- -->
NhuwqF8Gr3wCNrhjjrVDE5IVAMcbVyYzY2IKGw4q

Laporkan Penyalahgunaan

Cari Blog Ini

RANDOM / BY LABEL (Style 4)

label: 'random', num: 4, showComment: true, showLabel: true, showSnippet: true, showTime: true, showText: 'Show All'

Halaman

Bookmark
Baru Diposting

Panduan Menjadi Advokat di Indonesia - karya Hukum

Halo Sobat Karya Hukum Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Semoga Sobat Justitia selalu sehat di manapun berada. Hari ini, saya akan meny…

Pertanggungjawaban Pidana Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Secara Bersama-Sama

 

A.    

            Pada tahun 2018 sampai dengan Februari 2019 terjadi tindak pidana korupsi di lingkungan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sijunjung. Tindak pidana korupsi tersebut melibatkan N dan E, N dan E adalah wakil ketua DPRD Kab Sijunjung Periode 2014-2019. Terdakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa menggunakan dana tunjangan belanja rumah tangga pimpinan DPRD Kabupaten Sijunjung APBD tahun anggaran 2018 dan tahun anggaran 2019 (belanja makanan dan minuman harian natura) untuk kepentingan pribadi. Perbuatan terdakwa tersebut termasuk dalam tindakan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp. 169.631.730,- (seratus enam puluh sembilan juta enam ratus tiga puluh satu ribu tujuh ratus tiga puluh rupiah). Oleh hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Padang terdakwa N dan E dinyatakan bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 4 jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) UU Tipikor jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP yang berbunyi:

“secara bersama-sama dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”.

Hakim menjatuhkan pidana pada terdakwa N dengan pidana penjara 1 tahun dan denda lima puluh juta rupiah subsider 2 bulan kurungan, sedangkan terdakwa E dijatuhi pidana 3 tahun penjara dan denda lima puluh juta rupiah, subsider 4 bulan kurungan 

        Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pertanggungjawaban Pidana Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Secara Bersama-Sama Study Case (Putusan Nomor: 41/PID.SUS-TPK/2020/PN.PDG)n Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dilakukan secara Bersama-sama (deelneming) pada Putusan Nomor: 41/PID.SUS-TPK/2020/PN.PDG

Untuk melihat pertanggungjawaban pidana dalam kasus korupsi sebagaimana dalam putusan tersebut diatas maka dapat dianalisis bahwa terdapat unsur adanya suatu tindak pidana yang dapat dilihat dari pengertian setiap orang yaitu siapa saja mereka yang berstatus sebagai subjek hukum yang melakukan tindak pidana yang dapat dipertanggung jawabkan kepadanya, tanpa adanya suatu pengecualian hukum yang berlaku atas dirinya. Menimbang, bahwa dalam perkara yang sedang disidangkan ini subjek hukumnya mengacu kepada manusia (Naturrlijke Person), hal ini dapat dibuktikan dengan fakta-fakta yang dihubungkan antara keterangan para saksi serta keterangan terdakwa sendiri, diketahui bahwa benar terdakwa N dan E yakni orang yang sedang disidangkan sebagai terdakwa dalam perkara ini atau menjalani pemeriksaan dipersidangan yang identitasnya sesuai dengan identitas yang bersangkutan yang dimuat dalam Surat Dakwaan, yang diketahui sehat jasmani dan rohani dengan terdakwa mampu bertanggung jawab untuk perbuatannya yaitu melakukan korupsi secara bersama-sama. Yang melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Undang- undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Dengan demikian unsur adanya suatu tindak pidana sudah terpenuhi

Unsur Adanya Kesalahan, dari fakta tersebut dapat diyakini menurut hukum, bahwa perbuatan Terdakwa N dan terdakwa E yang dengan sengaja melakukan tindak pidana korupsi. Dengan demikian maka unsur kesalahan yaitu melakukan tindak pidana korupsi sudah terpenuhi.

Kemampuan Bertanggung Jawab, Maksud dari unsur ini kemampuan bertanggungjawab selalu berhubungan dengan keadaan psikis pembuat, Terdakwa dalam kasus ini telah dibuktikan oleh Hakim bahwa sehat secara jasmani dan rohani serta tidak mengalami kekurangan secara fisik dan mental, sehingga terdakwa masuk kedalam kategori orang yang dapat bertanggungjawab. Dengan uraian di atas Majelis Hakim berkeyakinan menurut hukum bahwa unsur ini telah terbukti secara sah dan meyakinkan terpenuhi pula oleh perbuatan terdakwa.

Tidak Ada Alasan Pemaaf, Berdasarkan pertimbangan Hakim, Hakim telah menimbang bahwa selama persidangan berlangsung tidak terdapat alasan pemaaf maupun alasan pembenar pada diri terdakwa yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban atas segala perbuatan pidana yang dilakukan, karena terdakwa melakukan perbuatannya secara sadar dan sehat psikologis nya dalam melakukan perbuatannya tersebut. Unsur Tidak Ada Alasan Pemaaf dalam unsur ini, perbuatan terdakwa merupakan suatu tindak pidana sehingga dengan perbuatan tersebut terdakwa harus menghadapi jalur hukum. Dalam hukum pidana yang dimaksud alasan pemaaf dalam hukum pidana adalah tidak mampu bertanggung jawab yang berkaitan dengan keadaan seseorang tersebut atau karena perbuatan tersebut merupakan paksaan dari orang lain. Dalam kasus ini, Majelis telah membuktikan bahwa terdakwa melakukan tindak pidana ini bukan karena unsur paksaaan dan terdakwa mampu bertanggungjawab dengan perbuatannya. Maka unsur tidak ada alas an pemaaf sudah terpenuhi.

Jadi dari penjelasan di atas penulis dapat menjelaskan bahwa Pertanggungjawaban pidana oleh terdakwa sudah dapat terpenuhi dan juga dapat diberikan pertanggungjawab pidana dimana dalam putusan pengadilan Negeri Padang dengan Nomor 41/PID.SUS-TPK/2020/PN.PDG yaitu terdakwa melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam Dakwaan Subsidair Penuntut Umum. Untuk terdwaka N hakim menjatuhkan sanksi pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan, dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan, dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan, serta menghukum terdakwa N untuk membayar denda sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) Subsidiair 3 (tiga) bulan kurungan. Sementara itu untuk terdakwa E hakim menjatuhkan sanksi pidana berupa Pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan 6 (enam) bulan, dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan, dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan, dan menghukum terdakwa E untuk membayar denda sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) Subsidiair 3 (tiga) bulan kurungan, serta menghukum Terdakwa E membayar Uang Pengganti sebesar Rp190.014.090,- (seratus sembilan puluh juta empat belas ribu sembilan puluh rupiah) kepada Negara, dan jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama 1 (satu) bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar Uang Pengganti maka diganti dengan Pidana Penjara selama 1 (satu) tahun. Selain itu bentuk pertanggungjawaban pidana yang diberikan kepada pelaku dari 2 bentuk pertanggungjawaban pidana yaitu Pertanggungjawaban mutlak (strict liability). Untuk itu dari uraian unsur-unsur pertanggungjawaban pidana di atas maka pelaku masuk kedalam Pertanggungjawaban mutlak (strict liability) karena dalam kasus ini pelaku terbukti dan benar melakukan tindak pidana korupsi tanpa perlu pembuktian lebih jauh terhadap kesalahan dari si pelaku dan juga pelaku juga mengakui kesalahannya bahwa benar dia melakukan perbuatan tersebut secara sadar dan mampu bertanggungjawab atas perbuatannya tersebut.

>> baca juga tentang Kebijakan pelepasan narapidana berdasarkan teori negara w friemann

 Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana kepada Masing-masing Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dilakukan secara Bersama-sama pada Perkara Nomor 41/PID.SUSTPK/2020/PN.PDG

Dalam putusan ini hakim menjatuhkan pidana berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keputusan hakim dalam menjatuhkan pidana akan mempunyai konsekuensi yang luas, baik yang menyangkut langsung ke pelaku yang telah dipidana maupun ke masyarakat secara luas. Memang sulit mengukur secara sistematis putusan hakim yang bagaimana yang memenuhi rasa keadilan itu, tetapi tentu saja ada Indikator yang dapat digunakan untuk melihat dan merasakan bahwa suatu putusan telah memenuhi rasa keadilan atau tidak. Indicator itu antara lain dapat ditemukan di dalam “pertimbangan hukum” yang digunakan hakim.

Akibat perbuatan terdakwa N yang dimuat dalam putusan Nomor 41/PID.SUS- TPK/2020/PN.PDG menjatuhkan Pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (Satu) Tahun serta denda sebesar Rp. 50.000.000.- (Lima Puluh Juta Rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 (Dua) Bulan. Kemudian Terdakwa E di dalam putusan Nomor 40/PID.SUS-TPK/2020/PN. PDG dijatuhi pidana oleh majelis hakim menjatuhkan Pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 (Dua) Tahun dan 4 (Empat) Bulan serta denda sebesar Rp. 50.000.000.- (Lima Puluh Juta Rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 (Dua) Bulan, dan untuk membayar Uang Pengganti sejumlah Rp190.014.090,00 (seratus sembilan puluh juta empat belas ribu sembilan puluh rupiah) dengan ketentuan apabila Terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang cukup untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 8 (Delapan) Bulan.

Kemudian yang membedakan putusan hakim terhadap terdakwa E dan N adalah, terletak pada kerugian Negara yang dilakukan oleh kedua terdakwa tersebut. Terdakwa E berdasarkan keterangan Terdakwa dan bukti Surat yang diajukan oleh Penuntut Umum dipersidangan dimana terdakwa yang telah mengajukan pencairan tunjangan belanja rumah tangga sejak Januari 2018 sampai dengan Maret 2019 sebesar Rp 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) per bulan dengan total yang diterima oleh terdakwa selama tahun 2018 sampai dengan Maret 2019 adalah sebesar Rp. 190.014.090,- (seratus sembilan puluh juta empat belas ribu sembilan puluh rupiah) pada kenyataannya Terdakwa tidak ada menempati rumah dinas tersebut sehingga kepada Terdakwa haruslah dibebankan untuk membayar Uang Pengganti sejumlah Rp. 190.014.090,- (seratus sembilan puluh juta empat belas ribu sembilan puluh rupiah) sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undanng- undang. Sedangkan Terdakwa N berdasarkan keterangan Terdakwa dan bukti Surat yang ditunjukan oleh Penuntut Umum dimana atas kehendak terdakwa pada tanggal 28 Februari 2020 Terdakwa telah melakukan pengembalian kerugian keuangan Negara dengan cara membayar uang Natura tersebut sebesar Rp. 109.643.730,- ke Kas Daerah Kabupaten Sijunjung dengan Nomor Rekening : 0700.0101.000146 sesuai dengan bukti Surat Tanda Setoran (STS) melalui Bank Nagari Cabang Sijunjung anggal 28 Februari 2020, kemudian pada tanggal 12 Oktober 2020 Terdakwa juga telah membayar lunas uang Natura tersebut sebesar Rp. 59.988.000,- (lima puluh sembilan juta sembilan ratus delapan puluh delapan ribu rupiah) ke Kas Daerah Kabupaten Sijunjung Nomor Rekening : 0700.0101.000146 sesuai dengan bukti Surat Tanda Setoran (STS) melalui Bank Nagari Cabang Sijunjung.

Daftar Bacaan

Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1992. Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni, Bandung

Indonesia, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi

Sampur Dongan Simamora & Mega Fitri Hertini, 2019, Hukum Pidana Dalam Bagan, FH Untan Press, Pontianak

Romli Atmasasmita, 2018, Perbandingan Hukum Pidana, Mandar Maju, Bandung

Hasbullah F. Sjawie, 2019, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi pada Tindak Pidana Korupsi, Prenada Media Group, Jakarta

Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, 2020, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta

Sudarsono, 2019, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta

Robert Klitgaard, 2020, Membasmi Korupsi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta

Posting Komentar

Posting Komentar