- -->
ASEAN-China Free Trade Agreement
(ACFTA) adalah salah satu bentuk kerjasama yang diikuti oleh Indonesia sebagai
bagian dari negara ASEAN yang merupakan kesepakatan antara Negara-negara
anggota ASEAN dengan Cina. Perjanjian ini bertujuan untuk mewujudkan kawasan
perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan
perdagangan barang baik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa,
peraturan dan ketentuan investasi. Serta peningkatan aspek kerjasama ekonomi
untuk mendorong hubungan perekonomian para pihak ACFTA dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan Cina.[1]
Cina memiliki kemampuan investasi
yang tinggi, dan sebagai salah satu pemain dalam pasar global tentunya Cina
membutuhkan tempat untuk merelokasi industri yang dinilai sudah tidak
kompetitif lagi. Strategi yang dilancarkan Cina dalam mewujdukan pembentukan
dana negosiasi ACFTA dapat menjadi pelajaran bagi seluruh negara yang
berkeinginan untuk menjalin kerjasama dengan negara lain. Hal penting yang
harus dipahami adalah sebuah kerjasama tidak hanya ditunjukkan untuk mempererat
hubungan politik antar negara, tetapi juga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Oleh karena itu, negara harus memiliki kesiapan agar kerjasama yang dibuat pada
akhirnya tidak menjadikan negara sebagai keuntungan semata bagi negara lain.
Keberhasilan Cina dalam negosiasi ACFTA telah memperlihatkan bahwa sikap
terbuka dalam persaingan perdagangan bebas dan kooperatif terhadap kepentingan
negara lain merupakan faktor utama dalam pencapaian kesepakatan sebuah
kerjasama.
Penandatanganan perjanjian
perdagangan bebas di tengah kondisi industri yang masih lemah, berpotensi
mendorong munculnya ancaman arus barang impor yang semakin luas. Hal ini
tentunya akan berdampak terhadap industri dalam negeri yang masih masih sangat
buruk, sistem perbankan yang belum mendukung pengembangan sektor riil, serta
tingginya harga dan terbatasnya pasokan bahan baku produksi industri. Dengan
kata lain, perdagangan bebas ASEAN-China berdampak pada rusaknya industri lokal
di Indonesia karena kalah saing dengan Cina.[2]
Setelah melakukan ratifikasi
perjanjian ACFTA, Indonesia belum sepenuhnya memberikan regulasi dan aturan
yang dapat menjaga serangan barang dari luar masuk ke dalam negeri sehingga
regulasi yang dibuat belum serius dalam memberikan perlindungan karena banyak
barang yang masuk tak terbendung, sehingga mematikan dan menggusur produk lokal
yang ada juga pertanian. Sehingga pemerintah melakukan strategi demi
menyelamatkan industri-industri dalam negeri salah satunya dengan melakukan
peningkatan daya saing, memproteksi produk dalam negeri. Sehingga produk-produk
impor tidak menguasai pasar dalam negeri dan mampu menciptakan peluang yang
lebih besar untuk produk-produk dalam negeri menguasai pasar sendiri, serta
mengambil kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan stabilitas ekonomi Indonesia.[3]
Keberadaan perdagangan bebas melalui
ACFTA menjadikan pemikiran mengenai bagaimana pengaturan hukum intenasional di
dalam perjanjian ekonomi ACFTA, dimana keberadaan ACFTA bagi Indonesia bukan
hanya sekedar tantangan melainkan usaha serta perjuangan keras untuk tetap
bersaing di era perdagangan bebas. Kebijakan luar negeri yang timbul akibat
ratifikasi perjanjian inernasional ACFTA harus diimbangi dengan memperhatikan
kepentingan nasional Indonesia, karena negara wajib melindungi kepentingan
warga negaranya.
Secara umum Perjanjian Internasional
diatur oleh Konvensi Wina mengenai Perjanjian Internasional tahun 1969.
Konvensi ini memuat seperangkat peraturan komprehensif mengenai pembentukan,
penafsiran dan pengakhiran perjanjian. Sedangkan dalam hukum nasional
Indonesia, mengenai perjanjian internasional diatur dalam Undang - Undang Nomor
24 tahun 2000. Perjanjian internasional adalah “perjanjian, dalam bentuk dan
nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara
tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik.”
Perjanjian internasional ACFTA
merupakan perjanjian yang pada dasarnya mengatur mengenai perdagangan bebas
secara bilateral, yang dilatarbelakangi oleh adanya perdagangan bebas yang
terjadi antara China dan ASEAN. Perdagangan bebas merupakan suatu kondisi
pertukaran barang dan jasa antar negara yang berlangsung tanpa adanya hambatan
ekspor impor, tetapi kalaupun ada hambatan, maka jumlah dan tingkatannya harus
minimal. Dalam hal ini yang disebut dengan hambatan adalah pajak, kuota ekspor
dan impor, peraturan negara tentang proteksi dan peraturan lain yang sekiranya
dapat menghambat perdagangan antar negara tersebut.
Dalam menjamin terwujudnya kawasan
perdagangan bebas ASEAN-China, dalam perjanjian tersebut diterapkan
prinsip-prinsip yang diantaranya :[4]
a.
Asas timbal balik (Principle of Reciprocity);
b.
Aturan tentang Asal Barang (Rules of Origin);
c.
Prinsip dasar atau klausul Most –Favoured –Nation (MFN);
d.
Asas National Treatment;
e.
Prinsip Preferensi;
f.
Prinsip Transparansi;
g.
Larangan Terhadap Restriksi
Kuantitatif.
a.
Mendorong pertumbuhan
perekonomian di Indonesia;
Dengan adanya kawasan perdagangan
bebas yang merupakan bagian dari perdagangan internasional, maka setiap negara
dapat memenuh kebutuhan yang tidak dapat diproduksinya sendiri. Bagi Indonesia,
dengan adanya perdagangan bebas ASEAN-China, maka Indonesia dapat memenuhi
kebutuhannya yang tidak dapat diproduksinya. Begitu juga sebaliknya, maka Cina
juga membutuhkan negara Indonesia untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya.
Sehingga akan terjadi ekspor dari Indonesia ke Cina, sehingga akan mendorong
pertumbuhan perekonomian di Indonesia.
Dampak positifnya dari kegiatan
ekspor yang dilakukan pelaku usaha Indonesia yaitu meningkatnya ekspor/pangsa
pasar dunia dari negara Indonesia.[5]
Para pengusaha Indonesia terkadang tidak menjalankan mesin produksi yang
dimiliki dengan maksimal karena khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang
mengakibatkan turunnya harga produk. Dengan adanya perdagangan internasional,
pengusaha diharapkan dapat menjalankan mesin produksi secara maksimal dann
menjual kelebihan produksi tersebut ke luar negeri.
Salah satu perjanjian yang
ditandatangani dalam perdagangan bebas ASEAN-China yaitu Perjanjian Perdagangan
Jasa di sektor pariwisata. Dengan adanya Perjanjian Perdagangan Jasa ini,
Indonesia akan dapat lebih memajukan sektor pariwisata. Penghasilan dari
pariwisata merupakan sumber devisa, penghasil uang terbesar dan terkuat dalam
pembiayaan ekonomi.
b.
Meningkatkan devisa negara;
Dengan meningkatnya perdagangan luar
negeri, akan berdampak pada meningkatnya penanaman modal atau investasi serta
devisa negara Indonesia. Kegiatan ekspor baik barang dan jasa, investasi,
pariwisata yang merupakan sumber devisa negara akan mudah dilakukan karena adanya
perdagangan bebas ASEAN-China. Karena kesemua hal di atas telah diatur di dalam
Kerangka Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China.
c.
Menciptakan persaingan;
Indonesia tidak dapat memenuhi
kebutuhan dalam negerinya sendiri dari hasil produksi sendiri. Sehingga akan
akan bergantung pada negara lain untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan penghapusan
hambatan baik tarif maupun non tarif, maka lalu lintas antarnegara lebih
leluasa. Perdagangan bebas akan mendorong setiap pelaku usaha untuk memproduksi
komoditi yang paling menguntungkan dan memiliki daya saing. Dan pada
gilirannya, pasar dalam negeri Indonesia dipenuhi oleh produk-produk dari
negara negara anggota ASEAN dan Cina sehingga menciptakan persaingan antara pelaku
usaha. Persaingan antara barang sejenis menguntungkan bagi konsumen Indonesia
untuk dapat memiliki banyak pilihan atas produk yang sejenis.
Hal ini perlu digarisbawahi,
pemerintah Indonesia harus menguatkan pondasi hukum di Indonesia agar dapat
tercipta persaingan yang sehat yang tidak merugikan pelaku usaha dan konsumen.
d.
Menciptakan kepastian hukum;
Dalam pembangunan ekonomi, hukum itu
dapat berperan apabila hukum mampu menciptakan “stability, predictability, dan fairness”. Adapun yang termasuk ke
dalam stability yaitu potensi hukum
menyeimbangkan kepentingan yang saling bersaing. Dapat meramalkan (predictability) akibat dari suatu
langkah-langkah yang diambil khususnya penting bagi negeri yang sebahagian
besar rakyatnya untuk pertama kali memasuki hubunganhubungan ekonomi melampaui
lingkungan tradisional adalah merupakan fungsi dari suatu hukum dan aspek keadilan
(fairness), yaitu seperti perlakuan
yang sama dan standar pola tingkah laku pemerintah diperlukan untuk menjaga
mekanisme pasar dan birokrasi yang berlebihan.
e.
Mempererat hubungan ekonomi
antar anggota ASEAN;
Perdagangan bebas akan mendorong rasa
solidaritas antar bangsa yang terkait di kawasan itu. Rasa solidaritas ini akan
mendorong kerjasama antar bangsa di kawasan itu baik dalam menghadapi lawan
ekonomi, maupun dalam mencari kawan. Jika dikaitkan dengan perdagangan bebas ASEAN-China,
maka perdagangan bebas ASEAN-China dapat mendorong solidaritas antara
negara-negara anggota ASEAN dan Cina. Hal ini juga akan berimbas pada pada
bidang yang sangat luas tidak hanya bidang ekonomi tetapi juga menyeret bidang
politik, pertahanan, dan keamanan kawasan.[6]
Dengan adanya perdagangan bebas, maka
negara Indonesia dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak dapat diproduksinya.[7]
Begitu juga sebaliknya, maka Cina dan negara-negara anggota ASEAN yang lain
juga adanya keterikatan dengan negara Indonesia untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri mereka. Sehingga terjadilah ekspor dari Indonesia ke negaranegara
anggota ASEAN dan Cina.
f.
Dapat menciptakan persaingan dan
menghindari persaingan usaha tidak sehat;
Pembentukan kawasan perdagangan bebas
ASEAN-China dapat menjadi sarana transfer teknologi modern. Perdagangan
internasional memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang
lebih efisien dan cara-cara manajemen yang lebih modern. Serta dapat
menciptakan persaingan dan menghindari persaingan usaha tidak sehat.
Perdagangan bebas memberikan
kemungkinan untuk persaingan regional yang akan mendorong efisiensi dan
produktivitas. Perdagangan bebas, memungkinkan setiap negara anggota melakukan
produksi massa, sesuai keunggulan masing-masing, hingga mencapai titik atau
skala ekonomis, yang berarti penurunan biaya produksi.
Dengan demikian, output yang
dihasilkan dapat dipasar dengan biaya/ harga lebih murah dibandingkan hasil
produksi dengan skala yang lebih kecil karena pasar kecil. Berarti juga, setiap
negara bisa, mendapatkan barang-barang dengan harga yang lebih murah daripada
harga dari hasil produksi sendiri. Sehingga hal tersebut dapat membuat konsumen
memiliki banyak pilihan terhadap suatu produk. Selain itu, tidak hanya volume pasar
regional meningkat, tetapi perdagangan bebas juga memperbanyak aneka ragam
komoditi yang diperdagangkan antarnegara anggota, baik produk-produk konsumen maupun
produsen. Hal ini membuat masyarakat dan pengusaha di kawasan tersebut
mempunyai pilihan yang banyak, yang pada akhirnya akan berdampak positif pada
volume maupun diversifikasi produksi dan peningkatan kesejahteraan di kawasan
tersebut.
Dengan adanya kawasan perdagangan
bebas bisa dibentuk suatu marketing board untuk produk-produk ekspor yang
sama untuk bertindak selaku penjual tunggal
ke negara-negara di luar kawasan. Selain itu ada kemungkinan bisa dibentuknya
suatu central purchasing board yang bertindak sebagai pembeli tunggal untuk barang-barang
impor yang sangat dibutuhkan oleh negara-negara anggota. Dengan cara ini dapat
dihindari persaingan yang tidak sehat, baik selaku negara penjual maupun negara
pembeli.
g.
Meningkatkan kesejahteraan
anggota ASEAN;
Dengan terstimulasi oleh rendahnya
tarif dan dihilangkannya beberapa penghalang dalam perdagangan bilateral antara
ASEAN dan Cina, terdapat sebuah babak baru dalam strukturisasi ulang industri
regional dan peluang baru bagi para pengusaha, baik Cina maupun ASEAN, untuk
melakukan investasi terhadap pasar yang dinilai cukup potensial. Karena dalam
kawasan perdagangan bebas ASEAN-China tidak hanya dilakukan Perdagangan Barang
tetapi juga ditandatangani perjanjian investasi. Disamping itu, kemungkinan
kerjasama bukan hanya dibidang ekonomi seperti produksi dan investasi tetapi bisa
juga meliputi teknologi dan ilmu pengetahuan, inovasi budaya, dan sosial.
[1] Enni Ekakusumawati, Analisis
Ratifikasi ASEAN-China Free Trade Agreement Oleh Indonesia Dalam Perspektif
Hukum Internasional, Pleno De Jure, Vol.7 No.2, 2018, Hlm 28-37.
[2] A. Trimayasari Tahir, Tinjauan
Hukum Internasional Terhadap Kerjasama Ekonomi ACFTA (ASEAN-China Free Trade
Agreement) dan Dampaknya Bagi Perekonomian di Indonesia, Skripsi Fakultas
Hukum Universitas Hasanuddin, Makasar 2017, hlm 48.
[3] Ibid, hlm 52.
[4] Ibid, hlm 54-60.
[5] Tulus T.H. Tambunan, Globalisasi
dan Perdagangan Internasional, Ghalia Indonesia, Bogor, 2004, hlm 25.
[6] Amir M.S., Seluk-Beluk
Perdagangan Luar Negeri, Lembaga Manajemen PPM dan Penerbit PPM, Jakarta,
2000, hlm 101.
[7] Ibid, hlm 203-205.
Posting Komentar