- -->
NhuwqF8Gr3wCNrhjjrVDE5IVAMcbVyYzY2IKGw4q

Laporkan Penyalahgunaan

Cari Blog Ini

RANDOM / BY LABEL (Style 4)

label: 'random', num: 4, showComment: true, showLabel: true, showSnippet: true, showTime: true, showText: 'Show All'

Halaman

Bookmark
Baru Diposting

Panduan Menjadi Advokat di Indonesia - karya Hukum

Halo Sobat Karya Hukum Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Semoga Sobat Justitia selalu sehat di manapun berada. Hari ini, saya akan meny…

Sejarah Lelang dan Peraturan Lelang di Indonesia-karyahukum

https://www.karyahukum.com/

  • Ringkasan

Sejarah lelang didunia dimulai sekitar 500 tahun SM yang pertama kali dilakukan di Yunani yaitu wedding auction, dimana perempuan yang menjadi objek lelang untuk dijadikan sebagai istri setelah itu lelang terus berkembang di berbagai negara dan yang menjadi objek lelang kebanyakan adalah barang-barang hasil rampasan perang dimana itu dilelang dan hasilnya digunakan untuk perang berikutnya, selain lelang secara langsung, lelang juga sudah mulai dilakukan di marketplace yang dimana yang menjadi objek lelang adalah mobil bekas, setelah itu lelang mulai masuk dan berlaku di Indonesia pada tahun 1908 sebelum masehi hingga saat ini lelang terus berkembang dan terdapat terobosan baru yang dimana terdapat peraturan-peraturan lelang yang berlaku di Indonesia  diantaranya yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,dan peraturan-peraturan penunjang lainnya yang harus diketahui agar lebih memahami mengenai lelang dan tidak salah dalam pengaplikassiannya

  • Uraian Bahasan

A.    Perkembangan Hukum Lelang

Kata lelang merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris, auction yang berasal dari Bahasa Latin augre/auctus yang artinya meningkat. Taka da seorangpun yang secara pasti mengetahui kapan pertama kali lelang dilaksanakan. Namun dapat dipastikan bahwa penjualan secara lelang telah dilakukan ratusan tahun sebelum masehi,[1]

Menurut Herodotus bahwa lelang dimulai sekitar 500 tahun SM[2], tiap tahunnya bangsa Yunani melakukan wedding auction atau disebut sebagai upacara lelang yang dimana yang dilelang adalah seorang anak perempuan dewasa yang menjadi objeek leelang untuk dijadikan sebagai istri, yang dimana pada saat itu anak perempuan tidak boleh dijual dengan cara apapun kecuali dengan cara dilelang.

Tentunya system lelang anak perempuan tersebut dilakukan dengan cara tawar menawar, yaitu dari harga yang tertingga ke harga yang terendah. Semakin lama harga yang ditawarkan semakin menurun hingga terdapat seseorang yang mejadi penawar tertinggi dan berhak untuk memiliki anak perempuan tersebut. Tetapi dengan catatan bahwa harga penawaran tersebut paling sedikit adalah sama dengan harga minimum yang sudah ditetapkan oleh penjual.

Pada upacara pelelangan anak perempuan tersebut, perempuan yang mempunyai paras yang lebih menarik akan memiliki nilai tawar yang lebih tinggi dibanding yang lainnya, dan mirisnya perempuan yang memiliki paras yang kurang menarik harus menambahkan maskawin atau palig tidak menawarkan barang yang berharga pada peserta lelang agar peserta lelang tersebut bersedia untuk mengajukan penawaran sesuai nilai limit sehingga perempuan tersebut dapat terjual pada saat pelelangan.[3]

Pada 27 sampai 476 Sebelum Masehi yaitu pada masa kerajaan Romawi, lelang populer telah dilakukan oleh masyarakat Roma yang digunakan untuk kepentingan militer yang dilakukan setelah terjadinya perang oleh prajurit-prajurit Romawi pada saat berkeliling pada negara-negara yang kalah perang untuk mencai harta yang masih tersisa tentunya untuk disita sebagai barang hasil rampasan perang, selain itu prajurit-prajurit mencari penduduk setemoat untuk dijadikan sebagai budak. Tentunya hasil rampasan baik barang maupun budak akan dijual melalui system lelang dan hasil dari lelang tersebut akan digunakan sebagai biaya perang diwaktu yang akan datang[4]

Pada tahun 193 Masehi terjadilah lelang yang sangat terkenal oleh segala penjuru yaitu, yaitu kerajaan Romawi dilelang oleh Praetorian Guard yaitu Tentara Praetorian yang merupakan tantara elite yang tugasya untuk melindungi kaisar Romawi. Pada tanggal 23 Maret diketahui tantara tersebut lebih dulu membunuh Kaisar Pertinax kemudian menawarkan kerajaan tersebut kepada penawar yang menawar dengan harga yang paling tinggi. Kemudian ditawarlah dengan harga 6,250 drachmas persatu orang tantara oleh Didius Julianus dan hal tersebut memicu terjadinya perang antar saudara.

Pada awal abad ke VII, dilakukan lelang terhadap harta benda seorang pemimpin agama apabila ia meninggal dunia, seluruh hartanya dijadikan sebagai objek lelang. Pada abad ke 13 Raja Henry VII telah memiliki juru lelang yang berlisensi. Pada tahun 1556 pemerintah Prancis memiliki juru sita yang merangkap sebagai juru lelang yang memiliki tugas untuk melelang harta dari rampasan perang.

Pada tahun 1674 lelang tercatat di Inggirs yaitu pada saat melelang lukisan yang dilaksanakan di Summerset House. Sekitar abad XVII dan abad XVIII penyelenggaraan lelang telah lebih berkembang karena menjadi lebih teratur dna telah banyak orang yang megetahuinya sehingga lebih banyak masyarakat yang datang dan mejadi peserta lelang dan dilakukan pula ditempat-tempat yang lebih representative.

Pada tahun 1860-an pada saat terjadinya perang saudara atau disebut dengan civil war, Amerika telah menjual secara lelang barang-barang hasil dari rampasan perang dan hanya pejabat yang berpangkat kolonel yang boleh melakukan lelang. Pada awal abad XX industry lelang di Amerika semakin menunjukkan peningkatan kualitas juru lelangnya dan telah mulai membangun kepercayaan oleh masyarakat. Pada tahin 1920 setiap perusahaan di Amerika sudah mulai menggunakan image lelang pada iklan dari tiap produknya.

Pada tahun 1995, lelang semakin berkembang karena Jepang mengembangkan system lelang melalui jaringan Internet, yang selama ini hanya dilakukan secara langsung yang diberi nama sebagai AUCNET. Yang telah berhasil menggeser lelang mobil Bekasi secara langsung dan pada saat ini bisa dilakukan hanya dengan menggunakan marketplace

Lelang tanah pertama kali dilakukan pada tahun 1739 di Inggris Ketika terdapat iklan rumah yang dilelang di Inggris

Lelang di Indonesia pertama kali diberlakukan pada tahin 1908 dimana Indonesia  dulunya dikenal dengan Hindia Belanda yang merupakan negara bekas jajahan Belanda. Pada saat itu para penduduk Hindia Belanda tersebut dibedakan menjadi tiga golongan dan berlaku aturan Hukum Perdata yang berbeda-beda pada tiap golongan, yaitu:

1. Golongan Eropa berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang di Negara Belanda;

2.  Golongan Timur Asing berlaku bab-bab tertentu Hukum Perdata dan Hukum Dagang golongan Eropa;

3.   Golongan Bumiputera berlaku hukum adat.

Kedatangan Vereenigde Oostindische Compagnie (biasa disebut degan VOC) yaitu Perserikatan Perusahaan Hindia Timur yang berdiri pada tanggal 20 Maret 1602 merupakan suatu perusahaan yang dimiliki oleh Belanda yang bertugas untuk monopoli segala aktivitas perdagangan di Asia. Pada tahun 1506 VOC berhasil mendarat di Banten, Indonesia. Pada saat itu VOC menciptakan system lelang untuk komoditas teh hasil bumi Indonesia dimana sistem lelang pertamakali digunakan untuk komoditas teh di London.[5]

Pada tahun 1798 VOC dibubarkan pada dikarenakan mengalami berbagai kesulitan finansial setelah belanda diserang oleh Napoleon. Wilayah koloni VOC di Hindia Timur diserahkan pada Kerajaan Belanda yang jabatan pemerintahan dan perusahaan-perusahaannya dijabat oleh orang-orang Belanda itu sendiri. Apabila terjadi perpindahan atau disebut mutasi pejabat maka akan timbul masalah mengenai penjualan barang-barang milik pejabat yang dimutasi tersebut.

 Pada tahun 1908 Pemerintah Hindia Belanda telah mengeluarkan Staatsblad 1908 Nomor 189 tentang Vendu Reglement, yang dimana pada saat itu belum ada Volksraad (DPR). Meskipun diketahui bahwa Vendu Reglement merupakan peraturan setingkat Peraturan Pemerintah, Tetapi Vendu Reglement merupakan peraturan lelang yang tertinggi hingga saat ini. Oleh karena itu tidak salah jika VR disebut sebagai Undang-Undang Lelang.

Setelah keluarnya Staatsblad 1908 Nomor 189, terbentuklah Inspeksi Lelang yang bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan (Direktuur van Financient). Kemudian berdirilah Direktorat Jenderal Pajak yang bernama Inspeksi Keuangan, namun posisi inspeksi keuangan tersebut tentunya tidak sama dengan Inspeksi Lelang. Di bawah Menteri Keuangan terdapat unit operasional yang disebut dengan Kantor Lelang Negeri (Vendu Kantoren) 

Pada tahun 1919, Gubernur Jenderal Nederlandsch Indie telah mengangkat Pejabat Lelang Kelas II yang fungsinya untuk menjangkau tiap daerah yang belum memiliki Kantor Lelang Negeri dan memiliki pelaksanaan lelang yang relative rendah. Pejabat Lelang Kelas II merupakan Pejabat Notaris setempat yang kemudian seiring dengan peningkatan jumlah permintaan lelang, jabatan tersebut tentunya ditingkatkan menjadi Kantor Lelang Negeri Kelas I. Namun tidak diketahui secara pasti perubahan istilah Vendumeester, menjadi Juru Lelang dan kemudian berubah menjadi Pejabat Lelang. Pada tahun 1970-an  yang terjadi dan yang tercantum dalam peraturan yang mengatur tentang lelang telah digunakan istilah Pejabat Lelang.

Pengaturan-pengaturan lelang belum diatur dalam ordonansi karena pada tahun tersebur belumlah terbentuk lembaga parlemen atau DPR yang tugasnya untuk membentuk suatu Undang-Undang. Volksraad baru terbentuk pada tahun 1926 yang anggotanya dipilih berdasarkan penunjukan. Pada masa pemerintah Hindia Belanda, kewenangan lelang berada dibawah kewenangan Director Van Financien yang berlanjut setelah era kemerdekaan RI. Pada masa itu di tingkat Pusat kantor lelang disebut Kantor Inspeksi Lelang sedangkan di Operasionalnya di sebut Kantor Lelang Negeri. Perubahan nama kantor lelang :

1.Pada Tahun 1960 lelang berada dibawah pembinaan Direktorat Jenderal Pajak;

2. Pada Tahun 1970 Kantor lelang Negeri berubah nama menjadi Kantor Lelang Negara;

3. Pada Tahun 1990 Kantor lelang Negara di integrasikan dengan Badan Urusan Piutang Negara (BUPN)

4.  Pada Tahun 1991 BUPN berubah nama menjadi Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN);

5. Pada tahun 2000 BUPLN berubah menjadi DJPLN (Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara) dan Pada tahun 2001 Kantor Lelang Negara dan Kantor Pelayanan Piutang Negara meleburkan diri menjadi Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN);

6. Pada tahun 2006 DJPLN berubah menjadi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dan kantor operasionalnya berubah nama menjadi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).

Pelaksanaan lelang memiliki berbagai fungsi yaitu fungsi sebagai pelayanan publik dan fungsi sebagai pelayanan privat. Fungsi pelayanan publik dari Lembaga Lelang tercermin saat digunakan oleh aparatur negara dalam melaksanakan tugas dalam rangka Penegakan Hukum/Law Enforcement seperti yang diamanatkan dalam berbagai undang-undang, antara lain

1.    KUHAP

2.    KUHPerdata

3.    HIR

4.   UU Panitia Urusan Piutang Negara No. 49 Prp. Tahun 1960

5.  UU Kepabeanan No. 10 Tahun 1995, UU Hak Tanggungan Nomor 4 tahun 1996

6.   UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Nomor 19 tahun 1997

7.   UU Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999

8. UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Nomor 37 tahun 2004.

Fungsi dari pelayanan public tersebut tercermin pada saat digunakan oleh aparatur negara dalam rangka pengelolaan barang milik negara/daerah (kekayaan negara), khsusnya pada saat barang tersebut dipindahtangankan dengan cara dijual. Penjualan barang milik negara ataupun daerah haruslah dilakukan secara lelang.

Penjualan secara lelang bertujuan untuk mengamankannya sekaligus untuk  memenuhi prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik. Proses tersebut akan berdampak pada meingkatknya efisiensi, tertib administrasi serta keterbukaan dalam pengelolaan kekayaan negara, serta untuk menjamin akuntabilitas. Dari dua fungsi pelayanan publik tersebut Lembaga Lelang nantinya akan memberi suatu kontribusi dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak berupa Bea Lelang, yang merupakan hasil dari penjualan kekayaan negara,dalam bentuk sitaan yang dirampas untuk negara, serta penerimaan Pajak berupa PPh. Selanjtnya merupakan fungsi privat dari Lembaga Lelang yang tercermin pada saat lembaga lelang digunakan oleh seseorang yang memiliki barang dan ingin menjualnya secara lelang. Dalam fungi privat maka akan menjadi sarana dari Lembaga Lelang untuk memperlancar lalu lintas perdagangan barang.

Pada akhirnya dalam pelaksanaan lelang tentunya akan memberikan berbagai kontribusi dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berupa Bea Lelang, hasil penjualan kekayaan negara, sitaan yang dirampas untuk negara, dan Penerimaan Pajak berupa Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dan BPHTB sebagai fungsi budgetter.

B.     Pengaturan Hukum Lelang,

Peraturan lelang di Indonesia masih menggunakan peraturan lelang Belanda yaitu Vendu Reglement Staatsblad tahun 1908 nomor 189. Dasar hukum penggunaan atau pemanfaatan lelang di Indonesia ditemui dalam banyak ketentuan, misalnya :

1.      Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

2.      Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

3.      Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata

4.      Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

5.  Undang-Undang Nomor 49/perpu/1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara.

6.  Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

7.      Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

8.      Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

9.      Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan

10.  Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

11.  Peraturan Pemerintah tentang BPPN

Dasar hukum lelang tentang kebendaan, tata cara/prosedur lelang itu sendiri diatur dengan ketentuan khusus, yaitu :

1.   Peraturan Lelang/Vendu Reglement (stb. 1908 No 189)

2.   Instruksi Lelang/Vendu Instructie (stb 1908 No 190)

3. Peraturan Pemerintah No 44 Tahun 2003, tanggal 31 Juli 2003, tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Keuangan

Dasar hukum lelang tersebut kemudian diatur lebih lanjut didalam aturan pelaksanaannya yaitu dalam :

1. Peraturan Menteri Keuangan No 93/PMK.06/2010 tanggal 23 April 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang

2.  Peraturan Menteri Keuangan No 174/PMK.06/2010 tanggal 30 September 2010 tentang Pejabat Lelang Kelas I

3. Peraturan Menteri Keuangan No 176/PMK.06/2010 tanggal 30 September 2010 tentang Balai Lelang

4. Peraturan Menteri Keuangan No 175/PMK.06/2010 tanggal 30 September 2005 tentang Pejabat Lelang Kelas II

Jika dilihat bahwa saat ini pemerintah tengah mengupayakan pembentukan undang-undang lelang yang baru sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap peraturan yang relevan dan sesuai dengan perkembangan jaman sehingga tidak usang. Tetapi sayangnya, undang-undang mengenai lelang yang baru hingga saat inipun belum dapat disahkan.

Tentunya pemerintah melalui Kementerian Keuangan sudah sangat berupaya dalam menyempurnakan aturan mengenai lelang. Hal tersebut dilakukan adalah untuk mengikuti perkembangan jaman dan menjawab kebutuhan masyarakat yang berkembang seiring berjalannya waktu. Sampai saat ini jumlah peraturan terkait lelang yang telah dikeluarkan oleh Menteri Keuangan yang sampai dengan saat ini jumlahnya tidak kurang dari 10 (sepuluh) Keputusan/Peraturan Menteri Keuangan. antara lain adalah

1.      KMK Nomor 557/KMK.01/1999

2.      KMK Nomor 337/KMK.01/2000

3.      KMK Nomor 507/KMK.01/2000

4.      KMK Nomor 304/KMK.01/2002

5.      KMK Nomor 450/KMK.01/2002

6.      PMK Nomor 40/PMK.07/2006

7.      PMK Nomor 150/PMK.06/2007

8.      PMK Nomor 61 /PMK.06/2008,

9.      PMK Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Dengan adanya pertimbangan-pertimbangan dalam hal mewujudkan lelang yang lebih efisien, efektif, transparan, akuntabel, adil, dan menjamin kepastian hukum, serta untuk mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat, sementara peraturan yang sudah ada yaitu PMK Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang dianggap tidak sesuai lagi, maka baru-baru ini tepatnya tanggal 26 Juli 2013 telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 tentang Perubahan Atas PMK Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, diundangkan pada tanggal 6 Agustus 2013, yang efektif berlaku 2 (dua) bulan sejak tanggal diundangkan tepatnya tanggal 6 Oktober 2013.




[1] Wahyu Hidayat & Royani, Journal kementrian Keuangan RI Direktorat Jendral Kekayaan Negara, 2016, hlm 23.

 

[2] Purnama Tioria, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang Jaminan Tidak Bergerak Melalui lelang, CV Mandar Maju, Bandung, 2014, hlm43-44

 

[3] Sudiarto, Pengantar Hukum Lelang Indonesia, Kencana, Jakarta, 2021, hlm 46

[4] FX Ngadijarno, Nunung L dan Isti I, Pegetahuan Lelang, BPPK, Jakarta, 2008, hlm 25.

[5] Kamarinjani, Sejarah Perusahaan The di Indonesia, 1978, LIPI, hlm 39


Posting Komentar

Posting Komentar