- -->
A. Kasus Posisi
Valencya (45) seorang ibu dua anak sebelumnya dilaporkan ke polisi oleh mantan suaminya lantaran sering memarahi suaminya saat mabuk-mabukan Kasus tersebut bermula saat Valencya alias Nancy Lim dipolisikan Chan Yu Ching dengan dugaan melakukan kekerasan psikis. Di sisi lain, Valencya melaporkan Chan Yu Ching dengan tuduhan mengenai penelantaran dalam urusan rumah tangga. Valencya dan Chan Yu Ching dulunya merupakan pasangan suami-istri. Namun rumah tangga pasangan tersebut bermasalah hingga berakhir di ranah hukum. sumber detiknews.com
Mengkaji kasus Ibu Valencia dalam hal Dituntut Setahun Penjara karena Marahi Suami yang Mabuk berdasarkan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Alasan
mengapa kasus yang dianggap remeh temeh tersebut bisa berlanjut ke persidangan?
Pembahasan.
Untuk
menjawab rumusan masalah diatas, dikutip dari Detikcom diketahui bahwa Jaksa
menuntut terdakwa Valencya atas tindak pidana sebagaimana yang termuat dalam
Pasal 45 ayat 1 junto Pasal 5 huruf Undang-undang nomor 23 tahun 2004 tentang
penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Dimana Valencya dilaporkan mantan
suaminya, Chan Yu Ching pada bulan September 2020 ke PPA Polda Jabar nomor
LP.LPB/844/VII/2020 lantaran melakukan pengusiran dan tekanan psikis.
Adapun
bunyi pasal diatas yaitu sebagai berikut :
Pasal
45
1. Setiap
orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,00 (sembilan
juta rupiah).
2. Dalam
hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap
isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk
menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling
banyak Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
Pasal
5
Setiap orang dilarang melakukan kekerasan
dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara:
a. kekerasan
fisik;
b. kekerasan
psikis;
c. kekerasan
seksual; atau
d. penelantaran rumah tangga
Keseluruhan
ketentuan tersebut pada dasarnya merupakan delik biasa, namun dapat
pengecualian terhadap pasal Pasal 44 ayat (4) dan Pasal 45 ayat (2) UU PKDRT
yang dikategorikan sebagai delik aduan. Dimana Di dalam delik biasa, suatu perkara
dapat diproses tanpa adanya laporan dari korban. Sementara delik aduan adalah
delik yang hanya dapat diproses apabila terdapat aduan atau persetujuan dari
korban.
Dalam
prosedur beracara perkara tindak pidana sebelum masuk kedalam pengadilan harus
melalui proses-proses dimana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) secara garis besar mengenal 3 (tiga) tahapan pemeriksaan perkara pidana
yaitu Tahap Penyidikan, Tahap Penuntutan dan Pemeriksaan di Pengadilan yang
dikenal dengan Sistem Peradilan Pidana Terpadu (Integrated Criminal Justice
System). Sistem terpadu maksudnya kewenangan penyidikan, penuntutan dan
peradilan, walaupun dilakukan oleh masing masing penegak hukum sesuai dengan
kewenangannya di setiap tahap, namun tetap merupakan satu kesatuan yang utuh
atau saling keterkaitan satu dengan lainnya dalam suatu sistem peradilan
pidana.
Kegiatan
Penyidikan mencakup kegiatan Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti
dan dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya. Pada tahap ini penyidik mempunyai kewenangan melakukan
upaya hukum untuk melakukan pemeriksaan,
penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan barang bukti dan
sebagainya, dimana dalam mengumpulkan barang bukti yang diperlukan, penyidik dapat meminta keterangan saksi,
saksi ahli dan tersangka serta melakukan penyitaan bukti surat atau tulisan
yang dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Kegiatan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik,
wajib diberitahukan kepada Penuntut Umum dalam bentuk Surat Pemberitahuan
Dimulainya Penyidikan (SPDP), dimana dengan SPDP, Penuntut Umum akan memantau
perkembangan penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik.
Hasil
penyidikan dalam bentuk berkas perkara, dikirimkan oleh penyidik kepada
Penuntut Umum (Penyerahan Tahap I), dan oleh Penuntut Umum dilakukan penelitian
terhadap kelengkapan berkas perkara baik dari segi formil maupun materil, yang
dalam sistem peradilan pidana terpadu disebut Pra Penuntutan. Dalam rangka
penelitian berkas perkara, maka ada 2 (dua) hal yang perlu diperhatikan yaitu :
1. Jika
hasil penelitian berkas perkara oleh Penuntut Umum, dinyatakan lengkap, maka penyidik menyerahkan tanggung jawab
tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum (Penyerahan Tahap II);
2. Jika
hasil penelitian berkas perkara oleh Penuntut Umum, dinyatakan belum lengkap
atau kurang memenuhi peryaratan formil dan atau materil, maka berkas perkara
dikirim kembali oleh Penuntut Umum kepada Penyidik, untuk dilengkapi disertai petunjuk
dari Penuntut Umum kepada Penyidik.
Setelah
berkas perkara dinyatakan lengkap dan penyerahan tersangka dan barang bukti
oleh penyidik kepada Penuntut Umum, maka
Penuntut Umum akan menyusun surat dakwaaan (tahap Penuntutan), kemudian
Penuntut Umum melimpahkan perkara tersebut ke Pengadilan untuk
disidangkan dan diputus oleh Pengadilan
(Tahap Pemeriksaan Persidangan).
Dalam
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kasus yang dianggap remeh temeh
tersebut dapat masuk kepersidangan pidana karena adanya aduan dari mantan suami
terdakwa atas Tindakan KDRT berupa kekerasan psikis terhadap saksi korban
(Pelapor) serta dalam proses menuju persidangan penyidik dan penuntut umum
telah menyatakan bahwa terdapat tindak pidana dan diperlukan pemeriksaan lebih
lanjut di dalam persidangan.
2. Apakah
orientasinya yang penting ada perkara kemudian mengeluarkan anggaran untuk
perkara itu atau ada hal-hal lain diluar penegakan hukum yang dilakukan oleh
penyidik, penuntut sehingga kasus ini sampai ke meja hijau?
Dalam
kasus ini sebagaimana yang dijelaskan pada point satu diatas bahwa perkara
tindak pidana merupakan delik aduan yang kemudian dilakukan proses penyidikan
dan penyelidikan dengan maksud apakah tindak pidana yang di adukan benar
terjadi serta untuk mencari alat bukti serta tersangka dalam tindak pidana
tersebut, kemudian dilanjutkan dengan pra penuntutan yang dilakukan oleh jaksa
penuntut umum untuk pengecekan kelengkapan berkas perkara yang diberikan oleh
penyidik apabila berikas perkara dinyatakan lengkap maka penyidik menyerahkan
tanggung jawab tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum dan penuntut
umum melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan unutk disindangkan dan diputus
oleh pengadilan.
Dalam pertimbangan
hal diatas, perkara tindak pidana yang merupakan delik aduan berorientasi pada
ada atau tidaknya suatu tindak pidana yang terjadi bukan berorientasi terhadap
ada atau tidaknya perkara. Untuk mengetahui apakah perbuatan dalam sebuah
peristiwa hukum adalah tindak pidana dapat dilakukan analisis mengenai apakah
perbuatan tersebut telah memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam sebuah
ketentuan pasal hukum pidana tertentu. Untuk itu, harus diadakan penyesuaian
atau pencocokan (bagian-bagian/kejadian-kejadian) dari peristiwa tersebut kepada
unsur-unsur dari delik yang didakwakan.
Dalam hal ini unsur-unsur tindak pidana
yang dimaksud adalah , Menurut S. R. Sianturi, secara ringkas unsur-unsur
tindak pidana, yaitu :
1. adanya
subjek;
2. adanya
unsur kesalahan;
3. perbuatan
bersifat melawan hukum;
4. suatu
tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang/perundangan dan
terhadap yang melanggarnya diancam pidana;
5. dalam
suatu waktu, tempat dan keadaan tertentu
Jika ternyata sudah cocok, maka dapat
ditentukan bahwa peristiwa itu merupakan suatu tindak pidana yang telah terjadi
yang (dapat) dimintakan pertanggungjawaban pidana kepada subjek pelakunya.
Namun, jika salah satu unsur tersebut tidak ada atau tidak terbukti, maka harus
disimpulkan bahwa tindak pidana belum atau tidak terjadi. Hal ini karena, mungkin tindakan sudah
terjadi, tetapi bukan suatu tindakan yang terlarang oleh undang-undang terhadap
mana diancamkan suatu tindak pidana. Mungkin pula suatu tindakan telah terjadi
sesuai dengan perumusan tindakan dalam pasal yang bersangkutan, tetapi tidak
terdapat kesalahan pada pelaku dan/atau tindakan itu tidak bersifat melawan
hukum.
P. A. F. Lamintang lebih jauh menjelaskan
bahwa apabila hakim berpendapat bahwa tertuduh tidak dapat
dipertanggungjawabkan atas tindakannya, maka hakim harus membebaskan tertuduh
dari segala tuntutan hukum atau dengan kata lain, hakim harus memutuskan suatu
ontslag van alle rechtsvervolging, termasuk bilamana terdapat keragu-raguan
mengenai salah sebuah elemen, maka hakim harus membebaskan tertuduh dari segala
tuntutan hukum (hal. 197). Unsur-unsur delik tercantum dalam rumusan delik yang
oleh penuntut umum harus dicantumkan di dalam surat tuduhan (dakwaan) dan harus
dibuktikan dalam peradilan (hal. 195 & 197). Bilamana satu atau lebih
bagian ternyata tidak dapat dibuktikan, maka hakim harus membebaskan tertuduh
atau dengan perkataan lain harus memutuskan suatu vrijspraak.
4 komentar