Pembangunan nasional yang semakin
meningkat tidak selalu membawa kebahagiaan tanpa disertai dengan peningkatan
pembangunan kualitas sumber daya manusia, maka sebaliknya pembangunan dapat
menimbulkan hasil yang tidak seimbang berupa penyalagunaan atau
perbuatan-perbuatan menyimpang lainnya, sebagai contoh adalah ketidaksesuaian
pengukur BBM di SPBU tertentu dengan menggunakan teknologi digital. Tindakan
pelanggaran pelaku usaha dalam hal ini banyak menyebabkan kerugian bagi pihak
konsumen, masalah hak dan perlindungan konsumen. Pihak konsumen masih banyak
yang tidak mengerti apa saja yang menjadi hak mereka dan apa saja yang menjadi
kewajiban yang harus mereka dapatkan pada suatu pelaku usaha yang menjual jasa
ataupun bentuk layanan lainnya. Pelayanan dalam kegiatan usaha di SPBU
menimbulkan interaksi antara pelaku usaha dan konsumen sebagai pembeli. Dalam
layanan pembelian BBM di SPBU, bukan tidak mungkin terjadi suatu masalah antara
pelaku usaha dengan konsumen yang dapat menimbulkan kerugian terhadap konsumen,
oleh karenanya konsumen perlu mendapat perlindungan hukum.
Pelanggaran ekonomi merupakan
pelanggaran yang dilakukan tanpa kekerasan disertai dengan kecurangan (deceit),
penyesatan (misprecentation), penyembunyian kenyataan (concealment of facts),
manipulasi, pelanggaran kepercayaan (breach of trust), penyalahgunaan (misuse),
akal-akalan (subterfuge) atau pengelakan terhadap peraturan (illegal
circumvention). Salah satu bentuk pelanggaran ekonomi tersebut adalah
ketidaksesuaian dalam penetapan ukuran atau timbangan atau yang biasa disebut
dengan metrologi. Lembaga atau sebagai jawatan yang berwenang menangani masalah
metrologi di Indonesia adalah Direktorat Metrologi yang didirikan pada tahun
1923 yang menjadi dasar pengaturan pengawasan dibidang metrology.[1]
Metrologi Legal merupakan metrologi
yang mengelola satuan-satuan ukuran, metoda-metoda pengukuran dan alat-alat
ukur, yang menyangkut persyaratan teknik dan peraturan berdasarkan
undang-undang yang bertujuan melindungi kepentingan umum dalam hal kebenaran
pengukuran. Penyelenggaraan kegiatan Metrologi Legal meliputi pelayanan tera
dan tera ulang dan pengawasan Metrologi Legal. Pengawasan Metrologi Legal di
dalamnya terdapat fungsi penegakan. Pengawasan di bidang Metrologi legal telah
dilaksanakan secara berkala oleh Pemerintah, salah satunya terhadap SPBU,
berupaya semaksimal mungkin mencegah terjadinya perbuatan yang dilakukan oleh
pelaku usaha SPBU yang dapat merugikan konsumen. Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1981 Tentang Metrologi Legal dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen mengatur secara jelas larangan bagi pelaku usaha dan
sanksi pidananya, namun kenyataan di lapangan ternyata masih terdapat
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha SPBU.
Dengan demikian dapat dilihat dari
tujuan penyelengaraan kemetrologian yang telah dituangkan didalam konsideran
Undang – Undang RI Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal yang berbunyi:
“Bahwa untuk melindungi kepentingan umum perlu adanya jaminan dalam kebenaran
pengukuran serta adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemakaian satuan
ukur, standar satuan, metode pengukuran dan alat – alat ukur, Takar, Timbangan
dan Perlengkapannya”. Jenis-jenis sanksi yang dapat dijatuhkan kepada pelaku
usaha menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
adalah berupa sanksi administratif, sanksi pidana dan dapat pula dijatuhi
hukuman tambahan. Disamping dapat dikenakan sanksi yang ada pada Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, kepada pelaku usaha yang
terbukti melakukan kecurangan juga dapat dikenakan sanksi yang terdapat dalam
Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 Tentang Metrologi Legal
karena telah melakukan perbuatan yang dilarang dalam Pasal 30 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1981 Tentang Metrologi Legal.
Alat ukur di SPBU pada masa sekarang
tidak terlepas dari kecanggihan teknologi sebagai alat pengukur volume yang
diserahkan kepada konsumen. Sesuai dengan kemajuan teknologi dibidang
Kemetrologian dan tuntutan jaman, alat ukur pengemas telah berkembang dari
sistem mekanik menjadi sistem elektronik, sehingga lebih meningkatkan
kepercayaan pembeli terhadap alat ukur yang dipergunakan. Pelanggaran dalam hal
penggunaan alat ukur oleh produsen adalah salah satu pelanggaran ekonomi yang
sangat sering terjadi di dalam kegiatan perekonomian yang dilakukan oleh
masyarakat. Fakta yang dapat dijumpai yaitu keluhan masyarakat tentang
ketidaksesuaian alat ukur, khususnya pada saat pembelian BBM (Bahan Bakar
Minyak).
Sebagai studi kasus penulis mengenai
tindak pidana di bidang Metrologi Legal khususnya mengenai alat ukur BBM di
SPBU, penulis mengambil contoh berdasarkan laporan Kejadian Nomor : 1/PPNS-ML-BSMLREGI/LK/3/2019 yang diterima
oleh Balai Standardisasi Metrologi Legal Regional I Medan dengan pelapor atas
nama Rita Iska, dimana dalam laporan tersebut diduga adanya tindak pidana di bidang Metrologi Legal pada
hari senin tanggal 14 Januari 2000 di Jl. Ringroad Gagak Hitam No 321 SPBU
14.201.138 Sei Sikambing Kota Medan dengan modus memiliki
dan atau menggunakan alat-alat ukur/takar/ timbang dan atau perlengkapannya
yang tidak memiliki tanda TERA dan atau tanda TERA yang rusak dengan alat bukti
berupa 1 (satu) unit pompa ukur BBM merek Gilbarco Tipe NA2 Nomor
Seri ASEN119143
Berdasarkan laporan tersebut tentu
dapat dilihat dalam hal ini konsumen akan dirugikan karena BBM yang dibeli
tidak sesuai dengan ukuran sebenarnya, maka berdasarkan hal tersebut penulis ingin
menulis makalah yang berjudul Analisa Yuridis Terhadap Penyalahgunaan Alat
Pompa Ukur BBM Studi Kasus Laporan No : 1/PPNS-ML-BSMLREGI/LK/3/2019 Balai
Standardisasi Metrologi Legal Regional Medan
A. Pengaturan
Terhadap Penyalahgunaan Alat Pompa Ukur BBM
Secara etimologis,
penyalahgunaan itu sendiri dalam bahasa asingnya disebut ”abuse” yaitu memakai
hak miliknya yang bukan pada tempatnya. Dapat juga diartikan salah pakai atau ”misuse”,
yaitu mempergunakan sesuatu yang tidak sesuai dengan fungsinya.[2] Penyalahgunan
tersebut termasuk tindak pidana, menurut Moeljatno menggunakan istilah
perbuatan pidana untuk tindak pidana, yang didefinisikan sebagai perbuatan yang
dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang
berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.[3]
Pompe yang merumuskan
bahwa suatu strafbaar feit adalah suatu Tindakan yang menurut sesuatu rumusan
Undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum.[4]
Vos merumuskan bahwa strafbaar feit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam
pidana oleh peraturan perundang-undangan[5].
Menurut Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya asas-asas hukum pidana di indonesia
memberikan pengertian tindak pidana atau dalam bahasa Belanda strafbaar feit,
yang sebenarnya merupakan istilah resmi dalam Strafwetboek atau Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana, yang sekarang berlaku di indonesia. Ada istilah
dalam bahasa asing, yaitu delict. Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang
pelakunya dapat dikenai hukum pidana. Dan, pelaku ini dapat dikatakan merupakan
subjek tindak pidana.[6]
Tindak pidana yang
dilakukan oleh penjual yang berkaitan dengan alat pompa BBM. Kata penjual
sering diartikan sebagai pedagang dalam perkembangannya diartikan sebagai
pelaku usaha yang bermakna lebih luas. Istilah terakhir ini dipilih untuk
memberi arti sekaligus bagi, produsen, penyalur, penjual, dan terminologi lain
yang lazim diberikan. Bahkan, untuk kasus yang spesifik seperti dalam kasus
periklanan, pelaku usaha ini juga mencakup perusahaan media, tempat iklan itu
ditayangkan.[7]
Ada beberapa undang-undang yang mencantumkan kata konsumen di dalamnya, akan tetapi di beberapa undang-undang lain disebutkan pula kata setiap orang, manusia, dan masyarakat. Namun pengertiannya tetap saja mengandung makna konsumen, karena seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya dalam pengertian konsumen terkandung juga pengertian kata setiap orang,manusia dan masyarakat. Berikut akan dijelaskan ketentuan atau pengaturan sanksi pidana bagi pelanggar hak-hak konsumen, masyarakat, yang berkaitan dengan penyalahgunaan alat takar dan timbangan yang terkandung dalam undang-undang yang telah disebutkan di atas sebagai berikut:
1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal
Hukum positif Indonesia yang mengatur tentang alat UTTP adalah Undang- Undang Nomor 2 tahun 1981. Perbuatan yang dilarang sudah secara jelas diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 30, dan sanksi pidana diatur dalam Pasal 32 dan Pasal 33.
Perbuatan manipulasi Pompa Ukur BBM dapat disangkakan dengan Pasal 32 ayat (1) jo Pasal 25 huruf d dan e jo Pasal 27. jelas diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 30, dan sanksi pidana diatur dalam Pasal 32 dan Pasal 33. Perbuatan manipulasi Pompa Ukur BBM dapat disangkakan dengan Pasal 32 ayat (1) jo Pasal 25 huruf d dan e jo Pasal 27.
Undang-undang ini telah menjamin kepentingan konsumen yang dalam kesehariannya selalu berhubungan dengan pasar yang menuntut untuk terus mengkonsumsi barang di pasaran baik dalam bentuk kemasan maupun dalam bentuk timbangan (tidak dikemas). Undang-undang ini menuntut untuk adanya sikap jujur kepada pelaku usaha dalam membuat, memasarkan, mengedarkan, mempromosikan suatu barang dan kegiatan lain yang sejalan dengan itu.
2) Kitab
Undang-undang Hukum Pidana
Kejahatan
penipuan yang termuat dalam Buku II KUHP sebagai penipuan atau perbuatan
curang. Penipuan memiliki pengertian luas dan pengertian sempit. Dalam KUHP,
penipuan dalam arti luas yaitu semua kejahatan yang dirumuskan dalam Bab XXV
KUHP sedangkan penipuan dalam arti sempit yaitu bentuk penipuan yang dirumuskan
dalam Pasal 378 (bentuk pokoknya) dan 379 (bentuk khususnya) atau yangbiasa
disebut oplichting.[8]
Luasnya pengertian penipuan, sehingga penulis hanya membahas yang berkaitan
dengan penipuan yang dilakukan oleh penjual. Adapun Pasal 383 KUHP adalah:
Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan, seorang
penjual yang berbuat curang terhadap pembeli :
a. Karena
sengaja menyerahkan barang lain daripada yang ditunjuk untuk dibeli;
b. Mengenai
jenis keadaan atau banyaknya barang yang diserahkan, dengan menggunakan tipu
muslihat.
3) Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Pasal
7 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menegaskan
bawah: Kewajiban pelaku usaha adalah :
a. Beritikad
baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. Memberikan
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. Memperlakukan
atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d. Menjamin
mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. Memberi
kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa
tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan;
f. Memberi kompensasi, ganti
rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat Penggunaan, pemakaian dan
pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. Memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Ada
10 larangan bagi pelaku usaha sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1)
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, tetapi yang
berkaitan dengan penggunaan alat takar dan timbangan ada 3 dapat diketahui
sebagai berikut: yakni pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :
a. Tidak
memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan
peraturan perundangundangan;
b. Tidak
sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan
sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c. Tidak
sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran
yang sebenarnya;
Pelanggaran
terhadap ketentuan tersebut di atas dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan
Pasal 62 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen berbunyi, Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat
(1) huruf a, huruf b, huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan
pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2
miliar.
B. Penerapan
Terhadap Penyalahgunaan Alat Pompa Ukur BBM (Studi Laporan
No.1/PPNS-ML-BSMLREGI/LK/3/2019 Balai Standardisasi Metrologi Legal Regional
Medan)
1) Uraian
singkat kejadian
Telah terjadi dugaan
tindak pidana di bidang Metrologi Legal terhadap dalam Pasal 32 ayat (1) jo.
Pasal 25 huruf c dan e jo. Pasal 34 ayat (1) huruf a dan ayat (2) Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal di SPBU Nomor 14.201.138 Jalan Gagak Hitam No 321
Sei Sikambing Kota Medan Provinsi Sumatera Utara pada hari Senin tanggal 14
Januari 2019 pukul 15:00 – 19:00 WIB, yang dilakukan oleh Tersangka NETY SALEH
binti SALEH selaku Direktur Utama P.T. Tiga Dua Satu SPBU No. 14.201.138, dengan modus operandi mempunyai, memakai alat
ukur, takar, timbang dan atau perlengkapannya, yang tanda teranya rusak dan yang isi atau
penunjukannya menyimpang dari nilai yang seharusnya daripada yang diizinkan di
tempat usaha
2) Analisa
Yuridis
a. Pasal
Yang Disangkakan
Berdasarkan fakta-fakta dari posisi
kasus dan berdasarkan petunjuk yang ada selanjutnya kasus tersebut dianalisa
secara yuridis sesuai dengan pasal yang dipersangkakan dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Pasal
32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal : “Barangsiapa
melakukan perbuatan yang tercantum dalam pasal 25, pasal 26, pasal 27, dan
pasal 28 Undang-undang ini dipidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan
atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (Satu juta rupiah
2. Pasal
25 huruf c Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal “Dilarang
mempunyai, menaruh, memamerkan, memakai atau menyuruh memakai alat-alat ukur,
takar, timbang dan atau perlengkapannya yang tanda teranya rusak di tempat
usaha
3. Pasal
25 huruf e Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal: “Dilarang
mempunyai, menaruh, memamerkan, memakai atau menyuruh memakai: alat-alat ukur,
takar, timbang dan atau perlengkapannya yang panjang, isi, berat atau
penunjukkannya menyimpang dari nilai yang seharusnya daripada yang diizinkan
berdasarkan Pasal 12 huruf c Undang-undang ini untuk tera ulang di tempat usaha
4. Pasal
34 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal: “Suatu
perbuatan kejahatan atau pelanggaran yang berdasarkan Undang-undang ini diancam
hukuman apabila dilakukan oleh suatu badan usaha, maka tuntutan dan atau
hukuman ditujukan kepada pengurus, apabila berbentuk badan hukum”
5. Pasal
34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal “Perbuatan
sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini meliputi perbuatan-perbuatan yang
dilakukan oleh pengurus, pegawai atau kuasanya yang karena tindakannya
melakukan pekerjaan untuk badan usaha yang bersangkutan.”
3)
Pembahasan unsur-unsur
pasal yang disangkakan:
1. Unsur
“Barang Siapa”
Unsur “Barang Siapa” dalam
perkara ini menunjuk kepada Subjek Hukum atau orang yaitu Tersangka NETY SALEH binti SALEH,
yang didukung dengan alat bukti petunjuk berupa Kartu Tanda Penduduk atas nama
Tersangka NETY SALEH binti SALEH,
NIK 1207235509610002,
dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Deli
Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Tersangka NETY SALEH binti SALEH
selama pemeriksaan oleh Penyidik mempunyai kemampuan untuk mengikuti jalannya
pemeriksaan dan dapat menjawab secara baik setiap pertanyaan yang diajukan oleh
Penyidik, serta tidak ditemukan adanya alasan pemaaf atau pembenar pada diri
Tersangka yang dapat melepaskan dari kemampuan untuk mempertanggungjawabkan
atas perbuatan yang telah dilakukannya.
2. Unsur
“mempunyai”
Unsur
ini telah telah terpenuhi berdasarkan barang bukti dan dengan dikuatkan oleh
keterangan para saksi yaitu sebagai berikut:
a.
Saksi Saksi RITA ISKA
menyatakan bahwa UTTP berupa Pompa Ukur BBM yang berada di SPBU No. 14.201.138
adalah milik PT. Tiga Dua Satu
b. Saksi
DIKI WAHYUDI menyatakan bahwa pemilik SPBU adalah PT. Tiga Dua Satu dengan NETY
SALEH binti SALEH sebagai Direktur Utama PT. Tiga Dua Satu.
c. Saksi
SITI HAJAR PRATININGSIH menyatakan bahwa pemilik SPBU adalah PT. Tiga Dua Satu
dengan NETY SALEH binti SALEH sebagai Direktur Utama PT. Tiga Dua Satu
3. Unsur
“memakai”
Hal tersebut dikuatkan oleh
keterangan para saksi yaitu sebagai berikut:
a. Saksi RITA ISKA
menyatakan bahwa UTTP berupa Pompa Ukur BBM yang berada di SPBU No. 14.201.138
sedang digunakan untuk transaksi jual beli sebelum dilakukan kegiatan
pengawasan pada tanggal 14 Januari 2019.
b. Saksi HUDAIBAH MAHFUZA
menyatakan bahwa saat mendampingi kegiatan pengawasan, terdapat kegiatan
transaksi jual beli BBM di SPBU 14.201.138.
c. Saksi
SITI HAJAR PRATININGSIH menyatakan bahwa job deskripsi sebagai bagian Keuangan
di SPBU No. 14.201.138 adalah menerima setoran uang hasil penjualan BBM dari
operator SPBU.
d. Saksi
HENDRAYANA menyatakan bahwa saat kegiatan pengawasan, terdapat kegiatan
transaksi jual beli BBM di SPBU 14.201.138
e. Saksi
GUNAWAN SRI GUNTORO menyatakan bahwa saat kegiatan pengawasan, terdapat
kegiatan transaksi jual beli BBM di SPBU 14.201.138.
f. Saksi DIKI WAHYUDI
menyatakan bahwa pada pulau 4 (empat) yaitu mesin PUBBM merk Gilbarco Tipe NA2
Nomor Seri ASEN119143, Saksi yang menuangkan cairan BBM Solar dari 2 (dua) nozzle
ke dalam Bejana Ukur Standar (BUS) 20 (dua puluh) liter milik petugas yang
melakukan dalam pengawasan PUBBM. Saksi mengetahui bahwa volume cairan BBM
jenis solar yang dikeluarkan oleh 2 (dua) nozzle BBM Solar tersebut tidak
sesuai dengan Batas Kesalahan yang Diizinkan (BKD) metrologi. Minusnya lebih
dari -100 ml (seratus milliliter
g. Saksi
SITI HAJAR PRATININGSIH menyatakan bahwa pada saat kegiatan pengawasan, Saksi
melihat volume cairan BBM Solar yang kurang atau melebihi -100 ml (minus
seratus milliliter) oleh 2 (dua) unit nozzle pada PUBBM merek Gilbarco Tipe NA2
Nomor Seri ASEN119143
h. Saksi ZULHAIRI menyatakan
bahwa pada saat kegiatan pengawasan, Saksi melihat volume cairan BBM Solar yang
kurang atau melebihi -100 ml (minus seratus milliliter) oleh 2 (dua) unit
nozzle pada PUBBM merek Gilbarco Tipe NA2 Nomor Seri ASEN119143
4. Unsur
“alat-alat ukur, takar, timbang dan atau perlengkapannya”
Unsur “alat-alat ukur, takar,
timbang dan atau perlengkapannya “ sebagaimana dimaksud pada Pasal 25 huruf e Undang-Undang Nomor
2 Tahun 1981 Tentang Metrologi Legal dalam perkara ini telah terpenuhi bahwa
pompa ukur Bahan Bakar Minyak (BBM) yang digunakan untuk transaksi jual beli
BBM di SPBU wajib ditera dan ditera ulang, sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor 67 Tahun 2017 tentang Alat-Alat Ukur, Takar, Timbang,
Dan Perlengkapannya (UTTP) Yang Wajib Ditera Dan Ditera Ulang, dan Keputusan
Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Nomor
134/SPK/KEP/10/2015 tentang Meter Bahan Bakar Minyak dan Pompa Ukur Elpiji.-
Hal tersebut dikuatkan oleh keterangan para saksi
yaitu sebagai berikut:
a. Saksi HASUDUNGAN SIMANJUNTAK, S.T. menyatakan
bahwa Saksi melaksanakan Tera Ulang terhadap Pompa Ukur BBM (PUBBM) dengan
merek Gilbarco tipe NA2 Nomor Seri ASEN119143 Cairan Pertalite/Solar/Pertamax
jumlah nozzle 2/2/2 yang berada di pulau 4 pada SPBU no. 14.201.138 yang
beralamat Jalan Gagak Hitam No 321 Sei Sikambing Kota Medan Provinsi Sumatera
Utara pada tanggal 20, 21, 23, 24 Agustus 2018.
b. Saksi
LEORENCIUS SINAGA, A.Md. menyatakan
bahwa Saksi melaksanakan Tera Ulang terhadap Pompa Ukur BBM (PUBBM) dengan
merek Gilbarco tipe NA2 Nomor Seri ASEN119143 Cairan Pertalite/Solar/Pertamax
jumlah nozzle 2/2/2 yang berada di pulau 4 pada SPBU no. 14.201.138 yang
beralamat Jalan Gagak Hitam No 321 Sei Sikambing Kota Medan Provinsi Sumatera
Utara pada tanggal 20, 21, 23, 24 Agustus 2018.
c. Ahli
AGNAR REYHAN, S.T. menyatakan bahwa Pompa Ukur BBM merupakan UTTP yang wajib
tera ulang berdasarkan Permendag Nomor 67 Tahun 2018 tentang UTTP Wajib
Tera/Tera Ulang.
d. Ahli
AGNAR REYHAN, S.T. menyatakan bahwa untuk PUBBM besarnya Batas Kesalahan yang
Diizinkan (BKD) adalah ± 0,5%. Standar pembanding yang digunakan untuk
pengujian PUBBM adalah bejana ukur 20 liter. Apabila pada penyerahan BBM
penunjukan PUBBM adalah 20 liter, maka BBM yang ditakar pada bejana ukur harus
menunjukkan maksimum 20 liter ± 100 ml.
e. Ahli
AGNAR REYHAN, S.T. menyatakan bahwa pada bagian badan ukur pada PUBBM harus
dipasang tanda tera jaminan karena pada badan ukur dapat dilakukan perubahan,
modifikasi, atau penggantian yang dapat mempengaruhi sifat kemetrologian pada
PUBBM setelah dilakukan peneraan.
f. Alat Bukti Surat yaitu
Surat Keterangan Hasil Pengujian Nomor: 510.13/1113/VIII/2018 yang diterbitkan
Dinas Perdagangan Kota Medan tanggal
6 September 2018.
5. Unsur
“yang tanda teranya rusak”
Unsur “yang tanda teranya rusak“ sebagaimana dimaksud pada Pasal 25
huruf c Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 Tentang Metrologi Legal dalam perkara
ini telah terpenuhi.-
Hal tersebut dikuatkan oleh keterangan para saksi
yaitu sebagai berikut:
a. Ahli
AGNAR REYHAN, S.T.
menyatakan bahwa adanya PUBBM yang tidak terdapat tanda tera jaminan yang
terpasang pada badan ukur PUBBM di SPBU nomor 14.201.138 Jalan Gagak Hitam No. 321 Sei
Sikambing Kota Medan Provinsi Sumatera Utara Tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku, sebagaimana diatur pada
Pasal 25 huruf c Undang – Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.
b. Saksi
RITA ISKA, HUDAIBAH MAHFUZA, HENDRAYANA, GUNAWAN SRI GUNTORO menyatakan bahwa
pada saat kegiatan pengawasan tidak ditemukan adanya tanda jaminan yang
dipasang pada badan ukur yaitu bagian – bagian meter yang harus dilindungi dari
perubahan pada PUBBM merek
Gilbarco Tipe NA2 Nomor Seri ASEN119143.
c. Saksi
ZULHAIRI menyatakan bahwa pada saat kegiatan pengawasan, Saksi melihat bahwa
tidak ada tanda tera jaminan yang terpasang pada badan ukur Pompa Ukur Bahan
Bakar Minyak (PUBBM) merek Gilbarco Tipe NA2 Nomor Seri ASEN119143.
6. Unsur “yang isi atau
penunjukannya menyimpang dari nilai yang seharusnya daripada yang diizinkan”
Hal tersebut dikuatkan oleh keterangan para saksi
yaitu sebagai berikut:
a.
Saksi RITA ISKA, HUDAIBAH
MAHFUZA, HENDRAYANA, GUNAWAN SRI GUNTORO menyatakan bahwa pada saat kegiatan
pengawasan , hasil pengujian kebenaran dengan menggunakan Bejana Ukur Standar (BUS) 20 (dua puluh)
Liter terhadap 2 (dua) unit nozzle dengan jenis
BBM solar ditemukan bahwa rata – rata kesalahan penunjukkan 2 (dua) nozzle
dengan jenis BBM solar tersebut masing – masing adalah -138,33 ml (minus
seratus tiga puluh delapan koma tiga tiga mililiter) atau sebesar -0,69 %
(minus nol koma enam sembilan persen) dan -145,67 ml (minus seratus empat puluh
lima koma enam tujuh mililiter) atau sebesar -0,73 % (minus nol koma tujuh tiga
persen). Hal ini menunjukkan bahwa rata – rata kesalahan penunjukkan 2 (dua)
nozzle dengan jenis BBM solar tersebut melewati atau diluar Batas Kesalahan
yang Diizinkan (BKD) yaitu sebesar + 0,5 % (plus minus nol koma lima
persen) atau sebesar +100 ml (seratus milliliter) jika menggunakan Bejana Ukur Standar (BUS) 20 (dua puluh) liter.
b.
Saksi DIKI WAHYUDI
menyatakan bahwa pada pulau 4 (empat) yaitu mesin PUBBM merk Gilbarco Tipe NA2
Nomor Seri ASEN119143, Saksi yang menuangkan cairan BBM Solar dari 2 (dua)
nozzle ke dalam Bejana Ukur Standar (BUS) 20 (dua puluh) liter milik petugas
yang melakukan dalam pengawasan PUBBM. Saksi mengetahui bahwa volume cairan BBM
jenis solar yang dikeluarkan oleh 2 (dua) nozzle BBM Solar tersebut tidak
sesuai dengan Batas Kesalahan yang Diizinkan (BKD) metrologi. Minusnya lebih
dari -100 ml (seratus milliliter)
7. Unsur
“di tempat usaha”
Unsur “di tempat usaha“ sebagaimana dimaksud pada Pasal 25
huruf c dan e Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1981 Tentang Metrologi Legal dalam perkara ini telah terpenuhi. Bahwa
SPBU Nomor 14.201.138 yang beralamat di Jalan Gagak Hitam No 321 Sei Sikambing
Kota Medan Provinsi Sumatera Utara tersebut digunakan untuk melayani konsumen
dalam hal jual beli BBM adalah tempat usaha yaitu tempat yang digunakan untuk
kegiatan-kegiatan perdagangan, industri, produksi, usaha jasa,
penyimpanan-penyimpanan dokumen yang berkenaan dengan perusahaan, juga
kegiatan-kegiatan penyimpanan atau pameran barang-barang.
Hal tersebut dikuatkan oleh
keterangan para saksi yaitu sebagai berikut:
a. Saksi
RITA ISKA, HUDAIBAH MAHFUZA, HENDRAYANA, GUNAWAN SRI GUNTORO menyatakan bahwa
pada saat kegiatan pengawasan di SPBU 14.201.138, Pompa Ukur BBM (PUBBM) tersebut
dalam keadaan aktif dan terlihat sedang digunakan oleh SPBU untuk penyerahan
BBM ke konsumen.
b. Saksi
SITI HAJAR PRATININGSIH menyatakan bahwa Saksi bekerja sebagai administrasi yang bertugas untuk mengurusi surat
menyurat, bagian keuangan, gaji karyawan, pembukuan, memeriksa surat tera
metrologi apabila sudah mau habis masa berlaku di
SPBU 14.201.138.
c. Ahli
BUDIMAN GINTING menyatakan bahwa kedudukan PT. Tiga Dua Satu sebagai pelaksana
kegiatan usaha di SPBU 14.201.138, maka yang bertanggung jawab atas tindak
pidana berupa :
1)Menggunakan alat-alat
ukur takar timbang dan atau perlengkapannya (UTTP) yaitu pompa ukur bahan bakar
minyak (PUBBM) yang tidak bertanda tera jaminan pada badan ukur PUBBM.
2)Menggunakan alat-alat
ukur takar timbang dan atau perlengkapannya (UTTP) yaitu pompa ukur bahan bakar
minyak (PUBBM) yang hasil pengujian kebenarannya tidak sesuai dengan Batas
Kesalahan yang Diizinkan (BKD).
8. Unsur
“badan hukum”
Unsur “badan hukum“ sebagaimana dimaksud pada Pasal 34
ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 Tentang Metrologi Legal dalam
perkara ini telah terpenuhi.-
Hal
tersebut dikuatkan oleh keterangan para saksi yaitu sebagai berikut:
1) Saksi
DIKI WAHYUDI, SITI HAJAR PRATININGSIH, ZULHAIRI, GUNAWAN SYAHPUTRA,
BURHANUDDIN, NORA, HARDIANTO RAMLI menyatakan bahwa pemilik SPBU adalah PT.
Tiga Dua Satu dengan NETY SALEH binti
SALEH sebagai Direktur Utama PT. Tiga Dua Satu.
2) Ahli
BUDIMAN GINTING menyatakan bahwa kedudukan PT. Tiga Dua Satu adalah orang dan
atau badan hukum yang bertanggungjawab terhadap tindak pidana bidang metrologi
legal yang telah dibuatnya.
Hal
tersebut dikuatkan dengan Alat Bukti Surat berupa :
1)
Berkas salinan
dokumen Akta Pendirian Perseroan Terbatas P.T. Tiga Dua Satu No. 45 tanggal 9
April 2012 yang diterbitkan oleh Notaris Jhon Langsung SH yang yang dilegalisir
oleh Notaris Henny Triana Barus Kabupaten Deli Serdang.
2)
Berkas salinan
yang dilegalisir dokumen Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor: AHU-25736.AH.01.01.Tahun 2012 tentang Pengesahan badan hukum
P.T. Tiga Dua Satu yang dilegalisir oleh Notaris Henny Triana Barus Kabupaten
Deli Serdang
9.
Unsur “pengurus”
Unsur “pengurus“ sebagaimana dimaksud pada Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor
2 Tahun 1981 Tentang Metrologi Legal berkaitan dengan subjek hukum orang,
dimana apabila suatu perbuatan kejahatan atau pelanggaran yang berdasarkan
Undang-undang ini diancam hukuman apabila dilakukan oleh suatu badan usaha,
maka tuntutan dan atau hukuman ditujukan kepada pengurus, apabila berbentuk
badan hukum. Maka unsur “pengurus“ dalam perkara ini telah
terpenuhi.
Hal
tersebut dikuatkan oleh keterangan para saksi yaitu sebagai berikut:
1) Saksi
DIKI WAHYUDI, SITI HAJAR PRATININGSIH, ZULHAIRI, GUNAWAN SYAHPUTRA,
BURHANUDDIN, NORA, HARDIANTO RAMLI menyatakan bahwa pemilik SPBU adalah PT.
Tiga Dua Satu dengan NETY SALEH binti
SALEH sebagai Direktur Utama PT. Tiga Dua Satu.
2) Ahli BUDIMAN GINTING
menyatakan bahwa yang bertanggung jawab di dalam organisasi P.T. Tiga Dua Satu
terhadap perkara tindak pidana tersebut adalah Pengurus atau Direktur, Pegawai atau kuasanya dari PT. Tiga Dua Satu. Hal ini sesuai dengan
ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 34 ayat (1) huruf a dan ayat (2) UU No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal
Hal tersebut dikuatkan oleh Alat Bukti Surat yaitu
sebagai berikut:
1)
1 (satu) berkas
salinan dokumen Akta Pendirian Perseroan Terbatas P.T. Tiga Dua Satu No. 45
tanggal 9 April 2012 yang diterbitkan oleh Notaris Jhon Langsung SH yang yang
dilegalisir oleh Notaris Henny Triana Barus Kabupaten Deli Serdang.
2)
1 (satu) berkas
salinan yang dilegalisir dokumen Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor: AHU-25736.AH.01.01.Tahun 2012 tentang Pengesahan
badan hukum P.T. Tiga Dua Satu yang dilegalisir oleh Notaris Henny Triana Barus
Kabupaten Deli Serdang.
Sedangkan unsur yang tidak dapat dibuktikan penyidik
adalah Unsur “menaruh” pada Pasal 25 huruf c dan e, Unsur “menyuruh memakai”,
Pasal 25 huruf c dan e dan Unsur
“memamerkan” Pasal 25 huruf c dan e Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 Tentang
Metrologi Legal
4) Kesimpulan
kasus
1) Secara
sah dan meyakinkan unsur barangsiapa, unsur mempunyai,
unsur memakai, unsur alat-alat ukur,
takar, timbang dan atau perlengkapannya, unsur tanda tera rusak, unsur yang isi atau
penunjukannya menyimpang dari nilai yang seharusnya daripada yang diizinkan,
unsur tempat usaha, unsur badan hukum, dan
unsur pengurus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
ayat (1) jo Pasal 25 huruf c dan e
jo Pasal 34 ayat (1) huruf a, dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981
Tentang Metrologi Legal telah terpenuhi dan terbukti.
2) Berdasarkan
fakta dan analisis tersebut, maka dapat disimpulkan semua unsur pasal yang
disangkakan telah terpenuhi, dan pertanggung jawaban pidana (tuntutan dan
hukuman) ditujukan NETY SALEH binti
SALEH sebagai Direktur Utama PT. Tiga Dua Satu
SPBU 14.201.138.
3) Terhadap tersangka NETY SALEH binti SALEH berdasarkan fakta dan pembahasan tersebut di atas dapat dipersangkakan telah melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) jo Pasal 25 huruf c dan e jo Pasal 34 ayat (1) huruf a dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 Tentang Metrologi Legal.
PENUTUP
Penyalahgunaan
Alat Pompa Ukur BBM diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
1981 tentang Metrologi Legal, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dimana perbuatan yang
dikategorikan sebagai tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu
aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana
tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut,
Penerapan Terhadap Penyalahgunaan Alat Pompa Ukur BBM (Studi Laporan No.1/PPNS-ML-BSMLREGI/LK/3/2019 Balai Standardisasi Metrologi Legal Regional Medan) menjabarkan cara, waktu dan tempat dilakukannya tindak pidana penyalahgunaan alat pompa ukur BBM dimana dalam proses penyidikan dan penyelidikan diketahui memenuhi unsur pasal barang siapa, unsur mempunyai, unsur memakai, unsur alat-alat ukur, takar, timbang dan atau perlengkapannya, unsur tanda tera rusak, unsur yang isi atau penunjukannya menyimpang dari nilai yang seharusnya daripada yang diizinkan, unsur tempat usaha, unsur badan hukum, dan unsur pengurus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) jo Pasal 25 huruf c dan e jo Pasal 34 ayat (1) huruf a, dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 Tentang Metrologi Legal telah terpenuhi dan terbukti.
[1]
http://www.metrologi.org/2012/12/data-upt-dan-uptd-metrologi-legal-di.html
diakses pada tanggal 7 Januari 2022 WIB
[2] M. Ridha Ma’roef,
Narkotika Masalah dan Bahayanya, CV. Marga Djaya, Jakarta, 1986, hlm. 9.
[3] Moeljatno, Azas-azas
Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1983, hlm. 54
[4] P.A.F Lamintang.
Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Sinar Baru, Bandung, 1990, hlm.174
[5] Ibid
[6] Wirjono Prodjodikoro,
Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2008, hlm. 58
[7] Shidarta, Hukum
Perlindungan Konsumen Indonesia, PT Grasindo, Jakarta, 2000, hlm. 5
[8] Moeljatno, KUHP. Bumi
Aksara, Jakarta, 2007, hlm. 133-134
Posting Komentar