- -->
Dalam
kurun waktu sekitar 2 tahun ini muncul pengaduan yang menguak terjadinya
praktik penipuan yang merugikan masyarakat banyak, seperti kasus penipuan
binary option Binomo. Menyusul setelah itu banjir pengaduan masyarakat yang
merasa terjebak menggunakan robot trading Fahrenheit dengan iming-iming “duduk
diam dapat duit” (4D) banyak orang terkecoh dan duitnya amblas tak jelas.
Apa
itu robot trading? Robot adalah alat yang diciptakan untuk mempermudah dan
meringankan kerja manusia. Robot kita kenal dalam berbagai bidang pekerjaan,
seperti dalam pabrik mobil, pertanian bahkan sampai penjelajahan luar angkasa
memanfaatkan robot untuk memudahkan penyelesaian pekerjaan. Namun robot trading
yang sedang populer dalam transaksi investasi trading bukanlah berbentuk fisik
seperti robot umumnya yang sudah kita ketahui.
Secara
sederhana robot trading atau expert advisor diartikan sebagai suatu algoritma
yang didesain untuk mempermudah aktivitas trading. Komoditi atau aset yang
menjadi objek trading bisa forex atau aset kripto maupun yang lainnya, dimana
para investor ditawarkan kemudahan karena dikatakan yang bekerja melakukan
transaksi adalah robot. Sementara investor sendiri bisa ongkang-ongkang kaki
menerima hasil kerja keras robot tradingnya.
Berdasarkan informasi yang diterima Bappebti, selain dijual tanpa izin atau tanpa legalitas, skema penjualan robot trading dalam beberapa kasus juga menggunakan skema piramida atau ponzi. Yang dijual bukan lagi program robot tradingnya, melainkan keanggotaan penjual seperti halnya yang biasa berlangsung dalam sistem MLM (multi level marketing).
Dalam sistem MLM setiap orang yang berhasil
merekrut member baru maka dia akan mendapat komisi. Tak jarang mereka yang
getol mengejar komisi mengelabui korban dengan iming-iming return tinggi yang
bersifat tetap (fixed) padahal dalam investasi apapun tetap ada risiko terhadap
kegagalan, bahkan bisa loss 100 persen.
Pengamat keamanan siber dari Vaksincom Alfons Tanujaya, ada beberapa ciri dari robot trading yang berpotensi penipuan (fraud), yaitu: Trading hanya boleh dilakukan broker tertentu, bukan broker bonafit atau yang terpercaya, tujuannya untuk memanipulasi chart trading dengan chart trading fiktif.
Spread rate jual beli valas yang terlalu jauh. Tidak ada penjelasan terkait robot trading yang ditawarkan, mulai dari wujudnya, algoritma, cara kerja, termasuk kelemahan dari botrading tersebut. Korban Fahrenheit, mencurigai adanya kaitan antara robot trading tersebut dengan PT PIB, salah satu pialang perdagangan berjangka yang masih beroperasi dan diklaim mengantongi izin dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan.
Kecurigaan tersebut
muncul setelah pada 27 Maret 2022, salah seorang korban DI dikagetkan dengan
berubahnya keterangan serta logo Broker Lotus Internasional di aplikasi Meta
Trading 4 (MT4) mereka tiba-tiba berubah menjadi PIB masih tak bisa melakukan.
A.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN
ROBOT TRADING DIHUBUNGKAN DALAM TEORI KEADILAN
Teori Keadilan secara umum diartikan sebagai tindakan yang tidak sewenang-wenang, tidak memihak, tidak berat sebelah. Adil terutama mengandung arti bahwa suatu keputusan dan tindakan didasarkan atas norma-norma objektif.
Keadilan pada dasarnya adalah suatu konsep yang relatif, setiap orang tidak sama, adil menurut yang satu belum tentu adil bagi yang lainnya, ketika seseorang menegaskan bahwa ia melakukan suatu keadilan, hal itu tentunya harus relevan dengan ketertiban umum dimana suatu skala keadilan diakui.
Skala keadilan sangat
bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, setiap skala didefinisikan dan
sepenuhnya ditentukan oleh masyarakat sesuai dengan ketertiban umum dari
masyarakat tersebut.[1]
Keadilan
sejatinya berdasarkan teori diatas mengharapkan adanya win-win solotion
terhadap permasalahan yang sedang terjadi di masyarakat dimana proses ini hanya
di dapat melalui jalur mediasi bagi para pihak yang bersengketa namun apabila
penyelesaian perkara terjadi di dalam pengadilan maka dapat dikatakan suatu
keadilan adalah ketidakadilan itu sendiri karena ada salah satu pihak yang
dimenangkan atau dikalahkan.
Dalam tingkat penyidikan proses win-win solution dapat diterapkan secara alternative dengan memegang prinsip keadilan restoraktive justice yaitu penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.
Prinsip
keadilan restoratif (restorative justice) tidak bisa dimaknai sebagai metode
penghentian perkara secara damai, tetapi lebih luas pada pemenuhan rasa
keadilan semua pihak yang terlibat dalam perkara pidana melalui upaya yang
melibatkan korban, pelaku dan masyarakat setempat serta penyelidik/penyidik
sebagai mediator, sedangkan penyelesaian perkara salah satunya dalam bentuk
perjanjian perdamaian dan pencabutan hak menuntut dari korban perlu dimintakan
penetapan hakim melalui jaksa penuntut umum untuk menggugurkan kewenangan
menuntut dari korban, dan penuntut umum.[2]
Dalam kasus
ini keadilan restoraktive justice dapat diterapkan apabila terpenuhi syarat
materiil dan formil. Syarat materiil tersebut, meliputi:[3]
1.Tidak menimbulkan keresahan
masyarakat atau tidak ada penolakan masyarakat;
2.Tidak berdampak konflik sosial;
3.Adanya pernyataan dari semua pihak
yang terlibat untuk tidak keberatan, dan melepaskan hak menuntutnya di hadapan
hukum;
4.Prinsip pembatas:
a.Pada pelaku:
1. Tingkat kesalahan pelaku relatif
tidak berat, yakni kesalahan dalam bentuk kesengajaan terutama kesengajaan
sebagai maksud atau tujuan; dan
2. Pelaku bukan residivis;
b.Pada tindak pidana dalam proses:
1.Penyelidikan; dan
2.Penyidikan, sebelum Surat
Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan dikirim ke Penuntut Umum;
Syarat
formil, meliputi:[4]
1. Surat permohonan perdamaian kedua
belah pihak (pelapor dan terlapor);
2. Surat pernyataan perdamaian (akte
dading) dan penyelesaian perselisihan para pihak yang berperkara (pelapor,
dan/atau keluarga pelapor, terlapor dan/atau keluarga terlapor dan perwakilan
dari tokoh masyarakat) diketahui oleh atasan Penyidik;
3.Berita acara pemeriksaan tambahan
pihak yang berperkara setelah dilakukan penyelesaian perkara melalui keadilan
restoratif;
4.Rekomendasi gelar perkara khusus
yang menyetujui penyelesaian keadilan restoratif;
5. Pelaku tidak keberatan dan dilakukan
secara sukarela atas tanggung jawab dan ganti rugi; dan
6. Semua tindak pidana dapat
dilakukan restorative justice terhadap kejahatan umum yang
tidak menimbulkan korban manusia.
Berdasarkan
uraian diatas terhadap kasus robot trading illegal dengan skema ponzi maka
keadilan harus didapatkan melalui pengadilan karena tidak memenuhi unsur formil
dan materiil penerapan restoractive justice yang merupakan prinsip pemenuhan
keadilan dalam peradilan.
B.PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN
ROBOT TRADING DIHUBUNGKAN DALAM TEORI KEPASTIAN HUKUM
Berdarkan
teori kepastian hukum yang menjelaskan bahwa kepastian
hukum menghendaki adanya suatu upaya peraturan hukum dalam undang-undang yang
dibuat oleh pihak-pihak berwenang sehingga aturan yang dibentuk tersebut
memiliki suatu aspek yang yuridis serta dapat menjamin adanya pertanggungjawaban
dan tindakan hukum serta memiliki fungsi sebagai sebuah peraturan yang harus
dan wajib ditaati oleh masyarakat atau warga negaranya.
Setiap investasi ilegal termasuk investasi berjangka yang dilakukan dengan robot trading illegal yang biasanya diikuti dengan penggelapan penghimpunan dana masyarakat sehingga hal ini termasuk kejahatan di ranah pidana, yaitu pada pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) dan 378 KUHP yaitu tentang penggelapan dan penipuan.
Namun Pertanggungjawaban secara pidana seharusnya tidak perlu ditempuh jika pelaku usaha memiliki etikad baik untuk mengganti kerugian yang dialami para investor. Pasal 372 KUHP mengatur tentang penggelapan yang berbunyi “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.” Dan Pasal 378 KUHP yang mengatur penipuan berbunyi
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu,
dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain
untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun
menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.”
Pemidanaan
ini sebenarnya menjadi opsi terakhir disaar ganti kerugian tidak kunjung
didapat, walau sebenarnya penipuan ini merupakan dasar kejahatan investasi
ilegal ini. Namun semua kembali lagi bahwa bagi korban investasi ilegal yang
diperlukan adalah ganti kerugiannya.Ganti kerugian yang dialami oleh para
investor yang mengalami penipuan dan telah mengalami kerugian, dapat diminta
ganti kerugian sesuai dengan apa yang diatur dalam Pasal 20 PERMA 13/2016 yang
berbunyi:
“Kerugian
yang dialami oleh korban akibat tindak pidana yang dilakukan oleh Korporasi
dapat dimintakan ganti rugi melalui mekanisme restitusi menurut ketentuan
perundang-undangan yang berlaku atau melalui gugatan perdata”.
Selanjutnya ganti rugi dalam hukum perdata dapat timbul dikarenakan wanprestasi akibat dari suatu perjanjian atau dapat timbul dikarenakan oleh Perbuatan Melawan Hukum.[5] Ini diatur dalam KUHPerdata yang mana bersumber dari Wanprestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1238 Juncto Pasal 1243 dan Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365.
Dalam wanprestasi ganti rugi juga merupakan akibat dari cidera janji sedangkan
dalam Perbuatan Melawan Hukum ganti rugi timbul karena kesalahan dan adanya
hubungan hukum yang menimbulkan kerugian. Sehingga dalam kasus mengajukan
gugatan terhadap kasus gagal bayar investasi ilegal dapat didasari baik gugatan
wanprestasi ataupun gugatan perbuatan melawan hukum.
Wanprestasi diatur dalam Pasal 1243 KUHPer yang berbunyi “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”.
Sedangkan
perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 KUHPer yang berbunyi “setiap
orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum diwajibkan untuk mengganti
kerugian yang timbul dari kesalahannya tersebut”. Selanjutnya terkait ganti
kerugian akibat gugatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum memiliki ganti kerugian
yang berbeda juga. Dalam ganti kerugian akibat wanprestasi diatur dalam Dalam
Pasal 1246 KUHPerdata, yang mana ganti kerugian terdiri dari 3 unsur yaitu:
a. Biaya, yaitu biaya-biaya pengeluaran atau
ongkos-ongkos yang nyata/tegas telah dikeluarkan oleh Pihak.
b. Rugi, yaitu kerugian karena kerusakan/kehilangan
barang dan/atau harta kepunyaan salah satu pihak yang diakibatkan oleh
kelalaian pihak lainnya
c. Bunga, yaitu keuntungan yang seharusnya
diperoleh/diharapkan oleh salah satu pihak apabila pihak yang lain tidak lalai
dalam melaksanakannya.
Sedangkan ganti kerugian dalam perbuatan melawan hukum
diatur dalam hal
seseorang melakukan suatu Perbuatan Melawan Hukum maka dia berkewajiban
membayar ganti rugi akan perbuatannya tersebut, namun tidak diatur dengan jelas
mengenai ganti kerugian tersebut, dan juga mengenai ganti kerugiannya dapat
dilihat dari dalam Pasal 1371 ayat (2) KUHPerdata yang tersirat pedoman berisi
“Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua
belah pihak, dan menurut keadaan”.
Dalam hal seseorang melakukan suatu perbuatan melawan hukum maka dia berkewajiban membayar ganti rugi akan perbuatannya tersebut, namun tidak diatur dengan jelas mengenai ganti kerugian tersebut. Serta perbuatan melawan hukum menuntut ganti kerugian bukan berdasarkan ranah perjanjian.
Selanjutnya untuk mekanisme gugatan yang dilakukan dapat dengan mengajukan gugatan perwakilan kelompok, atau yang dikenal gugatan class action. Dikarenakan biasanya ada banyak korban yang menjadi korban dalam investasi bodong.
Menurut Laras Susanti, Gugatan
perwakilan kelompok pada intinya adalah gugatan perdata (biasanya terkait
dengan permintaan injunction atau ganti kerugian) yang diajukan oleh sejumlah
orang (dalam jumlah yang tidak banyak misalnya satu atau dua orang) sebagai
perwakilan kelas (class representatives) mewakili kepentingan mereka, sekaligus
mewakili kepentingan ratusan atau ribuan orang lainnya yang juga sebagai korban.
Ratusan atau ribuan orang yang diwakili tersebut diistilahkan dengan class
members. [6]
C.PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN
ROBOT TRADING DIHUBUNGKAN DALAM TEORI KEMANFAATAN
Kemanfaatan hukum adalah asas yang menyertai asas keadilan da kepastian hukum. Dalam melaksanakan asas kepastian hukum dan asas keadilan, Hukum adalah sejumlah rumusan pengetahuan yang ditetapkan untuk mengatur lalulintas perilaku manusia dapat berjalan lancar, tidak saling tubruk dan berkeadilan.
Sebagaimana lazimnya pengetahuan, hukum tidak lahir di ruang hampa. Ia lahir berpijak pada arus komunikasi manusia untuk mengantisipasi ataupun menjadi solusi atas terjadinya kemampatan yang disebabkan oleh potensi-potensi negatif yang ada pada manusia. Sebenarnya hukum itu untuk ditaati.
Bagaimanapun juga, tujuan penetapan hukum adalah untuk menciptakan keadilan. Oleh karena itu, hukum harus ditaati walaupun jelek dan tidak adil. Hukum bisa saja salah, tetapi sepanjang masih berlaku, hukum itu seharusnya diperhatikan dan dipatuhi. Kita tidak bisa membuat hukum ‘yang dianggap tidak adil’. Itu menjadi lebih baik dengan merusak hukum itu.
Semua pelanggaran terhadap hukum itu menjatuhkan penghormatan pada hukum dan aturan itu sendiri. Kemanfaatan hukum perlu diperhatikan karena semua orang mengharapkan adanya manfaat dalam pelaksanaan penegakan hukum. Jangan sampai penegakan hukum justru menimbulkan keresahan masyarakat.
Karena kalau kita berbicara tentang hukum kita cenderung hanya melihat pada peraturan perundang-undangan, yang terkadang aturan itu tidak sempurna adanya dan tidak aspiratif dengan kehidupan masyarakat. Sesuai dengan prinsip tersebut di atas, saya sangat tertarik membaca pernyataan Prof. Satjipto Raharjo, yang menyatakan bahwa :
keadilan memang salah satu nilai utama, tetapi tetap di
samping yang lain-lain, seperti kemanfaatan. Jadi dalam penegakan hukum,
perbandingan antara manfaat dengan pengorbanan harus proporsional.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat ditarik benang merah bahwa dalam kasus investasi illegal dengan berkedok robot trading bahwasanya dengan penjatuhan hukuman pidana atau perdata yang dianggap lebih bermanfaat maka hukum harus ditegakkan sebagaimana mestinya.
[1] M. Agus Santoso, Hukum,Moral & Keadilan Sebuah Kajian Filsafat Hukum, Ctk. Kedua, Kencana, Jakarta, 2014, hlm. 85
[2] Angka
2 huruf f SE Kapolri 8/2018
[3] Pasal 12 huruf a Perkapolri 6/2019 jo.
Angka 3 huruf a SE Kapolri 8/2018
[4] Ibid,
Pasal 12 huruf b
[5] Ginanjar Adhi, 2020, Penelitian Deskriptif Kualitatif, terdapat dalam: https://www/tripven.com/penelitian-deskriptif-kualitatif/., diakses pada tanggal: 7 Desember 2022
[6] Sudikno Mertokusumo, 2007, Mengenal
Hukum Suatu Pengntar, Liberty, Yogyakarta, hlm. 160
Posting Komentar