- -->
NhuwqF8Gr3wCNrhjjrVDE5IVAMcbVyYzY2IKGw4q

Laporkan Penyalahgunaan

Cari Blog Ini

RANDOM / BY LABEL (Style 4)

label: 'random', num: 4, showComment: true, showLabel: true, showSnippet: true, showTime: true, showText: 'Show All'

Halaman

Bookmark
Baru Diposting

Panduan Menjadi Advokat di Indonesia - karya Hukum

Halo Sobat Karya Hukum Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Semoga Sobat Justitia selalu sehat di manapun berada. Hari ini, saya akan meny…

Teori Hukum : Keberadaan Budaya Hukum Modern Yang Mendasarkan Pada Legal System Dalam Masyarakat -karyahukum

 


Teori hukum dipandang sebagai suatu disiplin yang mandiri dengan objek kajian yang khusus, berbeda dengan ajaran hukum umum dan filsafat hukum. Teori hukum sebagai kelanjutan dari ajaran hukum umum memiliki objek disiplin mandiri, suatu tempat diantara dogmatik hukum di satu sisi dan filsafat hukum di sisi lainnya. Sama seperti ajaran hukum umum dewasa ini, teori hukum setidaknya oleh kebanyakan orang dipandang sebagai ilmu a-normatif yang bebas nilai. Ini yang persisnya membedakan Teori Hukum dan Ajaran Hukum Umum dan Dogmatik Hukum.[1] Teori hukum boleh disebut sebagai kelanjutan dari usaha mempelajari hukum positif, setidak-tidaknya dalam urutan yang demikian itulah kita merekonstruksikan kehadiran teori hukum secara jelas.[2]

Selain itu definisi dari teori hukum dipaparkan oleh J.J.H. Bruggink yang dimana dijelaskan bahwa teori hukum adalah keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan sistem tersebut untuk sebagian yang penting dipasifkan.[3] Definisi ini memiliki makna ganda, yaitu dapat berarti produk, yaitu keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan itu adalah hasil kegiatan teoritik bidang hukum.

Pada perkembangannya, tentu saja peranan teori semakin besar dalam mengantar pengembangan ilmu hukum sesuai perkembangan zaman, dan dalam rangka mewarnai praktek hukum, yaitu pembentukan hukum, dan penerapan hukum dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.Dalam beberapa akseluerasinya ia juga sekalian telah mencairkan kebuntuan-kebuntuan, serta menetralisasi kekeruhan-kekeruhan yang sebelumnya mengacaukan dan menjegal kiprah hukum di aspek-aspek pengembangan dalam beberapa dasawarsa terakhir.[4]

Dalam rangka pembinaan dan pembangunan/pengembangan hukum di Indonesia, dengan bertolak dari kenyataan kemasyarakatan, dan situasi kultural di Indonesia, serta kebutuhan riil masyarakat Indonesia. Untuk memberikan landasan teoritik dalam memerankan hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat serta pembangunan tata hukum nasional yang akan mampu menjalankan peranan tersebut, Mochtar Kusumaatmadja mengajukan konsepsi hukum yang tidak saja merupakan keseluruhan azas-azas dan kaedah-kaedah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, melainkan meliputi pula lembaga-lembaga dan proses-proses yang mewujudkan berlakunya kaedah-kaedah itu dalam kenyataan.

Dengan konsepsi hukum tersebut, tampak hukum tersebut menjelma sebagai suatu sistem yang tersusun atas tiga komponen (subsistem), yakni asas-asas dan kaedah hukum, kelembagaan hukum, serta proses perwujudan hukum yang sebagaimana diketahui bahwa hukum adalah kekuasaan, kekuasaan yang mengusahakan ketertiban. Kalau dikatakan bahwa hukum itu kekuasaan tidak berarti bahwa kekuasaan itu hukum.

Dalam pandangan teori hukum system digunakan secara bebas terhadap banyak hal dalam kehidupan, alam semesta, masyarakat,  termasuk hukum digambarkan dalam bentuk yang jelas-jelas dapat diakui sebagai istilah mekanis dan sistematis. Kebanyakan teori hukum berpusat pada salah satu dari ketiga  jenis system hukum (sumber dasar, kandungan dasar atau fungsi dasar). Meskipun terdapat kesepakatan yang hampir menyeluruh bahwa hukum merupakan suatu system, tetapi jenis system ini diperdebatkan dengan hangat. Setiap aliran dalam ilmu hukum menawarkan berbagai teori system hukum yang berbeda, biasanya bertentangan satu sama lain. Teori hukum modern seringkali  memberikan gambaran, apakah itu praktek hukum, sosiologi hukum sebagai sebuah gambaran yang sistematis, dan apra ahli melihat kunci untuk memahami hukum di dalam uraian system yang mereka buat.

Sebagaimana diketahui bahwa, Indonesia menganut tiga sistem hukum sekaligus yang hidup dan berkembang di masyarakat yakni sistem hukum civil,sistem hukum adat, dan sistem hukum Islam. Ketiga sistem hukum tersebut saling melengkapi, harmonis dan romantis. Hukum Islam mempengaruhi corak hukum di Indonesia karena mayoritas penduduk di Indonesia menganut agama Islam yang memungkinkan hukum Islam menjadi bagian yang penting dan berpengaruh dalam sistem hukum di Indonesia. Sedangkan hukum adat sebagai hukum yang asli yang tumbuh dan berkembang dari kebiasaan-kebiasaan masyarakat mempengaruhi proses berlakunya hukum di Indonesia. Bahkan, nilai-nilai yang terkandung dari hukum adat dan hukum Islam di Indonesia digunakan dalam pembentukan yurisprudensi di Mahkamah Agung.

Di Indonesia ciri khas ilmu hukum sebagai ilmu yang sui generis adalah luas cakupan bidang kajiannya yang terdiri tiga lapis yaitu lapisan Dogmatika Hukum; lapisan Teori Hukum dan lapisan Filsafat Hukum.[5] J J H Bruggink menggambarkan lapisan itu bersifat vertikal, yang terendah adalah Dogmatika Hukum, diatasnya Teori Hukum dan paling di atas adalah Filsafat Hukum. 

]Dalam pengembanan Teori Hukum, sarjana-sarjana penekun Teori Hukum seperti Gijssel & van Hoecke dan D H M Meuwissen menyatakan bahwa bidang kajian Teori Hukum meliputi tiga bidang besar yakni  ajaran hukum, hubungan hukum dan logika. Metodelogi Ajaran hukum terdiri dari, analisis pengertian-pengertian dalam hukum atau konsep-konsep dalam hukum, analisis asas dan sistem hukum, analisis norma hukum, dan analisis keberlakuan hukum.

Dalam bidang hubungan hukum dan logika diuraikan tentang argumentasi yuridis, tentang penerapan logika  serta kaitan hukum dan bahasa. Sementara dalam bidang metodelogi dibedakan atas ajaran ilmu dan ajaran metode praktek hukum. 

Dalam ajaran keilmuan dibahas tentang metode penelitian hukum yang berlandaskan pada sifat keilmuan ilmu hukum dan landasan teoritisfilosofisnya dengan bertumpu pada struktur berpikir yuridis. Disisi lain ajaran metode praktek hukum dipelajari tentang metode pembentukan hukum dan metode penemuan hukum. Dalam metode penemuan hukum dapat ditempuh dengan normative maupun empiris.

Dalam suatu sistem hukum norma menurut H Kelsen mempunyai 3 fungsi yakni : memerintahkan (commanding), meneguhkan (empowering), dan mengesampingkan (derogating).[6] Meski dibedakan fungsinya, namun dari segi hakikatnya, norma adalah “perintah” untuk bertingkah laku atau berbuat sesuatu. 

Demikianlah misalnya norma “larangan” itu sesungguhnya adalah perintah untuk tidak berbuat sesuatu. Norma kebolehan (permitting) adalah perintah yang sangat lunak yang boleh diikuti atau tidak. Norma peneguhan (empowering) terhadap norma lain adalah suatu perintah untuk dalam situasi tertentu memberlakukan norma lain, misalnya suatu aturan peralihan dari suatu Undang-Undang. Norma derogasi (derogating) adalah juga perintah untuk mengesampingkan suatu norma lain sehingga tidak mempunyai kekuatan berlaku.

Dalam pengembanan keilmuan, nampak bahwa tentang “norma” tetap dikembangkan oleh disiplin ilmu hukum terutama oleh aliran positivisma modern baik aliran teori hukum murni (pure theory of law) dari H. Kelsen, maupun aliran hukum analitis (analytical jurisprudence) dari Hart dan J Raz. Sementara tentang tingkah laku manusia yang berkaitan dengan penerapan norma dipelajari dan dikembangkan oleh disiplin ilmu sosial beraspek hukum

Seiring dengan perkembangan Teori Hukum seperti ditegaskan oleh J J H Bruggink, bahwa disamping Teori Hukum Kontemplatif/Normatif ada pula Teori Hukum Empirik yang dapat menjelaskan mengapa pola tingkah laku (pattern of behaviour) manusia itu dapat menjadi penyebab tidak efektifnya penerapan norma. Dengan kata lain derajat kesenjangan antara “Is” dan “Ought” tergantung dari derajat kesesuaian antara tingkah laku masyarakat dengan apa yang dikehendaki oleh perintah norma hukum. Ini berarti ilmu hukum perlu minta bantuan sosiologi hukum untuk menjelaskan faktor-faktor apa yang menyebabkan hukum kerap dilanggar.



[1] Jan Gijssels dan Mark van Hoeke, Apa Teori Hukum Itu, Diterjemahkan Bachtiar Ibrahim, 2000, Malang.

[2] Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif Sebagai Dasar Pembangunan Ilmu Hukum Indonesia, Makalah Seminar Nasional “Menggagas Ilmu Hukum (Progresif) Indonesia”, 2004 Program Sektor Undip, Semarang, 8 Desember 2004. Hlm 253

[3] J.J.H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, Diterjemahkan Bernard Arief Sidharta, 2000, PT. Aditya Bakti, Bandung, 159-160

[4] Herman Bakir, 2005, Kastil Teori Hukum, PT. INDEKS, Klaten, hlm 225.

[5] Jan Gijssels & Mark van Hoecke; 2000, “Apakah Teori Hukum Itu ?” terjemahan B Arief Sidharta, Laboratorium Hukum Fakultas Hukm Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Hal. 6-11 dan 51-55.

[6] Hans Kelsen; 1991, “General Theory Of Norms”, Clarendon Press, Oxford, Halaman 96

Posting Komentar

Posting Komentar