- -->
NhuwqF8Gr3wCNrhjjrVDE5IVAMcbVyYzY2IKGw4q

Laporkan Penyalahgunaan

Cari Blog Ini

RANDOM / BY LABEL (Style 4)

label: 'random', num: 4, showComment: true, showLabel: true, showSnippet: true, showTime: true, showText: 'Show All'

Halaman

Bookmark
Baru Diposting

Panduan Menjadi Advokat di Indonesia - karya Hukum

Halo Sobat Karya Hukum Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Semoga Sobat Justitia selalu sehat di manapun berada. Hari ini, saya akan meny…

Aspek Perlindungan Konsumen Dalam Penyalahgunaan Data Pribadi Nasabah Oleh Perusahaan Financial Technology - karya hukum


    


Fintech merupakan suatu bentuk implementasi dari pemanfaatan teknologi dalam meningkatkan pelayanan jasa perbankan dan keuangan yang umumnya dilakukan oleh perusahaan rintisan dengan memanfaatkan teknologi software, internet, komunikasi, dan komputasi terkini.[1] Konsep inilah yang kemudian dipadukan dengan bidang finansial sehingga dapat menciptakan proses transaksi keuangan yang lebih praktis, aman serta modern. Adapun beberapa bentuk dasar fintech antara lain :

a.Pembayaran (digital wallets, P2P payments)

b.Investasi (equity crowdfunding, Peer to Peer Lending)

c.Pembiayaan (crowdfunding, microloans, credit facilities), Asuransi (risk management)

d.Lintas proses (big data analysis, predicitive modeling)

e.Infrastruktur (security).[2]

Dari beberapa jenis usaha fintech tersebut, yang paling banyak digunakan oleh masyarakat yaitu layanan P2P lending dan sistem pembayaran. Fintech P2P Lending adalah suatu sistem yang mempertemukan secara langsung pemilik dana (investor/lender) dengan peminjam dana (borrower).[3] Inovasi keuangan digital ini perlu diarahkan agar menjadi sarana yang aman dan dapat dipertanggungjawabkan, serta dengan mengedepankan aspek perlindungan konsumen dan risiko.

Akan tetapi seiring berkembangnya inovasi tersebut banyak ditemukan permasalahan, salah satunya yaitu mengenai  penyalahgunaan data pribadi nasabah pengguna layanan P2P lending oleh perusahaan fintech seperti yang terjadi pada kasus penyalahgunaan data pribadi oleh PT. Kredit Utama Fintech Indonesia. Dalam kasus ini penerima pinjaman harus melengkapi data pribadi dengan mendaftar pada aplikasi Fintech Rupiah Cepat milik perusahaan tersebut. Setelah mengisi data pribadi, peminjam bisa memilih ikon persetujuan dan pernyataan yang menyatakan bahwa Rupiah Cepat berhak untuk mengakses, menggunakan, mengungkapkan, serta memproses dan melindungi informasi pribadi atau data pribadi yang ada di Akun yang sudah diotorisasikan kepada Rupiah Cepat. Kemudian setelah melakukan pengisian data pribadi dan persetujuan maka akun akan terverifikasi dan dapat melakukan pinjaman.

Debitur memiliki hak untuk mendapatkan keamanan dan kerahasiaan data pribadi sebagaimana yang tercantum pada perjanjian, dan kreditur memiliki kewajiban untuk  menjaga kerahasiaan informasi data pribadi yang telah dicantumkan atau diberikan oleh nasabah. Perlindungan hukum atas data pribadi atau informasi pribadi dalam transaksi online di internet dapat diperoleh berdasarkan peraturan perundangundangan yang ada, salah satunya yaitu pada Pasal 26 ayat (1) UU No 19 tahun 2016 / UU ITE dan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

Akan tetapi pada beberapa kasus yang melibatkan pelayanan keuangan seperti fintech, terdapat pelanggaran terkait data pribadi nasabah yang disalahgunakan. Seperti pada kasus yang diuraikan sebelumnya pada kasus aplikasi “Rupiah Cepat”. Penyalahgunaan data pribadi peminjam dilakukan dengan mengganti nomor handphone dan nomor rekening tujuan pencairan, namun nama yang tertera pada akun peminjam dan kontak darurat tidak diganti sehingga penagihan dilakukan kepada kontak darurat. Hal ini tentu menimbulkan adanya kerugian, rasa tidak aman yang dirasakan oleh nasabah karena data pribadi mereka dapat di manfaatkan tidak sebagaimana mestinya.

Selain kasus tersebut, kasus lain yang juga melibatkan pelayanan fintech dalam hal penyalahgunaan data pribadi yaitu yang terjadi pada PT. Ajaib Sekuritas Asia. PT Ajaib Sekuritas Asia dituding telah melakukan penyalahgunaan data pribadi nasabah dan dituduh sebagai akun bodong. Akan tetapi PT Ajaib Sekuritas Asia membantah bahwa pihaknya telah mengambil data nasabah perusahaan tanpa izin dan pemberitaan terkait hal tersebut tidaklah benar. Pihak perusahaan mengkalim bahwa tidak ada permasalahan yang terjadi, selain itu sistem keamanan perusahaan pada pelayanan tersebut sudah berjalan dengan baik.[4] Meskipun hal tersebut tidak benar, dengan melihat fakta lain pada kasus serupa hal ini adalah sebagai suatu bentuk keresahan masyarakat terkait adanya penyalahgunaan data pribadi pada platform dimaksud. Keresahan ini tentunya sangat mendasar, bahwa data pribadi sangatlah penting untuk dijaga dan mendapat perlindungan yang pasti oleh hukum.

Dengan adanya kasus tersebut serta resiko bahaya bagi konsumen pengguna jasa Fintech di Indonesia, sehingga penulis menilai penting untuk membahas mengenai Aspek Perlindungan Konsumen Dalam Penyalahgunaan Data Pribadi Nasabah Oleh Perusahaan Financial Technology.

     .     Pembahasan

1. Financial Technology(Fintech)

Financial Technology atau Fintech. Menurut The National Digital Research Centre atau NDRC, di Dublin, Irlandia, fintech didefinisikan sebagai suatu “ innovation in financial services” yang merupakan suatu inovasi pada sektor financial yang dimodernisasi. Transaksi keuangan yang dapat dilakukan melalui fintech ini meliputi pembayaran, investasi, peminjaman uang, transfer, rencana keuangan serta pembanding produk keuangan.[5]

Fintech merupakan bentuk implementasi dari pemanfaatan teknologi dalam meningkatkan pelayanan jasa perbankan dan keuangan yang umumnya dilakukan oleh perusahaan rintisan dengan memanfaatkan teknologi software, internet, komunikasi, dan komputasi terkini.[6] Konsep ini kemudian dipadukan dengan bidang finansial sehingga bisa menghadirkan proses transaksi keuangan yang lebih aman, praktis serta modern. Adapun beberapa bentuk dasar fintech antara lain :

a.Pembayaran (digital wallets, P2P payments)

b.Investasi (equity crowdfunding, Peer to Peer Lending)

c.Pembiayaan (crowdfunding, microloans, credit facilities), Asuransi (risk management)

d.Lintas proses (big data analysis, predicitive modeling)

e.Infrastruktur (security).[7]

Fintech pertama kali muncul di benua Eropa, tepatnya di Inggris pada tahun 2005 dan kemudian berkembang hingga  menyentuh Singapura pada tahun 2016, dengan dimotori oleh Otoritas Moneter Singapura dan terus meningkat.[8] Financial Technology memiliki beberapa jenis bidang usaha, salah satunya adalah peminjaman dana berbasis teknologi. Fintech jenis ini biasanya beroperasi dengan menggunakan aplikasi. Peningkatan Pengguna jasa keuangan yang sangat pesat disebabkan karena meningkatnya jumlah Pengguna smartphone penyedia jasa keuangan berinovasi dalam memberikan pelayanannya dengan mempermudah konsumen untuk menggunakan produk dan/atau jasa keuangan melalui media elektronik.[9]

Financial Technology memiliki beberapa jenis bidang usaha, salah satunya adalah peminjaman dana berbasis teknologi dan beroperasi melalui aplikasi. Peningkatan Pengguna jasa keuangan yang sangat pesat disebabkan karena meningkatnya jumlah Pengguna smartphone penyedia jasa keuangan berinovasi dalam memberikan pelayanan dengan mempermudah konsumen untuk menggunakan produk atau jasa keuangan melalui media elektronik. Selain itu pemanfaatan teknologi informasi dalam transaksi elektronik bertujuan agar memberikan rasa aman, keadilan, serta kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.

Platform fintech yang dikeluarkan terdiri dari beberapa jenis jasa, mulai dari pembayaran, pinjaman (lending), perencanaan keuangan (personal finance), riset keuangan, investasi ritel, pembiayaan, remitansi, dan lainnya. Pinjaman online financial technology yang paling diminati oleh masyarakat ada dua jenis, yaitu peer to peer lending atau pinjaman tanpa agunan dan payday loan atau pinjaman harian. Yang membedakan dua jenis jasa pinjaman online ini yaitu :[10]

1. Sumber dana pinjaman.

Pada layanan peer to peer lending (P2P Lending) peminjam dan pemberi pinjaman atau investor dapat dipertemukan. Kemudian sumber dana pinjaman berasal dari sesama pengguna layanan peer to peer lending, baik berupa badan usaha yang ingin menginvestasikan dana ataupun individu serta badan hukum. Investor dapat memperoleh bunga pinjaman. Sedangkan sumber dana pada payday loan berasal dari modal dana perusahaan fintech. Sehingga apabila terjadi kegagalan pembayaran, maka kerugian ditanggung oleh perusahaan.

2. Tujuan pinjaman.

Tujuan pinjaman pada payday loan adalah untuk kebutuhan tak terduga, baik itu kebutuhan harian maupun kebutuhan gaya hidup.

Sedangkan pada peer to peer lending adalah untuk permodalan usaha atau tambahan dana dalam usaha atau bisnis yang tidak memenuhi kriteria perbankan.

3. Plafon dan tenor pinjaman

Plafon pada pinjaman peer to peer lending umumnya lebih besar daripada pinjaman payday loan. Kemudian Tenor pada payday loan  mulai dari tujuh hari hingga lima bulan, sedangkan peer to peer lending bisa mencapai 12 bulan.

4. Tingkat bunga pinjaman. Bunga pinjaman payday loan lebih tinggi daripada peer to peer lending.

Di Indonesia, terdapat empat Jenis fintech, yaitu:[11]

1. Payment clearing dan settlement

Fintech ini memberikan layanan sistem perbankan yang diselenggarakan oleh industri perbankan maupun yang dilakukan oleh Bank Indonesia seperti Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, Bank Indonesia Real Time Gross Settlement hingga BI Scripless Securities Settlement System.

2. E-Aggregator

Yakni pengumpulan dan pengolahan data yang bisa dimanfaatkan oleh konsumen untuk membantu mengambil suatu keputusan mengenai keuangan. Fintech jenis ini memberikan bantuan berupa perbandingan produk, seperti harga, fitur dan manfaat.

3. Manajemen resiko dan investasi, yaitu memberi layanan perencanaan keuangan dan platform e-trading dan e-insurance.

4. peer to peer lending (P2P). Fintech jenis ini cukup terkenal di masyarakat sebagai layanan pinjaman online. Fintech ini mempertemukan pemberi pinjaman dengan para pencari pinjaman di dalam satu platform. Ketika sudah melakukan transaksi pinjaman, investor akan mendapatkan bunga dari dana yang dipinjamkannya.

Lembaga yang berwenang mengatur fintech  yaitu Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan atau OJK. Adapun beberapa  peraturan soal penyelenggaraan fintech di Indonesia di antaranya:[12]

1.Peraturan Bank Indonesia No.18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran

2.Peraturan Bank Indonesia No.19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial

3. Peraturan Anggota Dewan Gubernur No.19/14/PADG/2017 tentang Ruang Uji Coba Terbatas(Regulatory Sandbox) Teknologi Finansial

4. Peraturan Anggota Dewan Gubernur No.19/15/PADG/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran, Penyampaian Informasi, dan Pemantauan Penyelenggara Teknologi Finansial

Otoritas Jasa Keuangan telah menerbitkan pengaturan yang berkaitan dengan salah satu produk fintech, yakni Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.[13] Peraturan  ini merupakan kerangka hukum bagi fintech jenis P2P lending yang merupakan model fintech yang lebih spesifik mengenai berbagai hal yang harus ditaati oleh penyelenggara fintech peer to peer lending (P2P lending). Pada intinya, peraturan  bertujuan untuk melindungi konsumen terkait keamanan dana dan data, pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme, stabilitas sistem keuangan, hingga para pengelola perusahaan fintech. Selain itu ketentuan ini juga mengatur mengenai batasan kepemilikan saham, modal minimal, batas maksimal pinjaman dan bunga, keharusan pembuatan escrow account, serta beberapa prinsip yang wajib diterapkan penyelenggara fintech.[14]

2.  Perlindungan hukum data pribadi nasabah pengguna jasa Fintech

Secara umum, perlindungan hukum terhadap data pribadi konsumen dalam bisnis fintech diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, diantaranya:

a. Peraturan Menkominfo No. 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik

Sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 1 Angka 1 Perkominfo No.20 tahun 2016, Bahwa yang dimaksud dengan data pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya. Adapun perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik mencakup perlindungan terhadap perolehan, pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penyimpanan, penampilan, pengumuman, pengiriman, penyebarluasan dan pemusnahan data pribadi. Pelaksanaan perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik harus berdasarkan pada asas penghormatan terhadap data pribadi sebagai privasi.

Setiap pemilik data pribadi memiliki hak atas datanya dalam sistem elektronik. Sebagaimana diatur dalam Pasal 26, bahwa pemilik data pribadi memiliki hak-hak sebagai berikut:

a. Berhak atas kerahasiaan data pribadinya;

b. Mengajukan pengaduan dalam rangka penyelesaian sengketa data pribadi atas kegagalan perlindungan kerahasiaan data pribadinya oleh penyelenggara sistem elektronik kepada menteri;

c. Mendapatkan akses atau kesempatan untuk mengubah atau memperbarui data pribadinya tanpa mengganggu sistem pengelolaan data pribadi, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan;

d. Mendapatkan akses atau kesempatan untuk memperoleh historis data pribadinya yang pernah diserahkan kepada penyelenggara sistem elektronik sepanjang masih sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

e.Meminta pemusnahan data perseorangan tertentu miliknya dalam sistem elektronik yang dikelola oleh penyelenggara sistem elektronik, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Kemudian dalam Pasal 27 Perkominfo No.20 tahun 2016, Penyelenggara sistem elektronik memiliki kewajiban sebagai berikut :

a. Melakukan sertifikasi sistem elektronik yang dikelolanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b.Menjaga kebenaran, keabsahan, kerahasiaan, keakuratan dan relevansi serta kesesuaian dengan tujuan perolehan, pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penyimpanan, penampilan, pengumuman, pengiriman, penyebarluasan dan pemusnahan data pribadi;

c.  Memberitahukan secara tertulis kepada pemilik data pribadi jika terjadi kegagalan perlindungan rahasia data pribadi dalam sistem elektronik yang dikelolanya;

d. Memiliki aturan internal terkait perlindungan data pribadi yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

e. Menyediakan rekam jejak audit terhadap seluruh kegiatan penyelenggaraan sistem elektronik yang dikelolanya;

f.  Memberikan opsi kepada pemilik data pribadi mengenai data pribadi yang dikelolanya dapat/ atau tidak dapat digunakan dan/atau ditampilkan oleh/pada pihak ketiga atas persetujuan sepanjang masih terkait dengan tujuan perolehan dan pengumpulan data pribadi;

g. Memberikan akses atau kesempatan kepada pemilik data pribadi untuk mengubah atau memperbarui data pribadinya tanpa menganggu sistem pengelolaan data pribadi, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundangundangan;

h. Memusnahkan data pribadi sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini atau ketentuan peraturan perundangundangan lainnya yang secara khusus mengatur di masing-masing instansi pengawas dan pengatur sektor untuk itu; dan

i.  Menyediakan narahubung (contact person) yang mudah dihubungi oleh pemilik data pribadi terkait pengelolaan data pribadinya.

Setiap pihak yang memperoleh, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan dan/atau menyebarluaskan data pribadi tanpa hak atau bertentangan dengan peraturan ini serta peraturan perundang-undangan yang lain akan dikenakan sanksi administratif berupa peringatan lisan, peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan dan/ atau pengumuman di situs dalam jaringan.

b.      POJK No. 13/POJK.02/ 2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan

Dalam Pasal 30 ayat (1) POJK No.13/POJK.02/2018, bahwa penyelenggara bisnis Fintech wajib menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data pribadi, data transaksi dan data keuangan yang dikelolanya sejak data diperoleh hingga data tersebut dimusnahkan. Kemudian pada ayat (2) dijelaskan bahwa syarat pemanfaatan data dan informasi pengguna antara lain:

1) Memperoleh persetujuan dari pengguna;

2) Menyampaikan batasan pemanfaatan data dan informasi kepada pengguna;

3)Menyampaikan setiap perubahan tujuan pemanfaatan data dan informasi kepada pengguna dalam hal terdapat perubahan tujuan pemanfaatan data dan informasi; dan

4)  Media dan metode yang digunakan dalam memperoleh data dan informasi terjamin kerahasiaan, keamanan serta keutuhannya.

Dalam Pasal 31 POJK No.13/POJK.02/2018 dijelaskan bahwa penyelenggara diwajibkan untuk menerapkan prinsip dasar perlindungan konsumen yaitu :

a.Prinsip transparansi

b.Perlakuan yang adil

c.Keandalan

d.Kerahasiaan dan keamanan data/informasi konsumen

e.Penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana, cepat dan biaya terjangkau

Selain itu, kewajiban-kewajiban penyelenggara lainnya yakni diantaranya:

a. Wajib menyediakan pusat pelayanan konsumen berbasis teknologi yang paling sedikit terdiri atas penyediaan pusat layanan konsumen yang dapat dilaksanakan sendiri atau melalui pihak lain

b.  Wajib menyediakan dan/atau menyampaikan informasi terkini kepada OJK dan konsumen mengenai aktivitas layanan keuangan digital yang dituangkan dalam dokumen atau sarana lain yang dapat digunakan sebagai alat bukti.

c.       POJK No. 77 /POJK.01/ 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi

Dalam Pasal 26 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi,  bahwa konsumen ataupun perusahaan fintech memiliki kewajiban dalam menjaga informasi data pribadi berisi sebagai berikut:

a.Menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya sejak data diperoleh hingga data tersebut dimusnahkan;

b. Memastikan tersedianya proses auntentikasi, verifikasi, dan validasi yang mendukung kenirsangkalan dalam mengakses, memproses, dan mengeksekusi data pribadi, data transaksi dan data keuangan yang dikelolanya;

c.Menjamin bahwa perolehan, penggunaan, pemanfaatan, dan pengungkapan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya;

d.Menyediakan media komunikasi lain selain Sistem Elektronik Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi untuk memastikan kelangsungan layanan nasabah yang dapat berupa surat elektronik, call center, atau media komunikasi lainnya; dan

e.Memberitahukan secara tertulis kepada pemilik data pribadi, data transaksi, dan data keuangan tersebut jika terjadi kegagalan dalam perlindungan kerahasiaan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya.

Kemudian dalam Pasal 29 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 dijelaskan bahwa penyelenggara wajib menerapkan prinsip dasar perlindungan pengguna yaitu :

a.Transparansi

b.Perlakuan yang adil

c.Keandalan

d.Kerahasiaan dan keamanan data

e.Penyelesaian sengketa pengguna secara sederhana, cepat dan biaya terjangkau.

Selain itu penyelenggara juga dilarang untuk memberikan data dan/atau informasi mengenai pengguna kepada pihak ketiga dengan cara apapun kecuali pengguna memberikan persetujuan secara elektronik dan/atau karena diwajibkan oleh ketentuan peraturan perundangundangan. Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis, kewajiban membayar denda dalam bentuk uang, pembatasan kegiatan usaha dan pencabutan izin.

d.      POJK No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan

Mengenai prinsip dari perlindungan konsumen yang harus disediakan bagi konsumen, termasuk didalamnya konsumen Fintech sebagai pengguna jasa keuangan diatur dalam Pasal 2 POJK No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Prinsip –prinsip yang dimaksud yaitu :

a.Transparansi

b.Perlakuan adil

c.Keandalan

d.Kerahasiaan dan keamanan data konsumen

e.Penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana, cepat dan biaya terjangkau.

Kemudian dalam Pasal 31 dijelaskan bahwa penyerlenggara dilarang memberikan data dan/atau informasi mengenai konsumennya kepada pihak ketiga dengan cara apapun kecuali dengan ijin tertulis dari konsumen dan atau karena diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.

Selain itu, peraturan lain yang juga khusus mengenai Fintech yakni Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No. 14/ SEOJK.07/2014 tentang Kerahasiaan dan Keamanan Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen dan SE OJK Nomor 18 /SEOJK. 02/2017 tentang Tata Kelola dan Manajemen Risiko Teknologi Informasi Pada Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Mengenai perlindungan konsumen dalam fintech lending diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 26 ayat (1) yang mewajibkan penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang, harus atas persetujuan orang yang bersangkutan.

Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan  Pasal 65 ayat (1) pelaku usaha yang memperdagangkan barang dan/atau jasa dengan menggunakan sistem elektronik diwajibkan untuk menyediakan data atau informasi secara langkap dan benar. Kemudian pada Pasal 65 ayat (2), pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan data dan/atau informasi yang sebenarnya.

Perlindungan hukum terhadap nasabah pengguna jasa fintech Peer to Peer Lending di Indonesia sudah sedemikian rupa diatur dalam berbagai peraturan yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia. Adanya berbagai peraturan ini hanya dapat dilaksanakan apabila diimbangi dengan upaya kehati-hatian oleh masyarakat dalam melakukan segala bentuk transaksi keuangan yang melibatkan data pribadi. Sehingga dapat terhindar dari penyalahgunaan data yang dapat merugikan diri sendiri dan juga merugikan perekonomian negara.



[1] Nofie Iman, Financial Technology dan Lembaga Keuangan, Gathering Mitra Linkage Bank Syariah Mandiri, Yogyakarta, 2016, hlm. 6.

[2] Ibid.

[3] Meline Gerarita Sitompul, Urgensi Legalitas Financial Technology (Fintech) : Peer To Peer (P2P) Lending di Indonesia, Jurnal Yuridis Unaja, Vol.1 No.2, 2018, hlm 68-79.

[4] Gemal Panggabean, Diduga Salah Gunakan Data Nasabah, ini Jawaban Ajaib, https://duniafintech.com/salah-gunakan-data-nasabah-ajaib/ , Diakses pada 18 Januari 2022, pukul 13.20 Wita.

[5] Muhammad Rizal-Erna Maulina-Nenden Kostini, Fintech As One Of The Financing Solutions For SMEs, Bandung, hal 91.

[6] Nofie Iman, Financial Technology dan Lembaga Keuangan, Gathering Mitra Linkage Bank Syariah Mandiri, Yogyakarta, 2016, hlm. 6.

[7] Ibid.

[8] Otoritas Jasa Keuangan, Data dan Statistik Fintech,  https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/data-dan-statistik/fintech diakses pada tanggal 18 Januari 2022, Pukul 11.15 Wita.

[9] Otoritas Jasa Keuangan, Data dan Statistik Fintech,  https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/data-dan-statistik/fintech diakses pada tanggal 18 Januari 2022, Pukul 11.15 Wita.

[10] Pink Lee, Butuh Pinjaman Online, Pilih P2P Lending atau Payday Loan, Melalui: https://www.gobear.com/id/blog/personal-loan/butuh-pinjaman-online-pilih-p2p-lending-ataupayday-loan diakses pada hari selasa, 18 Januari 2022 Pukul 9.40 Wita.

[11] Adi Kristian Silalahi, Urgensi Undang-Undang Fintech (Peer To Peer Lending) P2P Terkait Pandemi Covid 19, Jurnal Hukum Positum, Vol.5, No.2, 2020, hlm 20-31.

[12] Normand Edwin Elnizar, Aspek Hukum Fintech di Indonesia yang Wajib Diketahui Lawyer, https://www.hukumonline.com/berita/a/aspek-hukum-fintech-di-indonesia-yang-wajib-diketahui-lawyer-lt5a97b394460ec diakses pada tanggal 17 Januari 2022, pukul 15.25 Wita.

[13] Ibid.

[14] Meline Gerarita Sitompul, Urgensi Legalitas Financial Technology (Fintech): Peer To Peer (P2P) Lending di Indonesia, Jurnal Yuridis Unaja, Vol.1 No.2, 2018, hlm 68-79.

Posting Komentar

Posting Komentar