- -->
NhuwqF8Gr3wCNrhjjrVDE5IVAMcbVyYzY2IKGw4q

Laporkan Penyalahgunaan

Cari Blog Ini

RANDOM / BY LABEL (Style 4)

label: 'random', num: 4, showComment: true, showLabel: true, showSnippet: true, showTime: true, showText: 'Show All'

Halaman

Bookmark
Baru Diposting

Panduan Menjadi Advokat di Indonesia - karya Hukum

Halo Sobat Karya Hukum Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Semoga Sobat Justitia selalu sehat di manapun berada. Hari ini, saya akan meny…

Bagaimana Esensi Hukum dan Kekuasaan di Indonesia? -karyahukum

 



Dalam kehidupan masyarakat, kekuasaan mempunyai arti penting bagi hukum karena kekuasaan bukan hanya merupakan instrumen pembentukan hukum (law making), tapi juga instrumen penegakan hukum (law enforcement). Pembentukan hukum, khususnya undang-undang, dilakukan melalui mekanisme kekuasaan politik dalam lembaga legislatif di mana kepentingankepentingan kelompok masyarakat yang saling bertentangan diupayakan untuk dikompromikan guna menghasilkan satu rumusan kaidah-kaidah hukum yang dapat diterima semua pihak. Penegakan hukum merupakan upaya untuk mendorong masyarakat agar mentaati aturan-aturan hukum yang berlaku (upaya preventif) dan penjatuhan sanksi hukum terhadap kasuskasus pelanggaran hukum yang terjadi dalam masyarakat (upaya represif). Hukum juga mempunyai arti penting bagi kekuasaan karena hukum dapat berperan sebagai sarana legalisasi bagi kekuasaan formal lembagalembaga negara, unit-unit pemerintahan, pejabat negara dan pemerintahan. Legalisasi kekuasaan itu dilakukan melalui penetapan landasan hukum bagi kekuasaan melalui aturan-aturan hukum. Di samping itu, hukum dapat pula berperan mengontrol kekuasaan sehingga pelaksanaannya dapat dipertanggungjawabkan secara legal dan etis.

Esensi Hukum

Istilah hukum yang digunakan sehari-hari oleh kita Bangsa dan Negara Indonesia adalah ada relevansinya dengan istilah-istilah dari bahasa asing yaitu dari istilah Alkas, Recht, Ius, Lex dan Law. Sampai saat ini, menurut Apeldoorn sebagaimana dikutipnya dari Immanuel Kant, para ahli hukum masih mencari tentang apa definisi hukum (Noch suchen die Juristen eine Definition zu ihrem Begriffe von Recht. Definisi (batasan tentang hukum yang dikemukakan para ahli hukum sangat beragam, bergantung dari sudut mana mereka melihatnya. [1]

Grotius mengemukakan bahwa hukum adalah suatu aturan moral tindakan yang wajib yang merupakan sesuatu yang benar. Pembahasan hukum dalam. konteks nilai-nilal berarti memahami hukum secara fiiosofis karena nilai-nilai merupakan abstraksi tertinggi dari kaidah-kaidah hukum.[2]  Hukum merupakan peraturan yang memaksa, akan tetapi tidak untuk memaksakan sesuatu pada seseorang melainkan untuk melindungi kepentingan-kepentingan manusia yang ada di dalam masyarakat. hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman.[3] Perlu dilindunginya kepentingan-kepentingan manusia (hidup, milik, kebebasan dan lain-lain) disebabkan, karena kepentingan tersebut kerap kali diancam atau dilanggar oleh pihak sehingga hukum perlu mengamankannya dan bila perlu dengan paksa. Paksaan dari negara, di samping dengan penangkapan, penahanan, pemasukan dalam penjara, dapat pula dengan ganti rugi, yang harus dibayarkan oleh pihak yang bersalah, dan bilamana perlu dengan menjual harta bendanya. Peralatan hidup itu adalah peraturan sosial untuk kepentingan manusia di dalam masyarakat[4]

Tentunya Ketika berbicara mengenai esensi hukum terdapat berbagai pandangan menurut para ahli yang beragam, yang tentu saja dalam hal tersebut nyatanya terdapat perbedaan pandangan di antara para ahli hukum mengenai  hukum itu sendiri. Perbedaan pandangan itu dapat dilihat dari pengertian hukum yang mereka kemukakan yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.

Meskipun ada perbedaan pandangan, namun pengertian itu dapat diklasifikasikan dalam empat kelompok.

a.       Hukum diartikan sebagai nilai-nilai

Menurut Victor Hugo yang mengartikan hukum sebagai kebenaran dan keadilan. Sejalan dengan pengertian tersebut, nyatanya bahwa hukum adalah suatu aturan moral tindakan yang wajib yang merupakan sesuatu yang benar. Pembahasan hukum dalam konteks nilai-nilai berarti memahami hukum secara filosofis karena nilai-nilai merupakan abstraksi tertinggi dari kaidah-kaidah hukum.

b.      Hukum diartikan sebagai asas-asas fundamental dalam kehidupan Masyarakat

Definisi hukum jika dilihat dalam perspektif ini terlihat dalam pandangan. Terdapat pendapat ahli yang yang mengatakan “hukum merupakan kumpulan asas-asas yang diakui dan diterapkan oleh negara di dalam peradilan”.

c.       Hukum diartikan sebagai kaidah atau aturan tingkah laku dalam kehidupan masyarakat.

Hukum sebagai seperangkat aturan yang diadakan dan dilaksanakan oleh suatu masyarakat dengan menghormati kebijakan dan pelaksanaan kekuasaan atas setiap manusia dan barang. Pengertian yang sama dikemukakan oleh Kantorowich, yang berpendapat bahwa hukum adalah suatu kumpulan aturan sosial yang mengatur perilaku lahir dan berdasarkan pertimbangan.

d.      Hukum diartikan sebagai kenyataan (das sein) dalam kehidupan Masyarakat

Hukum sebagai kenyataan sosial mewujudkan diri dalam bentuk hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat atau dalam bentuk perilaku hukum masyarakat. Perilaku hukum terdiri dari perilaku melanggar hukum (pelanggaran hukum) dan perilaku menaati aturan-aturan hukum.

 Esensi Kekuasaan

Kekuasaan mempunyai arti bahkan fungsi yang penting bagi masyarakat yang teratur, yakni kekuasaan diperlukan agar penegakan hukum menjadi efektif, tetapi hukum dalam bentuknya yang original membatasi kesewenang-wenangan dari pihak yang memerintah atau penguasa[5]

Kekuasaan merupakan konsep hubungan sosial yang terdapat dalam kehidupan masyarakat, negara, dan umat manusia. Konsep hubungan sosial itu meliputi hubungan personal di antara dua insan yang berinteraksi, hubungan institusional yang bersifat hierarkis, dan hubungan subjek dengan objek yang dikuasainya. Karena kekuasaan memiliki banyak dimensi, maka tidak ada kesepahaman di antara para ahli politik, sosiologi, hukum dan kenegaraan mengenai pengertian kekuasaan. Max Weber, mengemukakan bahwa “kekuasaan adalah kemampuan untuk, dalam suatu hubungan sosial, melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan, dan apa pun dasar kemampuan ini.”

Perumusan kekuasaan yang dikemukakan Weber dijadikan dasar perumusan pengertian kekuasaan oleh beberapa pemikir lain Misalnya, Strausz Hupe yang mendefinisikan kekuasaan sebagai “kemampuan untuk memaksakan kemauan pada orang lain” Demikian pula pengertian yang dikemukakan oleh C. Wright Mills bahwa “kekuasaan itu adalah dominasi, yaitu kemampuan untuk melaksanakan kemauan kendatipun orang lain menentang, artinya kekuasaan mempunyai sifat memaksa”

Akar kekuasaan adalah hasrat untuk mendominasi pihak lain dan menundukan mereka di bawah pengaruh dan kontrolnya. Kekuasaan dalam bentuknya yang asli berupa tindakan kesewenangan dalam kehidupan sosial. Motif yang melandasi kekuasaan ini dapat berupa motif politik, sosial maupun ekonomi. Kekuasaan yang menindas cenderung menghasilkan keinginan dari yang ditindas untuk mendobrak kekuasaan tersebut. Apabila kekuatan pihak yang ditindas terkristalisasi, mereka akan mendesak untuk dilakukannya perubahan baik secara damai atau mungkin revolusi atau reformasi atau apapun namanya

Kekuasaan yang menindas cenderung menghasilkan keinginan dari yang ditindas untuk mendobrak kekuasaan tersebut. Apabila kekuatan pihak yang ditindas terkristalisasi, mereka akan mendesak untuk dilakukannya perubahan baik secara damai atau mungkin revolusi atau reformasi atau apapun namanya[6]

Kekuasaan adalah kemampuan umum untuk menjamin pelaksanaan dari kewajiban-kewajiban yang mengikat oleh unit-unit organisasi kolektif dalam suatu sistem yang merupakan kewajiban-kewajiban yang diakui dengan acuan kepada pencapaian tujuan-tujuan kolektif mereka dan bila ada pengingkaran terhadap kewajiban-kewajiban dapat dikenai oleh sanksi negatif tertentu, siapapun yang menegakkannya. Pengertian ini menitikberatkan kepada kekuasaan



[1] Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006, hlm 11.

[2] Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Chandra Pratama. Hlm 39.

[4] R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, hlm 27-28

[5] I Dewa Gede Atmadja, Filsafat Hukum Dimensi Tematis dan Historis, Malang: Setara Press, 2014, hlm. 64.

 

[6] Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Kencana, 2008, hlm. 81.

 


Posting Komentar

Posting Komentar