- -->
Fintech merupakan suatu bentuk implementasi dari pemanfaatan teknologi dalam meningkatkan pelayanan jasa perbankan dan keuangan yang umumnya dilakukan oleh perusahaan rintisan dengan memanfaatkan teknologi software, internet, komunikasi, dan komputasi terkini.[1] Konsep inilah yang kemudian dipadukan dengan bidang finansial sehingga dapat menciptakan proses transaksi keuangan yang lebih praktis, aman serta modern. Adapun beberapa bentuk dasar fintech antara lain :
a.Pembayaran (digital wallets, P2P payments)
b.Investasi (equity crowdfunding, Peer to Peer Lending)
c.Pembiayaan (crowdfunding, microloans, credit facilities), Asuransi (risk management)
d.Lintas proses (big data analysis, predicitive modeling)
e.Infrastruktur (security).[2]
Dari beberapa jenis usaha fintech tersebut, yang
paling banyak digunakan oleh masyarakat yaitu layanan P2P lending dan sistem
pembayaran. Fintech P2P Lending adalah suatu sistem yang mempertemukan secara
langsung pemilik dana (investor/lender)
dengan peminjam dana (borrower).[3]
Inovasi keuangan digital ini perlu diarahkan agar menjadi sarana yang aman dan
dapat dipertanggungjawabkan, serta dengan mengedepankan aspek perlindungan
konsumen dan risiko.
Akan tetapi seiring berkembangnya inovasi
tersebut banyak ditemukan permasalahan, salah satunya yaitu mengenai penyalahgunaan data pribadi nasabah pengguna
layanan P2P lending oleh perusahaan fintech seperti yang terjadi pada kasus
penyalahgunaan data pribadi oleh PT. Kredit Utama Fintech Indonesia. Dalam
kasus ini penerima pinjaman harus melengkapi data pribadi dengan mendaftar pada
aplikasi Fintech Rupiah Cepat milik perusahaan tersebut. Setelah mengisi data
pribadi, peminjam bisa memilih ikon persetujuan dan pernyataan yang menyatakan
bahwa Rupiah Cepat berhak untuk mengakses, menggunakan, mengungkapkan, serta memproses
dan melindungi informasi pribadi atau data pribadi yang ada di Akun yang sudah diotorisasikan
kepada Rupiah Cepat. Kemudian setelah melakukan pengisian data pribadi dan
persetujuan maka akun akan terverifikasi dan dapat melakukan pinjaman.
Debitur memiliki hak untuk mendapatkan
keamanan dan kerahasiaan data pribadi sebagaimana yang tercantum pada
perjanjian, dan kreditur memiliki kewajiban untuk menjaga kerahasiaan informasi data pribadi
yang telah dicantumkan atau diberikan oleh nasabah. Perlindungan hukum atas
data pribadi atau informasi pribadi dalam transaksi online di internet dapat
diperoleh berdasarkan peraturan perundangundangan yang ada, salah satunya yaitu
pada Pasal 26 ayat (1) UU No 19 tahun 2016 / UU ITE dan Peraturan Pemerintah
Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.
Akan tetapi pada beberapa kasus yang
melibatkan pelayanan keuangan seperti fintech, terdapat pelanggaran terkait
data pribadi nasabah yang disalahgunakan. Seperti pada kasus yang diuraikan
sebelumnya pada kasus aplikasi “Rupiah Cepat”. Penyalahgunaan data pribadi
peminjam dilakukan dengan mengganti nomor handphone dan nomor rekening tujuan
pencairan, namun nama yang tertera pada akun peminjam dan kontak darurat tidak
diganti sehingga penagihan dilakukan kepada kontak darurat. Hal ini tentu menimbulkan
adanya kerugian, rasa tidak aman yang dirasakan oleh nasabah karena data
pribadi mereka dapat di manfaatkan tidak sebagaimana mestinya.
Selain kasus tersebut, kasus lain yang juga
melibatkan pelayanan fintech dalam hal penyalahgunaan data pribadi yaitu yang
terjadi pada PT. Ajaib Sekuritas Asia. PT Ajaib Sekuritas Asia dituding telah
melakukan penyalahgunaan data pribadi nasabah dan dituduh sebagai akun bodong.
Akan tetapi PT Ajaib Sekuritas Asia membantah bahwa pihaknya telah mengambil
data nasabah perusahaan tanpa izin dan pemberitaan terkait hal tersebut
tidaklah benar. Pihak perusahaan mengkalim bahwa tidak ada permasalahan yang
terjadi, selain itu sistem keamanan perusahaan pada pelayanan tersebut sudah
berjalan dengan baik.[4]
Meskipun hal tersebut tidak benar, dengan melihat fakta lain pada kasus serupa
hal ini adalah sebagai suatu bentuk keresahan masyarakat terkait adanya
penyalahgunaan data pribadi pada platform dimaksud. Keresahan ini tentunya
sangat mendasar, bahwa data pribadi sangatlah penting untuk dijaga dan mendapat
perlindungan yang pasti oleh hukum.
Dengan adanya kasus tersebut serta resiko
bahaya bagi konsumen pengguna jasa Fintech di Indonesia, sehingga penulis
menilai penting untuk membahas mengenai Aspek Perlindungan Konsumen Dalam
Penyalahgunaan Data Pribadi Nasabah Oleh Perusahaan Financial Technology.
.
Pembahasan
1. Financial Technology(Fintech)
Financial Technology atau Fintech. Menurut The National Digital Research Centre
atau NDRC, di Dublin, Irlandia, fintech didefinisikan sebagai suatu “
innovation in financial services” yang merupakan suatu inovasi pada sektor
financial yang dimodernisasi. Transaksi keuangan yang dapat dilakukan melalui
fintech ini meliputi pembayaran, investasi, peminjaman uang, transfer, rencana
keuangan serta pembanding produk keuangan.[5]
Fintech merupakan bentuk implementasi dari pemanfaatan teknologi dalam meningkatkan pelayanan jasa perbankan dan keuangan yang umumnya dilakukan oleh perusahaan rintisan dengan memanfaatkan teknologi software, internet, komunikasi, dan komputasi terkini.[6] Konsep ini kemudian dipadukan dengan bidang finansial sehingga bisa menghadirkan proses transaksi keuangan yang lebih aman, praktis serta modern. Adapun beberapa bentuk dasar fintech antara lain :
a.Pembayaran (digital wallets, P2P payments)
b.Investasi (equity crowdfunding, Peer to Peer Lending)
c.Pembiayaan (crowdfunding, microloans, credit facilities), Asuransi (risk management)
d.Lintas proses (big data analysis, predicitive modeling)
e.Infrastruktur (security).[7]
Fintech
pertama kali muncul di benua Eropa, tepatnya di Inggris pada tahun 2005 dan
kemudian berkembang hingga menyentuh
Singapura pada tahun 2016, dengan dimotori oleh Otoritas Moneter Singapura dan
terus meningkat.[8] Financial Technology memiliki beberapa
jenis bidang usaha, salah satunya adalah peminjaman dana berbasis teknologi.
Fintech jenis ini biasanya beroperasi dengan menggunakan aplikasi. Peningkatan
Pengguna jasa keuangan yang sangat pesat disebabkan karena meningkatnya jumlah
Pengguna smartphone penyedia jasa keuangan berinovasi dalam memberikan
pelayanannya dengan mempermudah konsumen untuk menggunakan produk dan/atau jasa
keuangan melalui media elektronik.[9]
Financial Technology memiliki beberapa jenis bidang usaha, salah satunya adalah
peminjaman dana berbasis teknologi dan beroperasi melalui aplikasi. Peningkatan
Pengguna jasa keuangan yang sangat pesat disebabkan karena meningkatnya jumlah
Pengguna smartphone penyedia jasa keuangan berinovasi dalam memberikan
pelayanan dengan mempermudah konsumen untuk menggunakan produk atau jasa
keuangan melalui media elektronik. Selain itu pemanfaatan teknologi informasi
dalam transaksi elektronik bertujuan agar memberikan rasa aman, keadilan, serta
kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.
Platform fintech yang dikeluarkan terdiri dari beberapa jenis jasa, mulai dari pembayaran, pinjaman (lending), perencanaan keuangan (personal finance), riset keuangan, investasi ritel, pembiayaan, remitansi, dan lainnya. Pinjaman online financial technology yang paling diminati oleh masyarakat ada dua jenis, yaitu peer to peer lending atau pinjaman tanpa agunan dan payday loan atau pinjaman harian. Yang membedakan dua jenis jasa pinjaman online ini yaitu :[10]
1. Sumber dana pinjaman.
Pada layanan peer to peer lending (P2P Lending)
peminjam dan pemberi pinjaman atau investor dapat dipertemukan. Kemudian sumber
dana pinjaman berasal dari sesama pengguna layanan peer to peer lending, baik
berupa badan usaha yang ingin menginvestasikan dana ataupun individu serta badan
hukum. Investor dapat memperoleh bunga pinjaman. Sedangkan sumber dana pada payday loan berasal dari modal dana perusahaan
fintech. Sehingga apabila terjadi kegagalan pembayaran, maka kerugian
ditanggung oleh perusahaan.
2. Tujuan pinjaman.
Tujuan pinjaman pada
payday loan adalah untuk kebutuhan
tak terduga, baik itu kebutuhan harian maupun kebutuhan gaya hidup.
Sedangkan pada peer to peer lending adalah untuk permodalan
usaha atau tambahan dana dalam usaha atau bisnis yang tidak memenuhi kriteria
perbankan.
3. Plafon dan tenor pinjaman
Plafon pada pinjaman
peer to peer lending umumnya lebih
besar daripada pinjaman payday loan. Kemudian Tenor pada payday loan mulai dari
tujuh hari hingga lima bulan, sedangkan peer
to peer lending bisa mencapai 12 bulan.
4. Tingkat bunga pinjaman. Bunga
pinjaman payday loan lebih tinggi daripada
peer to peer lending.
Di Indonesia, terdapat empat Jenis fintech,
yaitu:[11]
1. Payment clearing dan settlement
Fintech ini
memberikan layanan sistem perbankan yang diselenggarakan oleh industri
perbankan maupun yang dilakukan oleh Bank Indonesia seperti Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia, Bank Indonesia Real
Time Gross Settlement hingga BI Scripless
Securities Settlement System.
2. E-Aggregator
Yakni pengumpulan
dan pengolahan data yang bisa dimanfaatkan oleh konsumen untuk membantu
mengambil suatu keputusan mengenai keuangan. Fintech jenis ini memberikan bantuan
berupa perbandingan produk, seperti harga, fitur dan manfaat.
3. Manajemen resiko dan investasi,
yaitu memberi layanan perencanaan keuangan dan platform e-trading dan e-insurance.
4. peer to peer lending (P2P). Fintech
jenis ini cukup terkenal di masyarakat sebagai layanan pinjaman online. Fintech
ini mempertemukan pemberi pinjaman dengan para pencari pinjaman di dalam satu
platform. Ketika sudah melakukan transaksi pinjaman, investor akan mendapatkan
bunga dari dana yang dipinjamkannya.
Lembaga
yang berwenang mengatur fintech yaitu
Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan atau OJK. Adapun beberapa peraturan soal penyelenggaraan fintech di
Indonesia di antaranya:[12]
1.Peraturan Bank Indonesia
No.18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran
2.Peraturan Bank Indonesia
No.19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial
3. Peraturan Anggota Dewan
Gubernur No.19/14/PADG/2017 tentang Ruang Uji Coba Terbatas(Regulatory Sandbox)
Teknologi Finansial
4. Peraturan Anggota Dewan
Gubernur No.19/15/PADG/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran, Penyampaian
Informasi, dan Pemantauan Penyelenggara Teknologi Finansial
Otoritas Jasa Keuangan telah menerbitkan pengaturan
yang berkaitan dengan salah satu produk fintech, yakni Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan No.77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi.[13]
Peraturan ini merupakan kerangka hukum
bagi fintech jenis P2P lending yang merupakan model fintech yang lebih spesifik
mengenai berbagai hal yang harus ditaati oleh penyelenggara fintech peer to peer lending (P2P
lending). Pada intinya, peraturan
bertujuan untuk melindungi konsumen terkait keamanan dana dan data,
pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme, stabilitas sistem keuangan,
hingga para pengelola perusahaan fintech. Selain itu ketentuan ini juga mengatur
mengenai batasan kepemilikan saham, modal minimal, batas maksimal pinjaman dan
bunga, keharusan pembuatan escrow account, serta beberapa prinsip yang wajib
diterapkan penyelenggara fintech.[14]
2. Perlindungan hukum data pribadi
nasabah pengguna jasa Fintech
Secara
umum, perlindungan hukum terhadap data pribadi konsumen dalam bisnis fintech
diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, diantaranya:
a. Peraturan Menkominfo No. 20
Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik
Sebagaimana
yang dijelaskan dalam Pasal 1 Angka 1 Perkominfo No.20 tahun 2016, Bahwa yang
dimaksud dengan data pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan,
dirawat dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya. Adapun perlindungan
data pribadi dalam sistem elektronik mencakup perlindungan terhadap perolehan,
pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penyimpanan, penampilan, pengumuman,
pengiriman, penyebarluasan dan pemusnahan data pribadi. Pelaksanaan
perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik harus berdasarkan pada asas
penghormatan terhadap data pribadi sebagai privasi.
Setiap
pemilik data pribadi memiliki hak atas datanya dalam sistem elektronik. Sebagaimana
diatur dalam Pasal 26, bahwa pemilik data pribadi memiliki hak-hak sebagai
berikut:
a. Berhak atas kerahasiaan data
pribadinya;
b. Mengajukan pengaduan dalam
rangka penyelesaian sengketa data pribadi atas kegagalan perlindungan
kerahasiaan data pribadinya oleh penyelenggara sistem elektronik kepada
menteri;
c. Mendapatkan akses atau
kesempatan untuk mengubah atau memperbarui data pribadinya tanpa mengganggu
sistem pengelolaan data pribadi, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan;
d. Mendapatkan akses atau
kesempatan untuk memperoleh historis data pribadinya yang pernah diserahkan
kepada penyelenggara sistem elektronik sepanjang masih sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
e.Meminta pemusnahan data
perseorangan tertentu miliknya dalam sistem elektronik yang dikelola oleh
penyelenggara sistem elektronik, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Kemudian
dalam Pasal 27 Perkominfo No.20 tahun 2016, Penyelenggara sistem elektronik
memiliki kewajiban sebagai berikut :
a. Melakukan sertifikasi sistem
elektronik yang dikelolanya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b.Menjaga kebenaran, keabsahan,
kerahasiaan, keakuratan dan relevansi serta kesesuaian dengan tujuan perolehan,
pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penyimpanan, penampilan, pengumuman,
pengiriman, penyebarluasan dan pemusnahan data pribadi;
c. Memberitahukan secara tertulis
kepada pemilik data pribadi jika terjadi kegagalan perlindungan rahasia data
pribadi dalam sistem elektronik yang dikelolanya;
d. Memiliki aturan internal
terkait perlindungan data pribadi yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
e. Menyediakan rekam jejak audit
terhadap seluruh kegiatan penyelenggaraan sistem elektronik yang dikelolanya;
f. Memberikan opsi kepada pemilik
data pribadi mengenai data pribadi yang dikelolanya dapat/ atau tidak dapat
digunakan dan/atau ditampilkan oleh/pada pihak ketiga atas persetujuan
sepanjang masih terkait dengan tujuan perolehan dan pengumpulan data pribadi;
g. Memberikan akses atau
kesempatan kepada pemilik data pribadi untuk mengubah atau memperbarui data
pribadinya tanpa menganggu sistem pengelolaan data pribadi, kecuali ditentukan
lain oleh ketentuan peraturan perundangundangan;
h. Memusnahkan data pribadi sesuai
dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini atau ketentuan peraturan
perundangundangan lainnya yang secara khusus mengatur di masing-masing instansi
pengawas dan pengatur sektor untuk itu; dan
i. Menyediakan narahubung (contact
person) yang mudah dihubungi oleh pemilik data pribadi terkait pengelolaan data
pribadinya.
Setiap
pihak yang memperoleh, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan,
menampilkan, mengumumkan, mengirimkan dan/atau menyebarluaskan data pribadi
tanpa hak atau bertentangan dengan peraturan ini serta peraturan perundang-undangan
yang lain akan dikenakan sanksi administratif berupa peringatan lisan,
peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan dan/ atau pengumuman di
situs dalam jaringan.
b.
POJK No. 13/POJK.02/ 2018
tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan
Dalam
Pasal 30 ayat (1) POJK No.13/POJK.02/2018, bahwa penyelenggara bisnis Fintech
wajib menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data pribadi, data
transaksi dan data keuangan yang dikelolanya sejak data diperoleh hingga data
tersebut dimusnahkan. Kemudian pada ayat (2) dijelaskan bahwa syarat
pemanfaatan data dan informasi pengguna antara lain:
1) Memperoleh persetujuan dari
pengguna;
2) Menyampaikan batasan
pemanfaatan data dan informasi kepada pengguna;
3)Menyampaikan setiap perubahan
tujuan pemanfaatan data dan informasi kepada pengguna dalam hal terdapat
perubahan tujuan pemanfaatan data dan informasi; dan
4) Media dan metode yang digunakan
dalam memperoleh data dan informasi terjamin kerahasiaan, keamanan serta
keutuhannya.
Dalam
Pasal 31 POJK No.13/POJK.02/2018 dijelaskan bahwa penyelenggara diwajibkan
untuk menerapkan prinsip dasar perlindungan konsumen yaitu :
a.Prinsip transparansi
b.Perlakuan yang adil
c.Keandalan
d.Kerahasiaan dan keamanan
data/informasi konsumen
e.Penanganan pengaduan serta
penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana, cepat dan biaya terjangkau
Selain
itu, kewajiban-kewajiban penyelenggara lainnya yakni diantaranya:
a. Wajib menyediakan pusat
pelayanan konsumen berbasis teknologi yang paling sedikit terdiri atas
penyediaan pusat layanan konsumen yang dapat dilaksanakan sendiri atau melalui
pihak lain
b. Wajib menyediakan dan/atau
menyampaikan informasi terkini kepada OJK dan konsumen mengenai aktivitas
layanan keuangan digital yang dituangkan dalam dokumen atau sarana lain yang
dapat digunakan sebagai alat bukti.
c.
POJK No. 77 /POJK.01/ 2016
tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
Dalam
Pasal 26 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, bahwa konsumen ataupun perusahaan fintech
memiliki kewajiban dalam menjaga informasi data pribadi berisi sebagai berikut:
a.Menjaga kerahasiaan, keutuhan,
dan ketersediaan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang
dikelolanya sejak data diperoleh hingga data tersebut dimusnahkan;
b. Memastikan tersedianya proses
auntentikasi, verifikasi, dan validasi yang mendukung kenirsangkalan dalam
mengakses, memproses, dan mengeksekusi data pribadi, data transaksi dan data
keuangan yang dikelolanya;
c.Menjamin bahwa perolehan,
penggunaan, pemanfaatan, dan pengungkapan data pribadi, data transaksi, dan
data keuangan yang dikelolanya;
d.Menyediakan media komunikasi
lain selain Sistem Elektronik Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi untuk memastikan kelangsungan layanan nasabah yang dapat berupa surat
elektronik, call center, atau media komunikasi lainnya; dan
e.Memberitahukan secara tertulis
kepada pemilik data pribadi, data transaksi, dan data keuangan tersebut jika
terjadi kegagalan dalam perlindungan kerahasiaan data pribadi, data transaksi,
dan data keuangan yang dikelolanya.
Kemudian
dalam Pasal 29 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016
dijelaskan bahwa penyelenggara wajib menerapkan prinsip dasar perlindungan
pengguna yaitu :
a.Transparansi
b.Perlakuan yang adil
c.Keandalan
d.Kerahasiaan dan keamanan data
e.Penyelesaian sengketa pengguna
secara sederhana, cepat dan biaya terjangkau.
Selain
itu penyelenggara juga dilarang untuk memberikan data dan/atau informasi
mengenai pengguna kepada pihak ketiga dengan cara apapun kecuali pengguna
memberikan persetujuan secara elektronik dan/atau karena diwajibkan oleh
ketentuan peraturan perundangundangan. Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut
dapat dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis, kewajiban
membayar denda dalam bentuk uang, pembatasan kegiatan usaha dan pencabutan
izin.
d.
POJK No. 1/POJK.07/2013 tentang
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan
Mengenai
prinsip dari perlindungan konsumen yang harus disediakan bagi konsumen, termasuk
didalamnya konsumen Fintech sebagai pengguna jasa keuangan diatur dalam Pasal 2
POJK No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
Prinsip –prinsip yang dimaksud yaitu :
a.Transparansi
b.Perlakuan adil
c.Keandalan
d.Kerahasiaan dan keamanan data
konsumen
e.Penanganan pengaduan serta
penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana, cepat dan biaya terjangkau.
Kemudian
dalam Pasal 31 dijelaskan bahwa penyerlenggara dilarang memberikan data
dan/atau informasi mengenai konsumennya kepada pihak ketiga dengan cara apapun
kecuali dengan ijin tertulis dari konsumen dan atau karena diwajibkan oleh
peraturan perundang-undangan.
Selain
itu, peraturan lain yang juga khusus mengenai Fintech yakni Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan No. 14/ SEOJK.07/2014 tentang Kerahasiaan dan Keamanan
Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen dan SE OJK Nomor 18 /SEOJK. 02/2017
tentang Tata Kelola dan Manajemen Risiko Teknologi Informasi Pada Layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Mengenai
perlindungan konsumen dalam fintech lending diatur dalam Undang-Undang No. 19
Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 26 ayat (1) yang mewajibkan penggunaan
setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi
seseorang, harus atas persetujuan orang yang bersangkutan.
Undang-Undang
No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
Pasal 65 ayat (1) pelaku usaha yang memperdagangkan barang dan/atau jasa
dengan menggunakan sistem elektronik diwajibkan untuk menyediakan data atau
informasi secara langkap dan benar. Kemudian pada Pasal 65 ayat (2), pelaku
usaha dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan
data dan/atau informasi yang sebenarnya.
Perlindungan hukum terhadap nasabah pengguna
jasa fintech Peer to Peer Lending di Indonesia sudah sedemikian rupa diatur
dalam berbagai peraturan yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan dan Bank
Indonesia. Adanya berbagai peraturan ini hanya dapat dilaksanakan apabila
diimbangi dengan upaya kehati-hatian oleh masyarakat dalam melakukan segala
bentuk transaksi keuangan yang melibatkan data pribadi. Sehingga dapat
terhindar dari penyalahgunaan data yang dapat merugikan diri sendiri dan juga
merugikan perekonomian negara.
[1] Nofie Iman, Financial
Technology dan Lembaga Keuangan, Gathering Mitra Linkage Bank Syariah Mandiri,
Yogyakarta, 2016, hlm. 6.
[2] Ibid.
[3] Meline Gerarita Sitompul, Urgensi
Legalitas Financial Technology (Fintech) : Peer To Peer (P2P) Lending di
Indonesia, Jurnal Yuridis Unaja, Vol.1 No.2, 2018, hlm 68-79.
[4] Gemal Panggabean, Diduga
Salah Gunakan Data Nasabah, ini Jawaban Ajaib, https://duniafintech.com/salah-gunakan-data-nasabah-ajaib/
, Diakses pada 18 Januari 2022, pukul 13.20 Wita.
[5] Muhammad Rizal-Erna Maulina-Nenden Kostini, Fintech As One Of The Financing Solutions For SMEs, Bandung, hal
91.
[6] Nofie Iman, Financial
Technology dan Lembaga Keuangan, Gathering Mitra Linkage Bank Syariah Mandiri,
Yogyakarta, 2016, hlm. 6.
[7] Ibid.
[8] Otoritas Jasa Keuangan, Data
dan Statistik Fintech, https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/data-dan-statistik/fintech
diakses pada tanggal 18 Januari 2022, Pukul 11.15 Wita.
[9] Otoritas Jasa Keuangan, Data
dan Statistik Fintech, https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/data-dan-statistik/fintech
diakses pada tanggal 18 Januari 2022, Pukul 11.15 Wita.
[10] Pink Lee, Butuh Pinjaman
Online, Pilih P2P Lending atau Payday Loan, Melalui: https://www.gobear.com/id/blog/personal-loan/butuh-pinjaman-online-pilih-p2p-lending-ataupayday-loan
diakses pada hari selasa, 18 Januari 2022 Pukul 9.40 Wita.
[11] Adi Kristian Silalahi, Urgensi
Undang-Undang Fintech (Peer To Peer Lending) P2P Terkait Pandemi Covid 19, Jurnal
Hukum Positum, Vol.5, No.2, 2020, hlm 20-31.
[12] Normand Edwin Elnizar, Aspek
Hukum Fintech di Indonesia yang Wajib Diketahui Lawyer, https://www.hukumonline.com/berita/a/aspek-hukum-fintech-di-indonesia-yang-wajib-diketahui-lawyer-lt5a97b394460ec
diakses pada tanggal 17 Januari 2022, pukul 15.25 Wita.
[13] Ibid.
[14] Meline Gerarita Sitompul, Urgensi
Legalitas Financial Technology (Fintech): Peer To Peer (P2P) Lending di
Indonesia, Jurnal Yuridis Unaja, Vol.1 No.2, 2018, hlm 68-79.
Posting Komentar