugatan Penggugat tidak sempurna dan tidak jelas (obscuur libel), sehingga dengan demikian eksepsi Tergugat I dan II pada angka 1 dan eksepsi Turut Tergugat I pada angka 2 adalah beralasan dan karenanya dikabulkan. Maka materi eksepsi yang lainnya tidak relefan untuk dipertimbangkan lagi.

Dalam Pokok Perkara

Bahwa karena eksepsi Tergugat I dan II pada angka 1 dan eksepsi Turut Tergugat I pada angka 2 tentang gugatan Penggugat tidak jelas atau kabur (obscuur libel) adalah beralasan dan dikabulkan, maka materi pokok perkara tidak perlu dipertimbangkan lagi. Gugatan Penggugat tidak sempurna dan tidak jelas (obscuur libel), maka gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima.

G.    Amar Putusan

Dalam Eksepsi :

Mengabulkan eksepsi Tergugat I dan II serta Turut Tergugat I;

Dalam Pokok Perkara :

1)      Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima;

2)      Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara yang hingga kini ditetapkan sejumlah Rp2.345.000,00(dua juta tiga ratus empat puluh lima ribu rupiah);

H.    Analisis

Menurut Sudikno Mertokusumo, Putusan Hakim merupakan suatu pernyataan Hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu. Putusan tersebut dituangkan juga dalam bentuk tertulis dan diucapkan di dalam persidangan yang terbuka untuk umum untuk menyelesaikan sengketa antara para pihak yang berperkara.[1] Putusan No. 1127/Pdt.G/2020/PN Dps merupakan putusan yang berkekuatan hukum tetap dan mengikat bagi para pihak yang bersengketa. Dalam putusan tersebut, Hakim dalam menyatakan bahwa gugatan Penggugat “tidak dapat diterima” karena obscuurlibel dengan alasan tidak menguraikan dengan jelas objek sengketa. Dengan kata lain, Gugatan Penggugat dalam putusan tersebut dapat dikategorikan sebagai cacat formil atau mengandung cacat formil karena tidak memenuhi syarat jelas dan pasti (duidelijke en bepaalde conclusie) sesuai asas process doelmatigheid. Sehingga hakim dalam putusannya menyatakan gugatan tidak dapat diterima atau niet ontvankelijke.

Faktor-faktor yang menyebabkan gugatan obscuur libel, yaitu :[2]

1) Gugatan penggugat tidak jelas/kabur karena terdapat ketidaksesuaian isi fakta hukum yang terjadi dengan tuntutan.

2)  Dalil gugatan tidak disertai dasar hukum yang jelas, atau ada dasar hukum tetapi tidak menjelaskan fakta kejadian atau sebaliknya.

3)  Objek yang disengketakan tidak jelas. Termasuk di dalamnya tidak disebutkan mengenai letak lokasi, batas, ukuran, dan luasnya, dan atau tidak ditemukan objek sengketa.

4) Penggabungan dua atau lebih gugatan yang berdiri sendiri. Asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan membolehkan adanya penggabungan beberapa pihak sebagai pihak tergugat. Meski demikian, perlu dipahami bahwa penggabungan boleh dilakukan jika terdapat hubungan erat dan mendasar agar penggabungan yang dilakukan tidak bertentangan dengan tertib beracara.

5)      Petitum gugatan tidak jelas dan tidak rinci, hanya berupa ex aquo et bono dan tidak dituliskan secara rinci, atau terdapat kontradiksi antara posita dan petitum.[3]

6)      Gugatan terdapat unsur nebis in idem.[4]

 

Salah satu syarat formil yang harus terpenuhi dalam surat gugatan adalah gugatan harus jelas dan tegas. Jika dikaitkan dengan putusan No. 1127/Pdt.G/2020/PN Dps, bahwa Hakim menyatakan Penggugat selain menjelaskan mengenai objek sengketa Akta Pembatalan No. 1 dan Akta Perdamaian No. 2, yang dibuat tanpa sepengetahuan Penggugat dan diduga menggunakan cara-cara yang tidak benar/siasat buruk/tipuan didalam pembuatannya karena tidak pernah membuat kesepakatan dan menandatangani kedua akta tersebut. Selain itu isinya sangat merugikan kepentingan Penggugat.

 Majelis hakim berpendapat bahwa seharusnya Penggugat juga menjelaskan secara jelas dan tegas mengenai sebidang tanah yang dimohonkan sita jaminan (conservatoir beslag) ditegaskan pula sebagai objek sengketa. Tanah yang dimaksud yakni  sebidang tanah dengan luas 280m2 yang merupakan bagian dari tanah yang luas keseluruhannya ± 3.350m2 yang tercatat dalam sertifikat hak milik No. 951 atas nama Ni Gusti Sagung Oka yang sekarang telah diganti dengan nama Ni Gusti Agung Oka (Almarhum) dengan sertipikat hak milik No. 02884 yang luasnya sudah berubah pula menjadi 1.145m2.

Pertanyaan yang timbul kemudian adalah apakah pertimbangan tersebut dapat dijadikan sebagai alasan atau dasar hukum gugatan tidak dapat diterima? Mengenai ketentuan dalam sita jaminan atau Conservatoir Beslag diatur dalam Pasal 227 ayat (1) HIR, menentukan bahwa :

“Jika ada persangkaan yang beralasan, bahwa seorang yang berhutang, selagi belum dijatuhkan keputusan atasnya atau selagi putusan yang mengalahkannya belum dapat dijalankan, mencari akal akan menggelapkan atau membawa barangnya baik yang tidak tetap maupun yang tetap dengan maksud akan menjauhkan barang itu dari penagih hutang, maka atas surat permintaan orang yang berkepentingan ketua pengadilan negeri dapat memberi perintah, supaya disita barang itu untuk menjaga hak orang yang memasukkan permintaan itu, dan kepada peminta harus diberitahukan akan menghadap persidangan, pengadilan negeri yang pertama sesudah itu untuk memajukan dan menguatkan gugatannya”.

 

Berdasarkan SEMA RI No. 5 Tahun 1975 Tanggal 09 Desember 1975, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan sita jaminan yaitu sebagai berikut :

a)    Barang yang disita nilainya tidak melampaui nilai gugat;

b)   Barang yang disita didahulukan benda yang bergerak, jika tidak mencukupi baru benda yang tidak bergerak;

c)    Barang yang disita tetap dalam penguasaan/pemeliharaan si tersita;

d)   Apabila yang disita adalah sebidang tanah, dengan atau tanpa rumah, maka berita acara penyitaan harus didaftarkan dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 227 (3) jo pasal 198 dan 199 HIR/213 dan 214 RBg. Dalam hal tanah yang disita sudah bersertifikat, maka penyitaan harus didaftarkan di Badan Pertanahan Nasional. Apabila belum terdaftar/belum bersertifikat, penyitaan harus didaftarkan di Kelurahan.

 

Dalam gugatannya, Penggugat memohonkan sita jaminan atas sebidang tanah dengan luas 280m2, dengan alasan agar gugatannya tidak sia-sia dan untuk mencegah Para Tergugat menghindar dari tanggungjawab gugatan atau mengalihkan hak kepada pihak lain. Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 2 Tahun 1962 tertanggal 25 April 1962 jo Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI dikatakan bahwa: “Apabila yang disita adalah tanah, maka harus dilihat dengan seksama bahwa tanah tersebut adalah milik tergugat, luas serta batas-batasnya harus disebutkan dengan jelas….”

Dari fakta persidangan diketahui bahwa pihak yang tercatat dalam sertifikat hak milik No. 951 atas nama Ni Gusti Sagung Oka yang sekarang telah diganti dengan nama Ni Gusti Agung Oka (Almarhum) dengan sertipikat hak milik No. 02884 yang luasnya sudah berubah pula menjadi 1.145m2 dan diketahui telah dilakukan peralihan/pemindahan menjadi atas nama I Ketut Budiada atau Turut Tergugat I.  Dalam gugatannya, Penggugat tidak menjelaskan secara jelas dan rinci mengenai batas-batas tanah, dan hanya mencantumkan luas tanah. Mengenai hal ini, merujuk pada yurisprudensi putusan MA Nomor 1140K/SIP/1975, dan Putusan MA Nomor 1559 K/Pdt/1983, yang pada pokoknya  menerangkan bahwa :[5]

"Surat gugatan yang tidak menyebut dengan jelas luas tanah dan batas-batas objek sengketa, tidak berakibat gugatan kabur dan tidak dapat diterima sepanjang telah menyebutkan nomor sertifikat" atau dengan perkataan lain: "Surat gugatan yang hanya menyebutkan nomor sertifikat dianggap menjelaskan secara terang dan jelas mengenai letak batas dan luas tanah tersebut, sehingga tidak berakibat gugatan kabur dan tidak dapat diterima."

 

Mengenai hal ini, perlu dipertimbangan asas-asas sebagai berikut :[6]

a)      Asas "noscitur a sociis" menyatakan bahwa suatu istilah kata/istilah harus dikaitkan dengan rangkaiannya, sehingga penyebutan kata "nomor sertifikat" harus dibaca sebagai satu kesatuan.

b)      Asas "ejusdem generis" suatu kata/istilah dibatasi secara khusus dalam kelompoknya, bahwa "nomor sertifikat" itu adalah nomor sertifikat tanah, bukan sertifikat lain-lain yang bukan untuk tanah.

c)      Asas expressio unius exlusio alterius, bahwa jika suatu konsep digunakan untuk satu hal, maka ia tidak berlaku untuk hal lain.

Penggunaan kata-kata "nomor sertifikat" yang diikuti dengan kode tertentu, memiliki arti bahwa hanya ada satu persil tanah saja yang mengacu pada nomor tersebut, dan tidak ada persil tanah lain dengan kode yang sama. Dalam sertifikat itu dapat diketahui rincian panjang, lebar, dan batas-batasnya, sehingga jika nomor sertifikat sudah disebutkan maka  pengadilan menganggap sudah cukup jelas deskripsi tentang suatu objek sengketa, tanpa perlu lagi disebutkan secara eksplisit di dalam surat gugatan.[7]

Kemudian mengenai nilai sita jaminan, bahwa sita jaminan atas harta kekayaan tergugat dalam sengketa hak milik atas benda tidak bergerak hanya diperbolehkan dan terbatas pada objek yang diperkarakan, dan tidak boleh melebihi objek tersebut.[8] Berdasarkan ketentuan Angka 1 huruf d SEMA Nomor 05 Tahun 1975 perihal Sita Jaminan (conservatoir beslag), ditentukan bahwa dalam pelaksanaan Sita Jaminan agar benda-benda yang disita nilainya diperkirakan tidak jauh melebihi nilai gugatan atau nilai uang atas objek yang disengketakan, sehingga nilainya setara dengan yang digugat.[9] Jika memperhatikan eksepsi yang diajukan oleh Tergugat I, dikatakan bahwa kerugian yang didalilkan diderita oleh Penggugat sesuai posita gugatan mengenai kerugian berupa kehilangan hak memiliki tanah seluas 280 M2. Akan tetapi Penggugat justru memohonkan diletakkan sita jaminan (Conservatoir Beslag) adalah atas tanah milik Turut Tergugat I seluas 1.145 M2. Luas dan nilai objek sita jaminan sangat melampaui jauh dari dalil kerugian yang diderita Penggugat. Dengan demikian, sita jaminan yang domohonkan oleh Penggugat tidak dapat dilaksanakan karena melebihi luas dan nilai objek sita jaminan.

Yang menjadi persoalan kemudian adalah pertimbangan Majelis Hakim sebagaimana Pertimbangan Hukum dalam putusan pada halaman 34, yang menyatakan tidak ditegaskannya tanah seluas 280m2 yang termasuk dalam bagian bidang tanah dengan sertipikat hak milik No. 02884 sebagai objek sengketa. Bahwa objek sengketa berupa pembatalan Akta Pembatalan No. 1 dan Akta Perdamaian No. 2, yang isi dari kedua akta tersebut sangat merugikan Pihak Penggugat karena kehilangan hak memiliki atas tanah seluas 280 M2 yang sudah diperolehnya di dalam Akta Perdamain (Dading) No. 46 sebagai kompensasi oleh Tergugat II.

Jika dikaitkan dengan asas process doelmatigheid, bahwa atas dasar demi kepentingan beracara pokok-pokok gugatan disertai kesimpulan yang jelas dan tertentu (een duidelijk en bepaalde conclusie). Dengan dasar tersebut Majelis Hakim seharusnya dapat mengembangkan atau setidaknya dapat menilai bahwa objek sengketa yang diajukan gugatan juga termasuk tanah yang dijadikan jaminan dalam Akta Perdamaian No 46. Karena tanah tersebut sebagai kompensasi dalam Akta Perdamaian No 46, dengan kata lain merupakan bagian dari dasar alasan permohonan pembatalan objek sengketa akta. Sebagaimana dalam pertimbangannya, Hakim menyatakan bahwa dari dalil posita gugata maka tujuan gugatan pembatalan Akta Pembatalan No. 1 dan Akta Perdamaian No. 2 adalah untuk mendapatkan kembali hak atas tanah seluas 280m2 yang diperoleh melalui Akta Perdamaian No. 46. Sehingga penggugat tidak perlu mempertegas kembali sebagai objek sengketa, karena kedudukan tanah tersebut adalah sebagai kompensasi dan jaminan hutang oleh Tergugat II pada Penggugat.

Berdasarkan uraian tersebut, maka keputusan hakim dalam pertimbangannya menyatakan gugatan tidak dapat diterima disebabkan tidak jelas dan tegasnya objek sengketa tanah seluas 280m2 adalah keliru. Majelis Hakim seharusnya mempertimbangkan mengenai tidak terpenuhinya syarat dilakukannya sita jaminan dikarenakan objek sita jaminan melebihi nilai gugatan. Sehingga majelis hakim hanya perlu menyatakan menerima atau menolak petitum gugatan mengenai sita jaminan.

Dengan demikian permasalahan yang tersisa hanya mengenai objek gugatan yakni pembatalan akta Akta Pembatalan No. 1 dan Akta Perdamaian No. 2. Penggugat menyatakan bahwa kedua akta tersebut merugikan kepentingannya karena dibuat tanpa sepengetahuannya dan diduga menggunakan cara-cara yang tidak benar/siasat buruk/tipuan karena Penggugat merasa tidak pernah membuat kesepakatan dan menandatangani kedua akta tersebut. Untuk dapat menilai layak atau tidaknya keputusan pembatalan tersebut, maka perlu dipertimbangkan melalui proses pemeriksaan di persidangan mengenai syarat sah diterbitkannya akta terkait. Tentunya didasarkan pada alat-alat bukti surat, keterangan para saksi dan/atau alat bukti lain yang membuat terang perkara yang diperiksa.

Penilaian terhadap suatu putusan telah sesuai atau tidak dengan ketentuan perundang-undangan dan asas-asas hukum yang berlaku, maka perlu diuraikan dengan dasar alasan sebagai berikut :[10]

1)      Putusan harus memuat dasar alasan yang jelas dan rinci dalam pertimbangannya terhadap dalil-dalil Penggugat dan Para Tergugat. Dalam pertimbangan hakim pada Putusan No. 1127/Pdt.G/2020/PN Dps, hakim menyatakan bahwa gugatan Penggugat “tidak dapat diterima” karena tidak sempurna. Pertimbangan hakim hanya menilai mengenai syarat formil dan materil gugatan, yang dalam putusan tersebut dinyatakan bahwa objek sengketa tidak diuraikan secara jelas oleh penggugat atau obscuurlibel. Sehingga dalam pertimbangannya, hakim tidak menguraikan atau tidak mempertimbangkan lebih lanjut dalil-dalil dalam petitum gugatan.

2)      Telah mengadili seluruh bagian gugatan. Seluruh bagian gugatan adalah juga termasuk di dalamnya mengenai terpenuhinya syarat formil dan materil dari suatu gugatan untuk dapat diterima untuk kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap dalil-dalilnya pada sidang pembuktian.

3)      Hakim harus mempertimbangkan secara yuridis terhadap segala aspek menyangkut semua fakta/hal-hal yang terbukti dalam persidangan. Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek paling penting dalam mewujudkan nilai putusan hakim yang di dalamnya mengandung nilai keadilan, kepastian hukum, serta kebermanfaatan hukum terutama bagi para pihak yang bersengketa. Oleh karena itu pertimbangan hakim harus disusun dengan teliti, baik, dan cermat.[11] Dalam Putusan No. 1127/Pdt.G/2020/PN Dps, Majelis hakim telah keliru dalam mempertimbangkan mengenai objek sengketa dalam gugatan , dan menyatakan bahwa gugatan Penggugat obscuurlibel dan tidak dapat diterima.

4)      Hakim tidak mengabulkan melebihi tuntutan, sebagaimana Asas ultra petitum partium yang diatur dalam Pasal 178 ayat (3) HIR) dan Pasal 189 ayat (3) RBg. Yahya Harahap menjelaskan bahwa hakim telah melampaui batas wewenangnya (ultra vires) atau beyond the powers of his authority apabila mengabulkan melebihi dari posita ataupun petitum gugatan yang dimohonkan penggugat. Sekalipun dilakukan dengan itikad baik, tindakan tersebut adalah tidak sah (ilegal) karena  melanggar prinsip ultra petitum yang pada prinsipnya sama dengan melanggar prinsip rule of law.[12]

5)      Putusan telah diucapkan dalam persidangan terbuka untuk umum. Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 13 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman, bahwa Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Putusan No. 1127/Pdt.G/2020/PN Dps diputuskan dalam sidang permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Denpasar, dan diucapkan dalam persidangan terbuka untuk umum pada hari Rabu, tanggal 14 Juli 2021.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa putusan tersebut belum sesuai dengan asas hukum yang berlaku. Karena hakim keliru mempertimbangkan secara yuridis terhadap objek sita jaminan yang dimohonkan penggugat dalam petitum gugatannya yang dinilai sebagai objek sengketa. Selain itu hakim tidak menguraikan secara jelas pertimbangan mengenai terpenuhi atau tidaknya ketentuan sita jaminan yang dimohonkan. Meski demikian, adalah wajar bagi seorang hakim keliru dalam mempertimbangkan suatu persoalan dalam perkara atau sengketa. Karena keliru dan tidaknya seorang hakim dalam memutuskan sebuah perkara merupakan suatu penilaian yang bersifat subjektif.


DAFTAR PUSTAKA

Buku

Arto Mukti, 2004, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Cet.V, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Jurnal/Artikel

Ardiansyah, dkk., 2021, Analisis Normatif Tentang Hasil Sidang Pemeriksaan Setempat Menjadi Dasar Tidak Diterimanya Gugatan Kajian Putusan Pengadilan Negeri Balikpapan Nomor 236/Pdt.G/2019/PN.BPP, Jurnal De Jure, Vol. 13, No. 2.

Asri Sarif, 2022, Akibat Hukum Penyimpangan Asas Ultra Petitum Partium Dalam Putusan Akta Perdamaian, Delarev, Vol. 1, No. 3.

Lukman, 2013, Tinjauan Hukum Putusan Perkara Perdata No.18/PDT.G/2011.PARIGI Tentang Penyelesaian Sengketa Piutang Dengan Jaminan Pohon Cengkeh, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Edisi 2, Vol. 1.

Mhd. Teguh Syhada Lubis, 2019, Pelaksanaan Sita Jaminan Terhadap Objek Sengketa Yang Berada Di Tangan Pihak Ketiga Dalam Penanganan Perkara Perdata, Jurnal De Lega Lata, Vol. 4, No. 1.

 

Internet, dan lainnya

Karakterisasi Yurisprudensi No : 1140K/SIP/1975, Anotasi oleh Imelda Martinelli, Ketiadaan Rincian Objek Sengketa Tidak Mengakibatkan Gugatan Kabur Dan Tidak Dapat Diterima, https://karakterisasi.komisiyudisial.go.id/?view=t5nsyMraxMLmx9%2Fn2uDj18bg0g%3D%3D&id=pG2r diakses pada tanggal 20 Januari 2024.

https://www.hukumonline.com/berita/a/mengenal-cacat-hukum-lt62a329138bae7/?page=all Diakses pada 19 Januari 2024.

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 05 Tahun 1975 Perihal Sita Jaminan (conservatoir beslag).



[1] Lukman, Tinjauan Hukum Putusan Perkara Perdata No.18/PDT.G/2011.PARIGI Tentang Penyelesaian Sengketa Piutang Dengan Jaminan Pohon Cengkeh, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Edisi 2, Vol. 1, 2013.

[3] Ardiansyah, Sapto Hadi Pamungkas, Mohammad Taufik, Analisis Normatif Tentang Hasil Sidang Pemeriksaan Setempat Menjadi Dasar Tidak Diterimanya Gugatan Kajian Putusan Pengadilan Negeri Balikpapan Nomor 236/Pdt.G/2019/PN.BPP, Jurnal De Jure, Vol. 13, No. 2, 2021, hlm 92-111.

[4] Ibid.

[5] Karakterisasi Yurisprudensi No : 1140K/SIP/1975, Anotasi oleh Imelda Martinelli, Ketiadaan Rincian Objek Sengketa Tidak Mengakibatkan Gugatan Kabur Dan Tidak Dapat Diterima, https://karakterisasi.komisiyudisial.go.id/?view=t5nsyMraxMLmx9%2Fn2uDj18bg0g%3D%3D&id=pG2r diakses pada tanggal 20 Januari 2024

[6] Ibid.

[7] Ibid.

[8] Mhd. Teguh Syhada Lubis, Pelaksanaan Sita Jaminan Terhadap Objek Sengketa Yang Berada Di Tangan Pihak Ketiga Dalam Penanganan Perkara Perdata, Jurnal De Lega Lata, Vol. 4, No. 1, 2019, hlm 42-53.

[9] Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 05 Tahun 1975 Perihal Sita Jaminan (conservatoir beslag).

[10] Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Cet.V, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004, hlm 141.

[11] Ibid.

[12] Asri Sarif, Akibat Hukum Penyimpangan Asas Ultra Petitum Partium Dalam Putusan Akta Perdamaian, Delarev, Vol. 1, No. 3, 2022, hlm 325-332.

Posting Komentar

Posting Komentar