- -->
NhuwqF8Gr3wCNrhjjrVDE5IVAMcbVyYzY2IKGw4q

Laporkan Penyalahgunaan

Cari Blog Ini

RANDOM / BY LABEL (Style 4)

label: 'random', num: 4, showComment: true, showLabel: true, showSnippet: true, showTime: true, showText: 'Show All'

Halaman

Bookmark
Baru Diposting

Panduan Menjadi Advokat di Indonesia - karya Hukum

Halo Sobat Karya Hukum Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Semoga Sobat Justitia selalu sehat di manapun berada. Hari ini, saya akan meny…

Perlindungan Hukum Terhadap Korban Robot Trading di Tinjau Dari Teori Keadilan, Teori Kepastian Hukum, dan Kemanfaatan -karyahukum




Dalam kurun waktu sekitar 2 tahun ini muncul pengaduan yang menguak terjadinya praktik penipuan yang merugikan masyarakat banyak, seperti kasus penipuan binary option Binomo. Menyusul setelah itu banjir pengaduan masyarakat yang merasa terjebak menggunakan robot trading Fahrenheit dengan iming-iming “duduk diam dapat duit” (4D) banyak orang terkecoh dan duitnya amblas tak jelas.

Apa itu robot trading? Robot adalah alat yang diciptakan untuk mempermudah dan meringankan kerja manusia. Robot kita kenal dalam berbagai bidang pekerjaan, seperti dalam pabrik mobil, pertanian bahkan sampai penjelajahan luar angkasa memanfaatkan robot untuk memudahkan penyelesaian pekerjaan. Namun robot trading yang sedang populer dalam transaksi investasi trading bukanlah berbentuk fisik seperti robot umumnya yang sudah kita ketahui.

Secara sederhana robot trading atau expert advisor diartikan sebagai suatu algoritma yang didesain untuk mempermudah aktivitas trading. Komoditi atau aset yang menjadi objek trading bisa forex atau aset kripto maupun yang lainnya, dimana para investor ditawarkan kemudahan karena dikatakan yang bekerja melakukan transaksi adalah robot. Sementara investor sendiri bisa ongkang-ongkang kaki menerima hasil kerja keras robot tradingnya.

Berdasarkan informasi yang diterima Bappebti, selain dijual tanpa izin atau tanpa legalitas, skema penjualan robot trading dalam beberapa kasus juga menggunakan skema piramida atau ponzi. Yang dijual bukan lagi program robot tradingnya, melainkan keanggotaan penjual seperti halnya yang biasa berlangsung dalam sistem MLM (multi level marketing). 

Dalam sistem MLM setiap orang yang berhasil merekrut member baru maka dia akan mendapat komisi. Tak jarang mereka yang getol mengejar komisi mengelabui korban dengan iming-iming return tinggi yang bersifat tetap (fixed) padahal dalam investasi apapun tetap ada risiko terhadap kegagalan, bahkan bisa loss 100 persen.

Pengamat keamanan siber dari Vaksincom Alfons Tanujaya, ada beberapa ciri dari robot trading yang berpotensi penipuan (fraud), yaitu: Trading hanya boleh dilakukan broker tertentu, bukan broker bonafit atau yang terpercaya, tujuannya untuk memanipulasi chart trading dengan chart trading fiktif. 

Spread rate jual beli valas yang terlalu jauh. Tidak ada penjelasan terkait robot trading yang ditawarkan, mulai dari wujudnya, algoritma, cara kerja, termasuk kelemahan dari botrading tersebut. Korban Fahrenheit, mencurigai adanya kaitan antara robot trading tersebut dengan PT PIB, salah satu pialang perdagangan berjangka yang masih beroperasi dan diklaim mengantongi izin dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan. 

Kecurigaan tersebut muncul setelah pada 27 Maret 2022, salah seorang korban DI dikagetkan dengan berubahnya keterangan serta logo Broker Lotus Internasional di aplikasi Meta Trading 4 (MT4) mereka tiba-tiba berubah menjadi PIB masih tak bisa melakukan.

A.    PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN ROBOT TRADING DIHUBUNGKAN DALAM TEORI KEADILAN

Teori Keadilan secara umum diartikan sebagai tindakan yang tidak sewenang-wenang, tidak memihak, tidak berat sebelah. Adil terutama mengandung arti bahwa suatu keputusan dan tindakan didasarkan atas norma-norma objektif. 

Keadilan pada dasarnya adalah suatu konsep yang relatif, setiap orang tidak sama, adil menurut yang satu belum tentu adil bagi yang lainnya, ketika seseorang menegaskan bahwa ia melakukan suatu keadilan, hal itu tentunya harus relevan dengan ketertiban umum dimana suatu skala keadilan diakui. 

Skala keadilan sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, setiap skala didefinisikan dan sepenuhnya ditentukan oleh masyarakat sesuai dengan ketertiban umum dari masyarakat tersebut.[1]

Keadilan sejatinya berdasarkan teori diatas mengharapkan adanya win-win solotion terhadap permasalahan yang sedang terjadi di masyarakat dimana proses ini hanya di dapat melalui jalur mediasi bagi para pihak yang bersengketa namun apabila penyelesaian perkara terjadi di dalam pengadilan maka dapat dikatakan suatu keadilan adalah ketidakadilan itu sendiri karena ada salah satu pihak yang dimenangkan atau dikalahkan.

Dalam tingkat penyidikan proses win-win solution dapat diterapkan secara alternative dengan memegang prinsip keadilan restoraktive justice yaitu penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. 

Prinsip keadilan restoratif (restorative justice) tidak bisa dimaknai sebagai metode penghentian perkara secara damai, tetapi lebih luas pada pemenuhan rasa keadilan semua pihak yang terlibat dalam perkara pidana melalui upaya yang melibatkan korban, pelaku dan masyarakat setempat serta penyelidik/penyidik sebagai mediator, sedangkan penyelesaian perkara salah satunya dalam bentuk perjanjian perdamaian dan pencabutan hak menuntut dari korban perlu dimintakan penetapan hakim melalui jaksa penuntut umum untuk menggugurkan kewenangan menuntut dari korban, dan penuntut umum.[2]

Dalam kasus ini keadilan restoraktive justice dapat diterapkan apabila terpenuhi syarat materiil dan formil. Syarat materiil tersebut, meliputi:[3]

1.Tidak menimbulkan keresahan masyarakat atau tidak ada penolakan masyarakat;

2.Tidak berdampak konflik sosial;

3.Adanya pernyataan dari semua pihak yang terlibat untuk tidak keberatan, dan melepaskan hak menuntutnya di hadapan hukum;

4.Prinsip pembatas:

a.Pada pelaku:

1. Tingkat kesalahan pelaku relatif tidak berat, yakni kesalahan dalam bentuk kesengajaan terutama kesengajaan sebagai maksud atau tujuan; dan

2. Pelaku bukan residivis;

b.Pada tindak pidana dalam proses:

1.Penyelidikan; dan

2.Penyidikan, sebelum Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan dikirim ke Penuntut Umum;

Syarat formil, meliputi:[4]

1. Surat permohonan perdamaian kedua belah pihak (pelapor dan terlapor);

2. Surat pernyataan perdamaian (akte dading) dan penyelesaian perselisihan para pihak yang berperkara (pelapor, dan/atau keluarga pelapor, terlapor dan/atau keluarga terlapor dan perwakilan dari tokoh masyarakat) diketahui oleh atasan Penyidik;

3.Berita acara pemeriksaan tambahan pihak yang berperkara setelah dilakukan penyelesaian perkara melalui keadilan restoratif;

4.Rekomendasi gelar perkara khusus yang menyetujui penyelesaian keadilan restoratif;

5. Pelaku tidak keberatan dan dilakukan secara sukarela atas tanggung jawab dan ganti rugi; dan

6. Semua tindak pidana dapat dilakukan restorative justice terhadap kejahatan umum yang tidak menimbulkan korban manusia.

Berdasarkan uraian diatas terhadap kasus robot trading illegal dengan skema ponzi maka keadilan harus didapatkan melalui pengadilan karena tidak memenuhi unsur formil dan materiil penerapan restoractive justice yang merupakan prinsip pemenuhan keadilan dalam peradilan.

B.PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN ROBOT TRADING DIHUBUNGKAN DALAM TEORI KEPASTIAN HUKUM

Berdarkan teori kepastian hukum yang menjelaskan bahwa kepastian hukum menghendaki adanya suatu upaya peraturan hukum dalam undang-undang yang dibuat oleh pihak-pihak berwenang sehingga aturan yang dibentuk tersebut memiliki suatu aspek yang yuridis serta dapat menjamin adanya pertanggungjawaban dan tindakan hukum serta memiliki fungsi sebagai sebuah peraturan yang harus dan wajib ditaati oleh masyarakat atau warga negaranya.

Setiap investasi ilegal termasuk investasi berjangka yang dilakukan dengan robot trading illegal yang biasanya diikuti dengan penggelapan penghimpunan dana masyarakat sehingga hal ini termasuk kejahatan di ranah pidana, yaitu pada pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) dan 378 KUHP yaitu tentang penggelapan dan penipuan. 

Namun Pertanggungjawaban secara pidana seharusnya tidak perlu ditempuh jika pelaku usaha memiliki etikad baik untuk mengganti kerugian yang dialami para investor. Pasal 372 KUHP mengatur tentang penggelapan yang berbunyi “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.” Dan Pasal 378 KUHP yang mengatur penipuan berbunyi 

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”

Pemidanaan ini sebenarnya menjadi opsi terakhir disaar ganti kerugian tidak kunjung didapat, walau sebenarnya penipuan ini merupakan dasar kejahatan investasi ilegal ini. Namun semua kembali lagi bahwa bagi korban investasi ilegal yang diperlukan adalah ganti kerugiannya.Ganti kerugian yang dialami oleh para investor yang mengalami penipuan dan telah mengalami kerugian, dapat diminta ganti kerugian sesuai dengan apa yang diatur dalam Pasal 20 PERMA 13/2016 yang berbunyi:

“Kerugian yang dialami oleh korban akibat tindak pidana yang dilakukan oleh Korporasi dapat dimintakan ganti rugi melalui mekanisme restitusi menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku atau melalui gugatan perdata”.

Selanjutnya ganti rugi dalam hukum perdata dapat timbul dikarenakan wanprestasi akibat dari suatu perjanjian atau dapat timbul dikarenakan oleh Perbuatan Melawan Hukum.[5] Ini diatur dalam KUHPerdata yang mana bersumber dari Wanprestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1238 Juncto Pasal 1243 dan Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365. 

Dalam wanprestasi ganti rugi juga merupakan akibat dari cidera janji sedangkan dalam Perbuatan Melawan Hukum ganti rugi timbul karena kesalahan dan adanya hubungan hukum yang menimbulkan kerugian. Sehingga dalam kasus mengajukan gugatan terhadap kasus gagal bayar investasi ilegal dapat didasari baik gugatan wanprestasi ataupun gugatan perbuatan melawan hukum.

Wanprestasi diatur dalam Pasal 1243 KUHPer yang berbunyi “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”. 

Sedangkan perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 KUHPer yang berbunyi “setiap orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum diwajibkan untuk mengganti kerugian yang timbul dari kesalahannya tersebut”. Selanjutnya terkait ganti kerugian akibat gugatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum memiliki ganti kerugian yang berbeda juga. Dalam ganti kerugian akibat wanprestasi diatur dalam Dalam Pasal 1246 KUHPerdata, yang mana ganti kerugian terdiri dari 3 unsur yaitu:

a. Biaya, yaitu biaya-biaya pengeluaran atau ongkos-ongkos yang nyata/tegas telah dikeluarkan oleh Pihak.

b. Rugi, yaitu kerugian karena kerusakan/kehilangan barang dan/atau harta kepunyaan salah satu pihak yang diakibatkan oleh kelalaian pihak lainnya

c. Bunga, yaitu keuntungan yang seharusnya diperoleh/diharapkan oleh salah satu pihak apabila pihak yang lain tidak lalai dalam melaksanakannya.

 

Sedangkan ganti kerugian dalam perbuatan melawan hukum diatur dalam hal seseorang melakukan suatu Perbuatan Melawan Hukum maka dia berkewajiban membayar ganti rugi akan perbuatannya tersebut, namun tidak diatur dengan jelas mengenai ganti kerugian tersebut, dan juga mengenai ganti kerugiannya dapat dilihat dari dalam Pasal 1371 ayat (2) KUHPerdata yang tersirat pedoman berisi “Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak, dan menurut keadaan”.

Dalam hal seseorang melakukan suatu perbuatan melawan hukum maka dia berkewajiban membayar ganti rugi akan perbuatannya tersebut, namun tidak diatur dengan jelas mengenai ganti kerugian tersebut. Serta perbuatan melawan hukum menuntut ganti kerugian bukan berdasarkan ranah perjanjian. 

Selanjutnya untuk mekanisme gugatan yang dilakukan dapat dengan mengajukan gugatan perwakilan kelompok, atau yang dikenal gugatan class action. Dikarenakan biasanya ada banyak korban yang menjadi korban dalam investasi bodong. 

Menurut Laras Susanti, Gugatan perwakilan kelompok pada intinya adalah gugatan perdata (biasanya terkait dengan permintaan injunction atau ganti kerugian) yang diajukan oleh sejumlah orang (dalam jumlah yang tidak banyak misalnya satu atau dua orang) sebagai perwakilan kelas (class representatives) mewakili kepentingan mereka, sekaligus mewakili kepentingan ratusan atau ribuan orang lainnya yang juga sebagai korban. Ratusan atau ribuan orang yang diwakili tersebut diistilahkan dengan class members. [6]

C.PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN ROBOT TRADING DIHUBUNGKAN DALAM TEORI KEMANFAATAN

Kemanfaatan hukum  adalah asas yang menyertai asas keadilan da kepastian hukum. Dalam melaksanakan asas kepastian hukum dan asas keadilan,  Hukum adalah sejumlah rumusan pengetahuan yang ditetapkan untuk mengatur lalulintas perilaku manusia dapat berjalan lancar, tidak saling tubruk dan berkeadilan. 

Sebagaimana lazimnya pengetahuan, hukum tidak lahir di ruang hampa. Ia lahir berpijak pada arus komunikasi manusia untuk mengantisipasi ataupun menjadi solusi atas terjadinya kemampatan yang disebabkan oleh potensi-potensi negatif yang ada pada manusia. Sebenarnya hukum itu untuk ditaati. 

Bagaimanapun juga, tujuan penetapan hukum adalah untuk menciptakan keadilan. Oleh karena itu, hukum harus ditaati walaupun jelek dan tidak adil. Hukum bisa saja salah, tetapi sepanjang masih berlaku, hukum itu seharusnya diperhatikan dan dipatuhi. Kita tidak bisa membuat hukum ‘yang dianggap tidak adil’. Itu menjadi lebih baik dengan merusak hukum itu. 

Semua pelanggaran terhadap hukum itu menjatuhkan penghormatan pada hukum dan aturan itu sendiri. Kemanfaatan hukum perlu diperhatikan karena semua orang mengharapkan adanya manfaat dalam pelaksanaan penegakan hukum. Jangan sampai penegakan hukum justru menimbulkan keresahan masyarakat. 

Karena kalau  kita berbicara tentang  hukum kita cenderung hanya melihat pada peraturan perundang-undangan, yang terkadang aturan itu tidak sempurna adanya dan tidak aspiratif dengan kehidupan masyarakat.  Sesuai dengan prinsip tersebut di atas, saya sangat tertarik membaca pernyataan  Prof. Satjipto Raharjo, yang menyatakan bahwa : 

keadilan memang salah satu nilai utama, tetapi tetap di samping yang lain-lain, seperti kemanfaatan. Jadi dalam penegakan hukum, perbandingan antara manfaat dengan pengorbanan harus proporsional.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat ditarik benang merah bahwa dalam kasus investasi illegal dengan berkedok robot trading bahwasanya dengan penjatuhan hukuman pidana atau perdata yang dianggap lebih bermanfaat maka hukum harus ditegakkan sebagaimana mestinya.


[1] M. Agus Santoso, Hukum,Moral & Keadilan Sebuah Kajian Filsafat Hukum, Ctk. Kedua, Kencana, Jakarta, 2014, hlm. 85

[2] Angka 2 huruf f SE Kapolri 8/2018

[3] Pasal 12 huruf a Perkapolri 6/2019 jo. Angka 3 huruf a SE Kapolri 8/2018

[4] Ibid, Pasal 12 huruf b

[5] Ginanjar Adhi, 2020, Penelitian Deskriptif Kualitatif, terdapat dalam: https://www/tripven.com/penelitian-deskriptif-kualitatif/., diakses pada tanggal: 7 Desember 2022

[6] Sudikno Mertokusumo, 2007, Mengenal Hukum Suatu Pengntar, Liberty, Yogyakarta, hlm. 160


Posting Komentar

Posting Komentar