- -->
Teori hukum dipandang sebagai suatu
disiplin yang mandiri dengan objek kajian yang khusus, berbeda dengan ajaran
hukum umum dan filsafat hukum. Teori hukum sebagai kelanjutan dari ajaran hukum
umum memiliki objek disiplin mandiri, suatu tempat diantara dogmatik hukum di
satu sisi dan filsafat hukum di sisi lainnya. Sama seperti ajaran hukum umum
dewasa ini, teori hukum setidaknya oleh kebanyakan orang dipandang sebagai ilmu
a-normatif yang bebas nilai. Ini yang persisnya membedakan Teori Hukum dan
Ajaran Hukum Umum dan Dogmatik Hukum.[1]
Teori hukum boleh disebut sebagai kelanjutan dari usaha mempelajari hukum
positif, setidak-tidaknya dalam urutan yang demikian itulah kita
merekonstruksikan kehadiran teori hukum secara jelas.[2]
Selain itu definisi dari teori hukum
dipaparkan oleh J.J.H. Bruggink yang dimana dijelaskan bahwa teori hukum adalah
keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual
aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan sistem tersebut untuk
sebagian yang penting dipasifkan.[3]
Definisi ini memiliki makna ganda, yaitu dapat berarti produk, yaitu
keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan itu adalah hasil kegiatan teoritik
bidang hukum.
Pada perkembangannya, tentu saja peranan
teori semakin besar dalam mengantar pengembangan ilmu hukum sesuai perkembangan
zaman, dan dalam rangka mewarnai praktek hukum, yaitu pembentukan hukum, dan
penerapan hukum dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.Dalam beberapa
akseluerasinya ia juga sekalian telah mencairkan kebuntuan-kebuntuan, serta
menetralisasi kekeruhan-kekeruhan yang sebelumnya mengacaukan dan menjegal
kiprah hukum di aspek-aspek pengembangan dalam beberapa dasawarsa terakhir.[4]
Dalam rangka pembinaan dan
pembangunan/pengembangan hukum di Indonesia, dengan bertolak dari kenyataan
kemasyarakatan, dan situasi kultural di Indonesia, serta kebutuhan riil
masyarakat Indonesia. Untuk memberikan landasan teoritik dalam memerankan hukum
sebagai sarana pembaharuan masyarakat serta pembangunan tata hukum nasional
yang akan mampu menjalankan peranan tersebut, Mochtar Kusumaatmadja mengajukan
konsepsi hukum yang tidak saja merupakan keseluruhan azas-azas dan
kaedah-kaedah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, melainkan
meliputi pula lembaga-lembaga dan proses-proses yang mewujudkan berlakunya
kaedah-kaedah itu dalam kenyataan.
Dengan konsepsi hukum tersebut, tampak hukum
tersebut menjelma sebagai suatu sistem yang tersusun atas tiga komponen
(subsistem), yakni asas-asas dan kaedah hukum, kelembagaan hukum, serta proses
perwujudan hukum yang sebagaimana diketahui bahwa hukum adalah kekuasaan,
kekuasaan yang mengusahakan ketertiban. Kalau dikatakan bahwa hukum itu
kekuasaan tidak berarti bahwa kekuasaan itu hukum.
Dalam pandangan teori hukum system
digunakan secara bebas terhadap banyak hal dalam kehidupan, alam semesta,
masyarakat, termasuk hukum digambarkan
dalam bentuk yang jelas-jelas dapat diakui sebagai istilah mekanis dan
sistematis. Kebanyakan teori hukum berpusat pada salah satu dari ketiga jenis system hukum (sumber dasar, kandungan
dasar atau fungsi dasar). Meskipun terdapat kesepakatan yang hampir menyeluruh
bahwa hukum merupakan suatu system, tetapi jenis system ini diperdebatkan
dengan hangat. Setiap aliran dalam ilmu hukum menawarkan berbagai teori system
hukum yang berbeda, biasanya bertentangan satu sama lain. Teori hukum modern
seringkali memberikan gambaran, apakah
itu praktek hukum, sosiologi hukum sebagai sebuah gambaran yang sistematis, dan
apra ahli melihat kunci untuk memahami hukum di dalam uraian system yang mereka
buat.
Sebagaimana diketahui bahwa, Indonesia menganut tiga sistem
hukum sekaligus yang hidup dan berkembang di masyarakat yakni sistem
hukum civil,sistem hukum adat, dan sistem hukum Islam. Ketiga
sistem hukum tersebut saling melengkapi, harmonis dan romantis. Hukum
Islam mempengaruhi corak hukum di Indonesia karena mayoritas penduduk di
Indonesia menganut agama Islam yang memungkinkan hukum Islam menjadi bagian
yang penting dan berpengaruh dalam sistem hukum di Indonesia. Sedangkan hukum
adat sebagai hukum yang asli yang tumbuh dan berkembang dari
kebiasaan-kebiasaan masyarakat mempengaruhi proses berlakunya hukum di
Indonesia. Bahkan, nilai-nilai yang terkandung dari hukum adat dan hukum Islam
di Indonesia digunakan dalam pembentukan yurisprudensi di Mahkamah Agung.
Di Indonesia ciri khas ilmu hukum sebagai ilmu yang sui generis adalah luas cakupan bidang kajiannya yang terdiri tiga lapis yaitu lapisan Dogmatika Hukum; lapisan Teori Hukum dan lapisan Filsafat Hukum.[5] J J H Bruggink menggambarkan lapisan itu bersifat vertikal, yang terendah adalah Dogmatika Hukum, diatasnya Teori Hukum dan paling di atas adalah Filsafat Hukum.
]Dalam pengembanan Teori Hukum, sarjana-sarjana penekun Teori Hukum
seperti Gijssel & van Hoecke dan D H M Meuwissen menyatakan bahwa bidang
kajian Teori Hukum meliputi tiga bidang besar yakni ajaran hukum, hubungan hukum dan logika. Metodelogi
Ajaran hukum terdiri dari, analisis pengertian-pengertian dalam hukum atau
konsep-konsep dalam hukum, analisis asas dan sistem hukum, analisis norma
hukum, dan analisis keberlakuan hukum.
Dalam bidang hubungan hukum dan logika diuraikan tentang argumentasi yuridis, tentang penerapan logika serta kaitan hukum dan bahasa. Sementara dalam bidang metodelogi dibedakan atas ajaran ilmu dan ajaran metode praktek hukum.
Dalam ajaran keilmuan dibahas tentang metode penelitian hukum yang berlandaskan
pada sifat keilmuan ilmu hukum dan landasan teoritisfilosofisnya dengan
bertumpu pada struktur berpikir yuridis. Disisi lain ajaran metode praktek
hukum dipelajari tentang metode pembentukan hukum dan metode penemuan hukum.
Dalam metode penemuan hukum dapat ditempuh dengan normative maupun empiris.
Dalam suatu sistem hukum norma menurut H Kelsen mempunyai 3 fungsi yakni : memerintahkan (commanding), meneguhkan (empowering), dan mengesampingkan (derogating).[6] Meski dibedakan fungsinya, namun dari segi hakikatnya, norma adalah “perintah” untuk bertingkah laku atau berbuat sesuatu.
Demikianlah misalnya norma
“larangan” itu sesungguhnya adalah perintah untuk tidak berbuat sesuatu. Norma
kebolehan (permitting) adalah perintah yang sangat lunak yang boleh diikuti
atau tidak. Norma peneguhan (empowering) terhadap norma lain adalah suatu
perintah untuk dalam situasi tertentu memberlakukan norma lain, misalnya suatu
aturan peralihan dari suatu Undang-Undang. Norma derogasi (derogating) adalah
juga perintah untuk mengesampingkan suatu norma lain sehingga tidak mempunyai
kekuatan berlaku.
Dalam pengembanan keilmuan, nampak bahwa
tentang “norma” tetap dikembangkan oleh disiplin ilmu hukum terutama oleh
aliran positivisma modern baik aliran teori hukum murni (pure theory of law)
dari H. Kelsen, maupun aliran hukum analitis (analytical jurisprudence) dari
Hart dan J Raz. Sementara tentang tingkah laku manusia yang berkaitan dengan
penerapan norma dipelajari dan dikembangkan oleh disiplin ilmu sosial beraspek
hukum
Seiring dengan perkembangan Teori Hukum
seperti ditegaskan oleh J J H Bruggink, bahwa disamping Teori Hukum
Kontemplatif/Normatif ada pula Teori Hukum Empirik yang dapat menjelaskan
mengapa pola tingkah laku (pattern of behaviour) manusia itu dapat menjadi
penyebab tidak efektifnya penerapan norma. Dengan kata lain derajat kesenjangan
antara “Is” dan “Ought” tergantung dari derajat kesesuaian antara tingkah laku
masyarakat dengan apa yang dikehendaki oleh perintah norma hukum. Ini berarti
ilmu hukum perlu minta bantuan sosiologi hukum untuk menjelaskan faktor-faktor
apa yang menyebabkan hukum kerap dilanggar.
[1] Jan Gijssels dan Mark
van Hoeke, Apa Teori Hukum Itu, Diterjemahkan Bachtiar Ibrahim, 2000, Malang.
[2] Satjipto Rahardjo, Hukum
Progresif Sebagai Dasar Pembangunan Ilmu Hukum Indonesia, Makalah Seminar
Nasional “Menggagas Ilmu Hukum (Progresif) Indonesia”, 2004 Program Sektor
Undip, Semarang, 8 Desember 2004. Hlm 253
[3] J.J.H. Bruggink, Refleksi
Tentang Hukum, Diterjemahkan Bernard Arief Sidharta, 2000, PT. Aditya
Bakti, Bandung, 159-160
[4] Herman Bakir, 2005, Kastil
Teori Hukum, PT. INDEKS, Klaten, hlm 225.
[5] Jan Gijssels & Mark
van Hoecke; 2000, “Apakah Teori Hukum Itu ?” terjemahan B Arief Sidharta,
Laboratorium Hukum Fakultas Hukm Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Hal.
6-11 dan 51-55.
[6] Hans Kelsen; 1991,
“General Theory Of Norms”, Clarendon Press, Oxford, Halaman 96
Posting Komentar