- -->
Perlu
di ketahui bahwa ranah hutang piutang masuk kedalam hukum perdata Indonesia,
dimana hukum perdata ini merupakan hukum yang mengatur hubungan manusia dengan
manusia sehingga apabila bersengketa maka harus diselesaikan dengan hukum
perdata.
Mengenai hutang piutang UU Hak asasi manusia dalam hal ini pasal 19 ayat 2 Undang-Undang no 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia, menjelaskan bahwa "Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang.”
Selain peraturan perundang undangan dasar hukum Indonesia yang dapat dijadikan acuan adalah yurisprudensi atau putusan pengadilan dalam hal ini di amarkan dalam putusan :
Berdasarkan
beberapa dasar hukum tersebut diatas sepanjang seseorang atau teman anda belum
bisa melakukan pelunasan karena ketidakmampuannya atau benar-benar tidak mampu
melunasi maka pemidanaan tidak dapat dilakukan namuyn dapat mengajukan gugatan dengan
tuntutan wanprestasi atau ingkar janji sebagaimana diatur dalam pasal 1243
kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menjelaskan :
“Penggantian
biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai
diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi
perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau
dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah
dilampaukannya.”
Selain
itu kita dapat menuntut uang Kembali beserta biaya ganti kerugian, bunga dan
biaya perkara kepada si berhutang sebagaimana dalam pasal 1244 KUH Perdata yang
berbunyi :
Debitur
harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. bila ia tak dapat
membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu
dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga,
yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya. walaupun tidak ada itikad buruk
kepadanya.”
Namun
perkara utang piutang ini dalam satu kondisi dapat dipidana apabila terdapat unsur
penipuan sebagaimana diatur dalam pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau
pun unsur pasal tindak pidana lainnya dalam pinjam meminjam tersebut. Pasal 378
KUHP, berbunyi:
“Barangsiapa
dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat,
ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang
sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang,
diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan perkara hutang piutang hanya dapat diselesaikan melalui jalur perdata namun apabila terdapat unsur pidana didalamnya maka dapat diproses melalui jalur pemidanaan
>> baca juga tentang Korelasi Perjanjian Sewa Menyewa Yang Dibuat Dalam Bentuk Akta Autentik Oleh Notaris/ PPATK
Dasar hukum
Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Putusan
Pengadilan:
Putusan
Mahkamah Agung RI No. 93 K/Kr/1969
Putusan
Mahkamah Agung RI No. 39K/Pid/1984
Putusan
Mahkamah Agung RI No. 325K/Pid/1985
5 komentar