- -->
NhuwqF8Gr3wCNrhjjrVDE5IVAMcbVyYzY2IKGw4q

Laporkan Penyalahgunaan

Cari Blog Ini

RANDOM / BY LABEL (Style 4)

label: 'random', num: 4, showComment: true, showLabel: true, showSnippet: true, showTime: true, showText: 'Show All'

Halaman

Bookmark
Baru Diposting

Yurisdiksi ICJ (INTERNATIONAL COURT JUSTICE) Dalam Penyelesaian Pelanggaran Ham (Genosida) Terhadap Suku Rohingya Di Myanmar -Karyahukum

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak lahiriah yang diperoleh setiap individu sejak lahir dan merupakan pemberian dari Tuhan. Perlindungan dan Pengak…

Keuntungan Perjanjian Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA) Bagi Indonesia-karyahukum

 


A.    ACFTA (Asean-China  Free Trade Agreement)

ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) adalah salah satu bentuk kerjasama yang diikuti oleh Indonesia sebagai bagian dari negara ASEAN yang merupakan kesepakatan antara Negara-negara anggota ASEAN dengan Cina. Perjanjian ini bertujuan untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang baik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi. Serta peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para pihak ACFTA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan Cina.[1]

Cina memiliki kemampuan investasi yang tinggi, dan sebagai salah satu pemain dalam pasar global tentunya Cina membutuhkan tempat untuk merelokasi industri yang dinilai sudah tidak kompetitif lagi. Strategi yang dilancarkan Cina dalam mewujdukan pembentukan dana negosiasi ACFTA dapat menjadi pelajaran bagi seluruh negara yang berkeinginan untuk menjalin kerjasama dengan negara lain. Hal penting yang harus dipahami adalah sebuah kerjasama tidak hanya ditunjukkan untuk mempererat hubungan politik antar negara, tetapi juga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, negara harus memiliki kesiapan agar kerjasama yang dibuat pada akhirnya tidak menjadikan negara sebagai keuntungan semata bagi negara lain. Keberhasilan Cina dalam negosiasi ACFTA telah memperlihatkan bahwa sikap terbuka dalam persaingan perdagangan bebas dan kooperatif terhadap kepentingan negara lain merupakan faktor utama dalam pencapaian kesepakatan sebuah kerjasama.

Penandatanganan perjanjian perdagangan bebas di tengah kondisi industri yang masih lemah, berpotensi mendorong munculnya ancaman arus barang impor yang semakin luas. Hal ini tentunya akan berdampak terhadap industri dalam negeri yang masih masih sangat buruk, sistem perbankan yang belum mendukung pengembangan sektor riil, serta tingginya harga dan terbatasnya pasokan bahan baku produksi industri. Dengan kata lain, perdagangan bebas ASEAN-China berdampak pada rusaknya industri lokal di Indonesia karena kalah saing dengan Cina.[2]

Setelah melakukan ratifikasi perjanjian ACFTA, Indonesia belum sepenuhnya memberikan regulasi dan aturan yang dapat menjaga serangan barang dari luar masuk ke dalam negeri sehingga regulasi yang dibuat belum serius dalam memberikan perlindungan karena banyak barang yang masuk tak terbendung, sehingga mematikan dan menggusur produk lokal yang ada juga pertanian. Sehingga pemerintah melakukan strategi demi menyelamatkan industri-industri dalam negeri salah satunya dengan melakukan peningkatan daya saing, memproteksi produk dalam negeri. Sehingga produk-produk impor tidak menguasai pasar dalam negeri dan mampu menciptakan peluang yang lebih besar untuk produk-produk dalam negeri menguasai pasar sendiri, serta mengambil kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan stabilitas ekonomi Indonesia.[3]

Keberadaan perdagangan bebas melalui ACFTA menjadikan pemikiran mengenai bagaimana pengaturan hukum intenasional di dalam perjanjian ekonomi ACFTA, dimana keberadaan ACFTA bagi Indonesia bukan hanya sekedar tantangan melainkan usaha serta perjuangan keras untuk tetap bersaing di era perdagangan bebas. Kebijakan luar negeri yang timbul akibat ratifikasi perjanjian inernasional ACFTA harus diimbangi dengan memperhatikan kepentingan nasional Indonesia, karena negara wajib melindungi kepentingan warga negaranya.

Secara umum Perjanjian Internasional diatur oleh Konvensi Wina mengenai Perjanjian Internasional tahun 1969. Konvensi ini memuat seperangkat peraturan komprehensif mengenai pembentukan, penafsiran dan pengakhiran perjanjian. Sedangkan dalam hukum nasional Indonesia, mengenai perjanjian internasional diatur dalam Undang - Undang Nomor 24 tahun 2000. Perjanjian internasional adalah “perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik.”

Perjanjian internasional ACFTA merupakan perjanjian yang pada dasarnya mengatur mengenai perdagangan bebas secara bilateral, yang dilatarbelakangi oleh adanya perdagangan bebas yang terjadi antara China dan ASEAN. Perdagangan bebas merupakan suatu kondisi pertukaran barang dan jasa antar negara yang berlangsung tanpa adanya hambatan ekspor impor, tetapi kalaupun ada hambatan, maka jumlah dan tingkatannya harus minimal. Dalam hal ini yang disebut dengan hambatan adalah pajak, kuota ekspor dan impor, peraturan negara tentang proteksi dan peraturan lain yang sekiranya dapat menghambat perdagangan antar negara tersebut.

Dalam menjamin terwujudnya kawasan perdagangan bebas ASEAN-China, dalam perjanjian tersebut diterapkan prinsip-prinsip yang diantaranya :[4]

a.       Asas timbal balik (Principle of Reciprocity);

b.      Aturan tentang Asal Barang (Rules of Origin);

c.       Prinsip dasar atau klausul Most –Favoured –Nation (MFN);

d.      Asas National Treatment;

e.       Prinsip Preferensi;

f.        Prinsip Transparansi;

g.      Larangan Terhadap Restriksi Kuantitatif.

B.     Keuntungan dari Perjanjian Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN - China (ACFTA) bagi Indonesia

a.       Mendorong pertumbuhan perekonomian di Indonesia;

Dengan adanya kawasan perdagangan bebas yang merupakan bagian dari perdagangan internasional, maka setiap negara dapat memenuh kebutuhan yang tidak dapat diproduksinya sendiri. Bagi Indonesia, dengan adanya perdagangan bebas ASEAN-China, maka Indonesia dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak dapat diproduksinya. Begitu juga sebaliknya, maka Cina juga membutuhkan negara Indonesia untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya. Sehingga akan terjadi ekspor dari Indonesia ke Cina, sehingga akan mendorong pertumbuhan perekonomian di Indonesia.

Dampak positifnya dari kegiatan ekspor yang dilakukan pelaku usaha Indonesia yaitu meningkatnya ekspor/pangsa pasar dunia dari negara Indonesia.[5] Para pengusaha Indonesia terkadang tidak menjalankan mesin produksi yang dimiliki dengan maksimal karena khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha diharapkan dapat menjalankan mesin produksi secara maksimal dann menjual kelebihan produksi tersebut ke luar negeri.

Salah satu perjanjian yang ditandatangani dalam perdagangan bebas ASEAN-China yaitu Perjanjian Perdagangan Jasa di sektor pariwisata. Dengan adanya Perjanjian Perdagangan Jasa ini, Indonesia akan dapat lebih memajukan sektor pariwisata. Penghasilan dari pariwisata merupakan sumber devisa, penghasil uang terbesar dan terkuat dalam pembiayaan ekonomi.

b.      Meningkatkan devisa negara;

Dengan meningkatnya perdagangan luar negeri, akan berdampak pada meningkatnya penanaman modal atau investasi serta devisa negara Indonesia. Kegiatan ekspor baik barang dan jasa, investasi, pariwisata yang merupakan sumber devisa negara akan mudah dilakukan karena adanya perdagangan bebas ASEAN-China. Karena kesemua hal di atas telah diatur di dalam Kerangka Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China.

c.       Menciptakan persaingan;

Indonesia tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam negerinya sendiri dari hasil produksi sendiri. Sehingga akan akan bergantung pada negara lain untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan penghapusan hambatan baik tarif maupun non tarif, maka lalu lintas antarnegara lebih leluasa. Perdagangan bebas akan mendorong setiap pelaku usaha untuk memproduksi komoditi yang paling menguntungkan dan memiliki daya saing. Dan pada gilirannya, pasar dalam negeri Indonesia dipenuhi oleh produk-produk dari negara negara anggota ASEAN dan Cina sehingga menciptakan persaingan antara pelaku usaha. Persaingan antara barang sejenis menguntungkan bagi konsumen Indonesia untuk dapat memiliki banyak pilihan atas produk yang sejenis.  

Hal ini perlu digarisbawahi, pemerintah Indonesia harus menguatkan pondasi hukum di Indonesia agar dapat tercipta persaingan yang sehat yang tidak merugikan pelaku usaha dan konsumen.

d.      Menciptakan kepastian hukum;

Dalam pembangunan ekonomi, hukum itu dapat berperan apabila hukum mampu menciptakan “stability, predictability, dan fairness”. Adapun yang termasuk ke dalam stability yaitu potensi hukum menyeimbangkan kepentingan yang saling bersaing. Dapat meramalkan (predictability) akibat dari suatu langkah-langkah yang diambil khususnya penting bagi negeri yang sebahagian besar rakyatnya untuk pertama kali memasuki hubunganhubungan ekonomi melampaui lingkungan tradisional adalah merupakan fungsi dari suatu hukum dan aspek keadilan (fairness), yaitu seperti perlakuan yang sama dan standar pola tingkah laku pemerintah diperlukan untuk menjaga mekanisme pasar dan birokrasi yang berlebihan.

e.       Mempererat hubungan ekonomi antar anggota ASEAN;

Perdagangan bebas akan mendorong rasa solidaritas antar bangsa yang terkait di kawasan itu. Rasa solidaritas ini akan mendorong kerjasama antar bangsa di kawasan itu baik dalam menghadapi lawan ekonomi, maupun dalam mencari kawan. Jika dikaitkan dengan perdagangan bebas ASEAN-China, maka perdagangan bebas ASEAN-China dapat mendorong solidaritas antara negara-negara anggota ASEAN dan Cina. Hal ini juga akan berimbas pada pada bidang yang sangat luas tidak hanya bidang ekonomi tetapi juga menyeret bidang politik, pertahanan, dan keamanan kawasan.[6]

Dengan adanya perdagangan bebas, maka negara Indonesia dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak dapat diproduksinya.[7] Begitu juga sebaliknya, maka Cina dan negara-negara anggota ASEAN yang lain juga adanya keterikatan dengan negara Indonesia untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri mereka. Sehingga terjadilah ekspor dari Indonesia ke negaranegara anggota ASEAN dan Cina.

f.        Dapat menciptakan persaingan dan menghindari persaingan usaha tidak sehat;

Pembentukan kawasan perdagangan bebas ASEAN-China dapat menjadi sarana transfer teknologi modern. Perdagangan internasional memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efisien dan cara-cara manajemen yang lebih modern. Serta dapat menciptakan persaingan dan menghindari persaingan usaha tidak sehat.

Perdagangan bebas memberikan kemungkinan untuk persaingan regional yang akan mendorong efisiensi dan produktivitas. Perdagangan bebas, memungkinkan setiap negara anggota melakukan produksi massa, sesuai keunggulan masing-masing, hingga mencapai titik atau skala ekonomis, yang berarti penurunan biaya produksi.

Dengan demikian, output yang dihasilkan dapat dipasar dengan biaya/ harga lebih murah dibandingkan hasil produksi dengan skala yang lebih kecil karena pasar kecil. Berarti juga, setiap negara bisa, mendapatkan barang-barang dengan harga yang lebih murah daripada harga dari hasil produksi sendiri. Sehingga hal tersebut dapat membuat konsumen memiliki banyak pilihan terhadap suatu produk. Selain itu, tidak hanya volume pasar regional meningkat, tetapi perdagangan bebas juga memperbanyak aneka ragam komoditi yang diperdagangkan antarnegara anggota, baik produk-produk konsumen maupun produsen. Hal ini membuat masyarakat dan pengusaha di kawasan tersebut mempunyai pilihan yang banyak, yang pada akhirnya akan berdampak positif pada volume maupun diversifikasi produksi dan peningkatan kesejahteraan di kawasan tersebut.

Dengan adanya kawasan perdagangan bebas bisa dibentuk suatu marketing board untuk produk-produk ekspor yang sama  untuk bertindak selaku penjual tunggal ke negara-negara di luar kawasan. Selain itu ada kemungkinan bisa dibentuknya suatu central purchasing board yang bertindak sebagai pembeli tunggal untuk barang-barang impor yang sangat dibutuhkan oleh negara-negara anggota. Dengan cara ini dapat dihindari persaingan yang tidak sehat, baik selaku negara penjual maupun negara pembeli.

g.      Meningkatkan kesejahteraan anggota ASEAN;

Dengan terstimulasi oleh rendahnya tarif dan dihilangkannya beberapa penghalang dalam perdagangan bilateral antara ASEAN dan Cina, terdapat sebuah babak baru dalam strukturisasi ulang industri regional dan peluang baru bagi para pengusaha, baik Cina maupun ASEAN, untuk melakukan investasi terhadap pasar yang dinilai cukup potensial. Karena dalam kawasan perdagangan bebas ASEAN-China tidak hanya dilakukan Perdagangan Barang tetapi juga ditandatangani perjanjian investasi. Disamping itu, kemungkinan kerjasama bukan hanya dibidang ekonomi seperti produksi dan investasi tetapi bisa juga meliputi teknologi dan ilmu pengetahuan, inovasi budaya, dan sosial.



[1] Enni Ekakusumawati, Analisis Ratifikasi ASEAN-China Free Trade Agreement Oleh Indonesia Dalam Perspektif Hukum Internasional, Pleno De Jure, Vol.7 No.2, 2018, Hlm 28-37.

[2] A. Trimayasari Tahir, Tinjauan Hukum Internasional Terhadap Kerjasama Ekonomi ACFTA (ASEAN-China Free Trade Agreement) dan Dampaknya Bagi Perekonomian di Indonesia, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makasar 2017, hlm 48.

[3] Ibid, hlm 52.

[4] Ibid, hlm 54-60.

[5] Tulus T.H. Tambunan, Globalisasi dan Perdagangan Internasional, Ghalia Indonesia, Bogor, 2004, hlm 25.

[6] Amir M.S., Seluk-Beluk Perdagangan Luar Negeri, Lembaga Manajemen PPM dan Penerbit PPM, Jakarta, 2000,  hlm 101.

[7] Ibid, hlm 203-205.

Posting Komentar

Posting Komentar