- -->
NhuwqF8Gr3wCNrhjjrVDE5IVAMcbVyYzY2IKGw4q

Laporkan Penyalahgunaan

Cari Blog Ini

RANDOM / BY LABEL (Style 4)

label: 'random', num: 4, showComment: true, showLabel: true, showSnippet: true, showTime: true, showText: 'Show All'

Halaman

Bookmark
Baru Diposting

Panduan Menjadi Advokat di Indonesia - karya Hukum

Halo Sobat Karya Hukum Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Semoga Sobat Justitia selalu sehat di manapun berada. Hari ini, saya akan meny…

Apakah hukum sejatinya tumpul keatas dan tajam kebawah? Bagaimana Hukum Memandang sebuah keadilan ?

 

Tidak etis rasanya mengerti dan mendalami hukum namun tidak tau esensi dari keadilan itu sendiri. Banyak orang-orang atau masyarakat yang awam, melihat dan menjastifikasi hukum yang ada di Indonesia hanya berlaku untuk kelas kecil menengah kebawah namun untuk kalangan yang memiliki kedudukan tinggi, yang memiliki jabatan dan koneksi dengan pejabat maupun penegak hukum, keadilan hanyalah sebuah karangan yang bisa di dongeng.

Seperti halnya kasus menimpa seorang wanita tua bernama Minah, warga Banyumas, Jawa Tengah, yang dituduh mencuri 3 buah kakao dari Perkebunan Rumpun Sari Antan (RSA). Peristiwa ini terjadi pada tahun 2009 silam. Pemeriksaan berlangsung sampai akhirnya kasus ini bergulir ke meja hijau di Pengadilan Negeri Purwokerto. Dan berakhir didakwa atas pencurian (Pasal 362 KUHP) dimana pidana penjara paling lama adalah lima tahun terhadap tindak pencuria 3 buah kakao seberat 3 kilogram dengan perhitungan harga Rp 2.000 per kilogram dengan registrasi perkara No. 247/PID.B/2009/PN.Pwt.

Sedangkan kasus besar seperti kasus korupsi mantan gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah yang dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda 200 juta rupiah dimana dalam pelanggarannnya, Ratu telah melakukan suap kepada mantan ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar sebesar 1 Miliar Rupiah untuk memenangkan gugatan yang diajukan kepada Amir Hamzah dan Kasmin.

Perkara ini ramai dibincangkan dan menyita perhatian publik lantaran kasus kecil tetap diproses hukum hingga ke meja hijau (pengadilan). Pembelajaran menarik dari kasus nenek Minah atua kasus ringan lainnya adalah sebenarnya kita bicara isu tentang mengapa kasus yang sangat sedemikian ringannya, tapi memaksa orang untuk diproses secara hukum?”

Dalam kasus seperti ini, masyarakat tentu menganggap remeh sebuah hukum dan keadilan Bagaimana tidak? Seolah ada anomali dengan kasus-kasus kejahatan lainnya yang memiliki nilai (kerugian) nominal besar justru tidak tersentuh oleh hukum. Terdapat pula kasus korupsi yang tidak terungkap atau dihukum sangat ringan. Sebagai contoh, hasil pemantauan oleh ICW (Indonesia Corruption Watch) Total selama 2021, terdapat 1.282 perkara dan 1.404 terdakwa kasus korupsi yang ditangani oleh KPK dan Kejaksaan, baik Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, maupun Kejaksaan Negeri. "Rata-rata hukuman penjara bagi koruptor pada 2021 hanya 3 tahun 5 bulan penjara.  Di sisi lain, ada kasus yang secara nominal sangat rendah, tetapi tetap diproses hukum hingga ke pengadilan, seperti kasus Nenek Minah.

Kasus remeh temeh ini sekilas mungkin terkesan tidak adil karena sampai masuk ke persidangan namun diakhir video ini kalian akan berfikir bahwa keadilan yang sesungguhnya adalah ketidakadilan itu sendiri.





Chapter I Proses Peradilan

Untuk mendapatkan pandangan terhadap keadilan itu sendiri kalian perlu pengetahuan tentang bagaimana proses peradilan ini berjalan, proses ini kalian dapat pelajari di mata kuliah hukum acara karena menguraikan serangkaian aturan dan prosedur yang mengatur tata cara penegakan hukum di Indonesia.

Berlatar belakang kasus pencurian 3 buah kakao tadi perlu di ketahui bahwa pengklasifikasian kasus ini masuk kedalam kasus pidana karena memuat tindakan yang melanggar hukum dan melibatkan perbuatan yang merugikan pihak lain secara illegal.

Tahapan yang dilakukan sebelum suatu kasus dapat di proses di pengadilan yaitu

1.      Tahap Penyelidikan dan Penyidikan

Sebelum masuk kedalam pengadilan ketika terjadi sebuah kasus pidana ada proses yang harus dilewati terlebih dahulu yaitu adanya pelaporan oleh pihak yang merasa dirugikan terhadap tindak pidana yang terjadi dimana pelaporan ini dapat diajukan kepada pihak kepolisian yang merupakan pihak pertama yang berwenang  untuk melakukan pengecekan apakah benar suatu tindak pidana tersebut terjadi, proses ini kita sebut sebagai tahap penyeledikan untuk kemudian diputuskan apakah dapat dilakukan penyidikan terhadapnya atau tidak.

Berdasarkan pasal 1 point 2 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal ini kepolisian untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi. Pada tahapan penyidikan ini, orang yang diduga sebagai pelaku ditetapkan sebagai tersangka.

Dalam melakukan tahapan ini, polisi diberi kewenangan untuk melakukan upaya paksa demi penyelesaian penyidikan. Upaya-upaya bersifat memaksa tersebut meliputi: pemanggilan, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan surat. Upaya-upaya ini dilakukan untuk memenuhi pembuktian yang dianggap cukup untuk kepentingan penuntutan dan persidangan atas perkara tersebut. Jika tindak pidana telah selesai disidik oleh penyidik maka hasil penyidikan diserahkan kepada penuntun umum atau jaksa yang akan membawa berkas perkara kedalam peradilan. Tahap penyidikan dianggap selesai jika berkas perkara yang diserahkan tersebut diterima dan dinyatakan lengkap (P21).

P21 ini adalah sebuah kode pemberitahuan bahwa hasil penyidikan sudah lengkap. Lengkap dalam artian syarat formil dan materiil telah terpenuhi seperti identitas tersangka, berita acara pemeriksaan tersangka atau BAP serta alat dan barang bukti terkait,

2.      Tahap Penuntutan

Tahapan ini menjadi tanggung jawab penuntut umum atau jaksa. Berdasarkan pasal 1 point 7 KUHAP, penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. Pelimpahan perkara ini disertai dengan surat dakwaan. Surat dakwaan dibuat jaksa penuntut umum yang berisi pasal dan uraian Tindakan terdakwa yang memnuhi unsur pasal sehingga dapat dituntut pidana serta kewenangan pengadilan yang mengadili. Yang dibuat segera setelah menerima hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap dan memenuhi syarat untuk dilakukan penuntutan.

Pada tahap penuntutan ini  karena sudah masuk kedalam peradilan status pelaku yang sebelumnya adalah tersangka kini berubah menjadi terdakwa.

3.      Tahap Praperadilan

Mekanisme praperadilan diatur dalam Pasal 1 point 10 dan Pasal 11 KUHAP. Hukum acara pidana Indonesia mengenal suatu mekanisme pengujian terhadap sah atau tidaknya suatu penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, penghentian penuntutan dan permintaan ganti rugi, rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Permohonan praperadilan diajukan dan diproses sebelum perkara pokok disidangkan di pengadilan. Oleh sebab itu, dinamakan pra atau sebelum dan peradilan atau persidangan.

Mengutip Pasal 1 angka 10 KUHAP, praperadilan adalah wewenang hakim untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang. Kemudian, untuk pihak-pihak yang dapat mengajukan praperadilan, diantaranya:

a.       Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya (Pasal 79 KUHAP).

b.      Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya (Pasal 80 KUHAP).

c.       Permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua Pengadilan Negeri dengan menyebut alasannya (Pasal 81 KUHAP).

4.      Tahap Peradilan

Persidangan perkara pidana di pengadilan negeri dimulai dengan pembacaan dakwaan hingga putusan. Adapun tahapan proses persidangan di pengadilan negeri dapat kalian Simak di penjabaran berikut ini.

1) Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum (kecuali perkara tertentu dinyatakan tertutup untuk umum);

2) Penuntut Umum (PU) diperintahkan untuk menghadapkan terdakwa ke depan persidangan dalam keadaan bebas;

3) Terdakwa ditanyakan identitasnya dan ditanya apakah sudah menerima salinan surat dakwaan;

4) Terdakwa ditanya pula apakah dalam keadaan sehat dan bersedia untuk diperiksa di depan persidangan (kalau bersedia sidang dilanjutkan);

5) Terdakwa ditanyakan apakah akan didampingi oleh Penasihat Hukum (apabila didampingi apakah akan membawa sendiri, kalau tidak membawa sendiri akan ditunjuk Penasihat Hukum (PH) oleh Majlis Hakim dalam hal terdakwa diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih/pasal 56 KUHAP ayat (1);

6) Dilanjutkan pembacaan surat dakwaan;

7) Atas pembacaan surat dakwaan tadi terdakwa (PH) ditanya akan mengajukan eksepsi atau tidak;

8) Dalam terdakwa/PH mengajukan eksepsi maka diberi kesempatan dan sidang ditunda;

9) Apabila ada eksepsi dilanjutkan tanggapan JPU atas eksepsi (replik);

10) Selanjutnya dibacakan putusan sela oleh Majlis Hakim;

11) Apabila eksepsi ditolak dilanjutkan pemeriksaan pokok perkara (pembuktian)

12) Pemeriksaan saksi-saksi yang diajukan oleh PU (dimulai dari saksi korban);

13)  Dilanjutkan saksi lainnya;

14) Apabila ada saksi yang meringankan diperiksa pula, saksi ahli Witness/expert)

15)  Pemeriksaan terhadap terdakwa;

16)  Tuntutan (requisitoir);

17)  Pembelaan (pledoi);

18)  Replik dari PU;

19)  Duplik dari PH

20)  Putusan Akhir oleh Majlis Hakim.

 

Chapter II Cara jaksa menentukan Pasal Terhadap suatu tindak pidana

Perlu kita ketahui bahwa apapun bentuk tindak pidananya semua yang masuk kedalam persindangan telah dipastikan memenuhi unsur pasal pemidaan sebagai contoh kasus pencurian nenek minah yang didakwa dengan pasal pencurian yaitu pasal 362 KUHP yang menjelaskan Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Dari pasal tersebut terdapat unsur yang harus terpenuhi yaitu adanya barang siapa? Dalam hal ini adalah pelaku yaitu nenek minah, mengambil barang sesuatu dalam hal ini 3 buah kakao, yang seluruhnya atau Sebagian kepunyaan orang dalam hal ini yang memiliki adalah pemilik Perkebunan Rumpun Sari Antan (RSA), dengan maksud memiliki si pelaku mengakui mengambil 3 buah kakao untuk dimiliki tanpa ijin meminta kepada pemiilik sehingga dengan terpenuhinya semua unsur tadi jaksa atau penuntun umum berhak menuntut penjara hingga maksimal lima tahun penjara.

Penjatuhan hukuman pemidanaan terhadap seorang terdakwa sepenuhnya bergantung pada penilaian dan keyakinan majelis hakim terhadap bukti-bukti dan fakta yang terungkap di persidangan. Sesuai Pasal 193 ayat (1) KUHAP, jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana, maka pengadilan menjatuhkan pidana kepadanya.

Majelis hakim dapat menjatuhkan putusan lebih rendah, sama, atau lebih tinggi dari rekuisitor penuntut umum. Putusan majelis hakim yang melebihi tuntutan dari jaksa secara normatif, tidak melanggar hukum acara pidana. Dalam kasus pencurian 3 buah kakao tadi hakim memvonis pidana penjara selama 1 (satu) bulan 15 (lima belas) hari dengan ketentuan pidana tersebut tidak perlu terdakwa jalani.

Namun apakah kasus ini memang harus masuk kedalam peradilan? Jawabannya iyaa karena ada sifat memaksa hukum yang mengharuskan seseorang dipidana karena melanggar aturan hukum demi terciptanya kepastian hukum namun terhadap ringan beratnya suatu hukuman adalah satu-satunya cara agar hukuman dapat mendekati keadilan. Karena sejatinya ketika suatu kasus masuk ke persidangan akan ada pihak yang menang dan yang dikalahkan bagaimana mungkin ada suatu keadilan jika adalah salah satu pihak yang dikalahkan? Dan yang satu di menangkan? Bagaimana mungkin terjadi kepastian hukum apabila ada tindak pidana yang secara nyata dan terbukti melakukan tindak pidana tidak di hukum?

Defenisi adil dan tidak adil sangat relative, tergantung dari sisi mana kita melihatnya. Jika ditinjau dari sisi pihak yang menang atau dimenangkan, putusan hukum selalu adil sementara sebaliknya dari sisi pihak yang kalah atau dikalahkan, putusan hukum selalu tidak adil. Alhasil dari sini kita dapati bahwa keadilan adalah ketidakadilan itu sendiri. Namun kita dapat mendekati keadilan dengan penerapan sanksi pemidaan yang disesuaikan dengan kemanusiaan.

Selain itu yang bermasalah bukanlah hukum yang tajam kebawah tapi yang menjadi masalah adalah hukum yang tumpul keatas dimana orang yang memiliki kuasa akan mampu membutakan proses penegakan hukum seperti memberi pembelaan yang dapat meragukan pertimbangan hakim sehingga para penegak hukum sulit meyakinkan hakim untuk mendapatkan bukti agar tindak pidana dapat masuk dipersidangan atau memberatkan hukuman.

Selain itu di Indonesia sendiri menganut positivisme hukum yang merupakan peninggalan belanda, yang memandang hakekat hukum tidak lain dari pada norma-norma positif dalam sistem perundang-undangan. Pandangan tentang hukum yang demikian itu, menurut Prof. Satjipto Rahardjo menjadi bersifat optik perskriptif, yaitu memandang hukum hanya sebagai sistem kaidah yang penganalisisnya terlepas dari landasan  kemasyarakatannya. (Anthon F.Susanto, dalam Butir-Butir Pemikiran dalam Hukum, 2008: 11).

Simplenya positivisme hukum ini membuat seorang hakim berpandangan apa yang diatur di UU dalam hal ini KUHP maka ketika seseorang melanggarnya maka harus dihukum sesuai dengan aturan tersebut tanpa mempertimbangkan kemanusiaan. Karena demi kepastian hukum itulah maka ada yang berpendapat menegakkan hukum sama artinya dengan menegakkan Undang-Undang.

 

Chapter III Uang membeli keadilan

Kondisi masyarakat Indonesia saat ini, masih banyak yang tidak mengerti hukum, sehingga ketika mereka tidak bersama dengan kuasa hukum disamping mereka, tuntutan dan serangan demi serangan diterima langsung tanpa adanya pembelaan yang teoritis berdasar hukum, karena perlu untuk diketahui, bahwa dalam sidang, yang menang adalah yang berhasil menggunakan hukum secara maksimal.

Dan seperti yang telah diketahui, menyewa pengacara yang benar benar membela itu butuh perjanjian, dan perjanjian pasti berhubungan dengan uang. Inilah faktor yang membuat kaum proletary atau kelas sosial rendah cenderung memasrahkan semuanya kepada hakim.

Keadilan “hukum” bagi kebanyakan masyarakat seperti barang mahal, sebaliknya barang murah bagi segelintir orang. Keadilan hukum hanya dimiliki oleh orang-orang yang memiliki kekuatan dan akses politik serta ekonomi saja. Kondisi ini sesuai dengan ilustrasi dari Donald Black (1976:21-23), ada kebenaran sebuah dalil, bahwa Downward law is greater than upward.Maksudnya, tuntutan-tuntutan atau gugatan oleh seseorang dari kelas “atas” atau kaya terhadap mereka yang berstatus rendah atau miskin akan cenderung dinilai serius sehingga akan memperoleh reaksi, namun tidak demikian yang sebaliknya. Kelompok atas lebih mudah mengakses keadilan, sementara kelompok marginal atau miskin sangat sulit untuk mendapatkannya (Wignjosoebroto, 2008:187).

Simplenya teori ini bermaksud bahwa ketika yang menjadi terdakwa adalah orang yang berada, memiliki kekuasaan, uang dan atau jabatan dengan kasus besar maka akan dianggap kasus serius yang penanganannya harus serius pula, mampu membeli pengacara mahal sekalipun, mampu membuat atau menemukan celah hukum sehingga mamppu meyakinkan hakim untuk memberikan keputusan yang lebih ringan sedangkan pada rakyat bawah hukum dipercayakan kepada hakim tanpa berfikiran untuk memperoleh keringanan akibat ketidakmampuannya ?

Jadi menurut kalian bisakan keadilan itu terbentuk?

Posting Komentar

Posting Komentar