- -->
NhuwqF8Gr3wCNrhjjrVDE5IVAMcbVyYzY2IKGw4q

Laporkan Penyalahgunaan

Cari Blog Ini

RANDOM / BY LABEL (Style 4)

label: 'random', num: 4, showComment: true, showLabel: true, showSnippet: true, showTime: true, showText: 'Show All'

Halaman

Bookmark
Baru Diposting

Panduan Menjadi Advokat di Indonesia - karya Hukum

Halo Sobat Karya Hukum Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Semoga Sobat Justitia selalu sehat di manapun berada. Hari ini, saya akan meny…

Bagaimana Perkembangan Hak Asasi Manusia di Era Globalisasi-karyahukum?




Di Indonesia HAM diatur dalam UUD No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Deklarasi Hak- Hak Asasi Manusia bagi negara Indonesia telah ada dari jaman dahulu namun baru di ikrarkan pada pedoman dasar negara ini yaitu yang berada di dalam pembukaan Undang- Undang Dasar 1945.yang di dalamnya terdapat hak- hak asasi selaku manusia baik manusia selaku mahluk pribadi maupun sebagai mahluk sosial yang di dalam kehidupannya itu semua menjadi sesuatu yang inheren, serta dipertegas dalam Pancasila dari sila pertama hingga sila kelima. Jika dilihat dari terbentuknya deklarasi Hak Asasi Manusia bangsa Indonesia lebih dahulu terbentuk dari pada Hak- Hak Asasi Manusia PBB yang baru terbentuk pada tahun 1948.

Dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pengaturan mengenai hak asasi manusia ditentukan dengan berpedoman pada Deklarasi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa- Bangsa, Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita, Konvensi Perserikatan Bangsa- bangsa tentang Hak-hak Anak, dan berbagai instrument internasional lain yang mengatur mengenai hak asasi manusia. Materi Undang- Undang ini disesuaikan juga dengan kebutuhan hukum masyarakat dan pembangunan hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945. Sedangkan di dalam Undang- Undang Dasar 1945 (yang diamandemen), masalah mengenai HAM dicantumkan secara khusus dalam Bab X Pasal 28 A sampai dengan 28 J, yang merupakan hasil Amandemen Kedua Tahun 2000.

Di mancanegara dan Indonesia khususnya, tercatat banyak kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) atau kejahatan atas kemanusiaan, dimana pelakunya bebas berkeliaran dan bahkan tak terjangkau oleh hukum atau dengan kata lain perkataan membiarkan tanpa penghukuman oleh negara terhadap pelakunya impunity.Impunitas yaitu membiarkan para pemimpin politik dan militer yang diduga terlibat dalam kasus pelanggaran berat Hak Asasi Manusia seperti, kejahatan genosida, kejahatan manusia, dan kejahatan perang tidak diadili merupakan fenomena hukum politik yang dapat kita saksikan sejak abad yang lalu hingga hari ini.[1]

Globalisasi, sebagai fenomena kompleks yang melibatkan integrasi ekonomi, teknologi, dan komunikasi di seluruh dunia, telah membawa dampak yang signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan manusia. Meskipun membawa kemajuan dalam hal konektivitas dan pertumbuhan ekonomi, globalisasi juga membawa tantangan dan pertanyaan mendalam terkait dengan hak asasi manusia. Hak-hak dasar individu, yang diakui oleh berbagai deklarasi dan konvensi hak asasi manusia, sering kali berada dalam situasi tegang di tengah dinamika globalisasi yang terus berubah.

Pertumbuhan ekonomi yang cepat dan perkembangan teknologi informasi global telah menciptakan ketidaksetaraan yang signifikan, baik di tingkat nasional maupun internasional. Hal ini menimbulkan pertanyaan kritis tentang bagaimana hak asasi manusia dijaga dan dipenuhi di era globalisasi ini. Globalisasi juga membawa dampak terhadap kebijakan politik dan hukum di berbagai negara, yang dapat berdampak langsung pada pemenuhan hak-hak dasar individu.

Latar belakang ini menjadi penting untuk memahami bahwa perkembangan globalisasi tidak hanya menciptakan peluang, tetapi juga membawa tantangan nyata terkait dengan hak asasi manusia. Kesenjangan dalam perlindungan hak asasi manusia antara negara-negara maju dan berkembang, perubahan iklim, dan migrasi massal merupakan beberapa contoh dampak globalisasi yang harus diperhatikan secara serius.

Isu tentang HAM di Indonesia sebenar- nya bukan hal yang baru karena sesungguhnya masalah HAM sudah di singgung oleh para founding father Indonesia, walaupun tidak disebutkan secara eksplisit yakni di dalam alinea 1 Pembukaan UUD 1945, akan tetapi penghargaan terhadap HAM yang sudah dicanangkan oleh para founding father di Indonesia tidak berjalan sebagaimana mestinya, sering dengan perjalanan panjang bangsa Indonesia dalam 3 orde, yaitu orde lama, orde baru, dan orde Reformasi.[2]

Era globalisasi yang dapat menimbullkan permasalahan pelanggaran-pelanggaran hak ekonomi, sosial dan budaya tentu akan menghambat tujuan Negara, dalam bidang hukum perlu pengaturan yang lebih tepat mengenai hak asasi manusia ekonomi, sosial dan budaya melalui pembangunan hak asasi manusia yang lebih arif dan bijaksana.

Era globalisasi yang ditandai dengan makin biasnya batas-batas budaya dan nasionalitas, hampir disetiap negara baik negara maju maupun negara berkembang mulai tertarik untuk memahami tentang arti pentingnya keterlibatan HAM dalam berbagai aspek penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, dan bermasyarakat termasuk di negara Indonesia hal ini terlihat dalam Rencana pembangunan hukum nasional yang mengagendakan adanya bidang HAM.

Arus reformasi yang terjadi di Indonesia telah membawa pengaruh bagi terbukanya koridor pembaharuan hukum dan penegakan HAM, terlebih lagi dalam mewujudkan civil society atau masyarakat madani.[1] Penggunaan istilah masyarakat madani dalam ranah masyarakat yang demokratis lebih memiliki makna dalam, terlebih lagi dalam mengangkat harkat dan martabat manusia. Selain itu, civil society sangat penting artinya dalam menggambarkan mendeskripsikan penegakan HAM di Indonesia.

Penegakan HAM juga menjadi arah bagi pembangunan sebagaimana disebutkan dalam UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (tahun 2005-2025). Di antara arah disebutkan adalah “Pembangunan hukum dilaksanakan melalui pembaharuan hukum dengan tetap memperhatikan kemajemukan tatanan hukum yang berlaku dan pengaruh globalisasi sebagai upaya untuk meningkatkan kepastian dan perlindungan hukum, penegakan hukum dan HAM, kesadaran hukum, serta pelayanan hukum yang berintikan keadilan, kebenaran, ketertiban, dan kesejahteraan dalam rangka penyelenggaraan negara yang makin tertib dan teratur sehingga penyelenggaraan pem- bangunan nasional akan makin lancar”.[2]

Pada prinsipnya, dalam hukum Hak Asasi Manusia, negara dalam hal ini pemerintah mempunyai kedudukan sebagai pemangku kewajiban (duty bearer) dan individu-individu yang berdiam di wilayah jurisdiksinya sebagai pemegang hak (rights holder). Kewajiban yang diemban negara adalah kewajiban untuk menghormati (to respect), kewajiban untuk memenuhi (to fulfill), dan kewajiban untuk melindungi (to protect) HAM bagi warganya. Negara wajib menjamin pelaksanaan HAM bagi setiap orang yang berada di bawah kekuasaannya. Kewajiban ini dilaksanakan negara dengan mengambil langkah-langkah yang diperlukan, baik itu dibidang legislatif, eksekutif, yudisial, maupun praktis, untuk menciptakan semua kondisi yang dibutuhkan dalam bidang sosial, ekonomi, politik, maupun bidang-bidang lain, serta jaminan hukum yang diperlukan untuk semua orang di bawah yurisdiksinya, secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dapat menikmati semua hak dan kebebasan ini dalam praktik.

Pengaturan mengenai Hak Asasi Manusia telah ada sejak di sahkannya Pancasila sebagai dasar pedoman negara Indonesia, meskipun secara tersirat.Baik yang menyangkut mengenai hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, maupun hubungan manusia dengan manusia. Hal ini terkandung dalam nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila yang terdapat pada pancasila.Dalam Undang- Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hah Asasi Manusia, pengaturan mengenai Hak Asasi Manusia ditentukan dengan berpedoman pada deklarasi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa. Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita, konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang hak-hak anak dan berbagai instrumen internasional lain yang mengatur mengenai Hak Asasi Manusia. Materi Undang- Undang ini tentu saja harus disesuaikan dengan kebutuhan hukum masyarakat dan pembangunan hukum nasional yang berdasarkan pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945.

Sarana penyelesaian yang digunakan dalam penyelesaian kasus Hak Asasi Manusia di Indonesia tentunya dengan mengedepankan norma- norma kaidah hukum yang berlaku dalam menyelesaikan permasalahan- permasalahan hukum. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yaitu perdamaian kedua belah pihak, penyelesaian perkara melalui cara konsultasi negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli. Penyelesaian perkara terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia di wilayah Indonesia tentunya harus mempertimbangkan kaidah-kaidah yang ada di dalam masyarakat Indonesia.

Pemerintah dalam hal untuk melaksanakan amanah yang telah diamanatkan melalui TAP MPR tersebut di atas, di bentuklah Undang- Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pada tanggal 23 September 1999 telah disahkan Undang- Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang mengatur beberapa hal penting yang menyangkut Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Pertama, definisi pelanggaran Hak Asasi Manusia dideskripsikan sebagai setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang- Undang ini, dan tidak mendapatkan atau di khawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (pasal 1 ayat 6).

Kedua, hak untuk hidup, hak untuk tidak dipaksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut dapat di kecualikan dalam hal pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia yang digolongkan ke dalam kejahatan terhadap kemanusiaan.

Ketiga, dalam Pasal 7 dinyatakan, bahwa setiap orang berhak untuk menggunakan semua upaya hukum nasional dan forum internasional atas semua pelanggaran hak asasi manusia yang di jamin oleh hukum Indonesia oleh negara Republik Indonesia menyangkut Hak Asasi Manusia menjadi hukum nasional.

Keempat, di dalam Pasal 104 diatur tentang pengadilan Hak Asasi Manusia sebagai berikut : Untuk mengadili pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat di bentuk pengadilan dalam ayat (1) di bentuk dengan Undang- Undang dalam jangka waktu paling lama 4 tahun sebelum terbentuk pengadilan Hak Asasi Manusia sebagai mana dimaksudkan dalam ayat (2) di adili oleh pengadilan yang berwenang.

Arus globalisasi tidak bisa terbendung lagi dengan segala dimensi positif dan negatifnya. Dengan semangat positif, kiranya kita tidak perlu melakukan perlawanan frontal terhadap arus globalisasi tetapi harus ada sikap memilah mana yang sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal dan mana yang tidak sesuai. Sebagai anak dunia, anak Indonesia harus menjadi anak global dengan ciri-ciri diantaranya memiliki sikap jujur, demokratis, menghargai hak asasi manusia, mencintai dan merawat lingkungan hidupnya, cerdas, berilmu dan berpengetahuan luas, menguasai tehnologi dan mampu berkomunikasi dengan semua bangsa.



[1] Nico Schulkte, Menyokong Civil Society dalam Era Kegelisahan (Yogjakarta: Kanisius, 1999), h. 93.

[2] UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

[1] Abdul Hakim G Nusantara.Sebuah Upaya Memutus Impunitas: Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia, Jurnal HAM. Vol 2. no. 2 Nopember 2004.

[2] Muladi, Demokatisasi, Hak Asasi Manusia dan Reformasi Hukum di Indonesia, (Jakarta; The Habibi Center, 2002), h. 29.

 


Posting Komentar

Posting Komentar