- -->
A.
Para Pihak Yang Bersengketa
Dalam hal ini para pihak atau subjek hukum yang bersengketa adalah
negara Brazil dengan Negara Indonesia
B.
Kasus Posisi
Bermula pada tahun 2014, di mana
Brazil menggugat Indonesia ke WTO karena dianggap telah menghambat masuknya
produk ekspor daging ayam beku dari Brazil yang
diakibatkan oleh adanya kebijakan Indonesia yang menghentikan pengimporan ayam Brazil
sejak tahun 2009 sehingga Brazil mengalami kerugian. Namun, kasus tersebut ditunda
sementara. Pada tahun 2016, Brazil kembali menggugat Indonesia ke forum WTO
karena pemerintah Indonesia tetap mempertahankan standar halal untuk impor produk
ayam, yang kemudian berdampak pada ekspor daging ayam beku dari Brazil.
Berdasarkan gugatan Brazil terhadap Indonesia di WTO, sejumlah kebijakan yang
dianggap menghambat ekspor ini adalah kebijakan Daftar Produk yang Dapat
Diimpor (Positive List), Persyaratan Penggunaan Produk Impor, Sertifikasi dan
Label Halal, Pembatasan Transportasi Impor, dan Penundaan Persetujuan
Persyaratan Sanitasi.[1]
Dari kebijakan impor daging ayam di Indonesia tersebut,
Brazil menggugat bahwa Indonesia telah melakukan proteksi perdagangan yang
bertentangan dengan beberapa instrumen hukum perdagangan internasional di WTO
yaitu The General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1947, Sanitary and
Phytosanitary Agreement (SPS Agreement), Technical Barriers to Trade Agreement
(TBT Agreement), Agreement on Agriculture, the Agreement on import Licensing
Procedures, dan Agreement on Preshipment Inspection.
Di kemudian hari, sengketa ini telah diproses di pengadilan
WTO dengan nomor DS: 484. Pada Keputusan
Panel atas sengketa impor daging ayam ini terdapat tiga ketentuan yang
dimenangkan Indonesia yaitu Brazil dianggap gagal membuktikan kebijakan impor
Indonesia bertentangan dengan sejumlah perjanjian WTO khususnya tentang
diskriminasi produk dalam konteks sertifikasi dan pelabelan halal. Selain itu,
argumen Brazil pada Panel WTO berkaitan dengan persyaratan pengangkutan
langsung guna membatasi transportasi impor dan pelarangan umum terhadap impor
daging ayam dan produk ayam juga tidak terbukti.
Sedangkan empat kebijakan yang dianggap bertentangan dengan
sejumlah perjanjian yang ada di WTO dan dimenangkan oleh Brazil, yaitu: Daftar
Produk yang Dapat Diimpor (Positive List Requirement), Persyaratan Penggunaan
Produk Impor (Intended Use Requirement)
Prosedur Perizinan Impor (Fixed License Term) Penundaan Proses
Persetujuan Sertifikat Kesehatan Veteriner (Undue Delay) Secara garis besar,
Indonesia dinilai melanggar ketentuan pada GATT Article XX tentang Pengecualian
Umum (General Exception) dan GATT Article XI tentang Penghapusan Umum Pembatasan
Kuantitatif (General Quantitative Restriction). Kedua pasal tersebut berkaitan
dengan pengecualian umum untuk suatu negara tidak menerima impor barang dari
negara lain. Namun, atas putusan tersebut, maka kebijakan Indonesia tidak
selaras dengan ketentuan pada GATT 1947 dan menunjukan adanya proteksi
perdagangan pada pasar domestik.
C.
Bentuk Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian sengketa impor daging ayam dilakukan melalui 3
cara yaitu Konsultas, Panel, dan Apellate Body melalui mekanisme DSB (Dispute Settlement Body) WTO dengan aturan-aturan
dari DSU Dalam keputusan final report tanggal 7 oktober 2017 dimenangkan oleh Brazil,
4 (empat) ketentuan yang dimenangkan oleh Brazil karena dianggap bertentangan
dengan Perjanjian WTO, yaitu Daftar produk yang dapat diimpor (positif list),
persyaratan penggunaan produk impor (itendeduse), prosedur perizinan impor,
penundaan proses persetujuan sertifikat kesehatan veteriner (unduedelay).
Indonesia dan Brazil bersepakat untuk tidak melakukan banding dan melaksanakan
kesepakatan bahwa Brazil menerima tawaran Indonesia untuk tidak mengimpor
daging ayam ke Indonesia karena Indonesia dalam kondisi kelebihan produksi dan
mengambil kesempatan untuk mengekspor daging sapi ke Indonesia dan kerja sama
lainnya yang menguntungkan kedua belah pihak.
Dispute Settlement Body (DSB) sebagai badan penyelesaian
sengketa WTO dalam memberikan rekomendasi dan merumuskan aturan tidak diperkenankan
menambah atau mengurangi hak dan kewajiban dari negara anggota yang tercantum
dalam perjanjian tercakup dalam daftar sebagai perjanjian yang dapat diajukan
menggunakan mekanisme penyelesaian sengketa Pasal 3 DSU yang terdiri dari
konsultasi, penyelesaian sengketa berdasarkan Pasal XXIII (Panel), proses Panel,
hasil keputusan WTO, naik banding melalui Appelatte Body, implementasi
keputusan, retaliasi sebagai pelaksanaan keputusan.
Keputusan Akhir untuk sengketa impor daging ayam yakni
sebagaimana yang telah dirilis Kementrian Pertanian Republik Indonesia,
terdapat 3 (tiga) ketentuan yang dimenangkan Indonesia karena Brazil dianggap
gagal membuktikan ketentuan tersebut bertentangan dengan perjanjian WTO, yaitu
Diskriminasi persyaratan pelabelan halal, persyaratan pengangkutan langsung,
pelarangan umum terhadap impor daging ayam dan produk ayam. Sedangkan 4 (empat)
ketentuan yang dimenangkan oleh Brazil karena dianggap bertentangan dengan
Perjanjian WTO, yaitu Daftar produk yang dapat diimpor (positif list),
persyaratan penggunaan produk impor (itendeduse), prosedur perizinan impor,
penundaan proses persetujuan sertifikat kesehatan veteriner (unduedelay).
Atas keputusan kemenangan Brazil
di WTO, Indonesia dan Brazil bersepakat untuk tidak melakukan banding.
Implikasi dengan tidak dilakukannya banding maka Indonesia harus menyesuaikan
atau mengimplementasikan putusan final Panel WTO yang akan dilakukan dengan
perubahan dan penyederhanaan sebagaimana dalam Peraturan Menteri Pertanian No.
34 Tahun 2016. Dengan demikian dalam negosiasi tersebut Brazil menerima tawaran Indonesia untuk
tidak mengimpor daging ayam ke Indonesia karena Indonesia dalam kondisi
kelebihan produksi dan mengambil kesempatan untuk mengekspor daging sapi ke
Indonesia dan kerja sama lainnya yang menguntungkan kedua belah pihak. [2]
D.
Landasan Yuridis
Indonesia tidak berupaya untuk melarang atau membatasi impor
daging ayam atau produk ayam dari negara manapun, termasuk Brazil. Indonesia
hanya memastikan bahwa daging ayam dan produk ayam aman, sehat, dan halal.
Upaya Indonesia untuk memastikan kesehatan dan keamanan produk lebih lanjut telah
mengakibatkan penghentian beberapa langkah yang ditentang oleh Brazil dalam
proses ini.
Berikut adalah langkah-langkah Indonesia menghentikan impor
daging ayam Brazil ke Indonesia:[3]
1. Larangan Umum pada Impor
Daging Ayam dan Produk Ayam
2. Larangan Impor Potongan
Daging Ayam dan Daging Ayam yang Disiapkan atau Diawetkan Lainnya (Daftar
Positif)
3. Batasan Penggunaan Produk
Impor
4. Prosedur Perizinan Impor
Ketat Indonesia
5. Penundaan yang Tidak
Semestinya Sehubungan dengan Persetujuan Persyaratan Sanitasi
6. Batasan Pada Transportasi
Produk Impor
7. Penerapan Diskriminatif
Persyaratan Pelabelan Halal
Dari langkah-langkah penghentian tersebut telah melanggar
ketentuan-ketentuan WTO dengan klaim-klaim hukum sebagai berikut:[4]
a. Klaim yang Terkait dengan
Tindakan Perbatasan yang Menciptakan Pembatasan Perdagangan. Indonesia
memberlakukan larangan umum terhadap produk Brazil yang melanggar Pasal XI: 1
GATT 1994 dan Pasal 4.2 Agreement on Agriculture (selanjutnya disebut AoA).
Prosedur perizinan impor Indonesia juga merupakan bagian dari rezim lisensi
non-otomatis yang penerapan dan administrasinya menyebabkan efek pembatasan
perdagangan pada impor yang melanggar Pasal 3.2 Agreement on
Import Licensing Procedures (selanjutnya disebut ILA).
b. Klaim yang Terkait dengan
Perlakuan Diskriminatif. Perlakuan yang berbeda terhadap produk impor, Brazil
tidak dapat mencapai saluran distribusi yang paling penting di negara itu, di
mana sebagian besar pembelian makanan terjadi. Kiriman dari Brazil untuk
digunakan di restoran di Jakarta tidak dapat diarahkan ke pasar tradisional
(atau bahkan ke tujuan lain yang dimaksudkan, seperti hotel). Oleh karena itu,
persyaratan penggunaan yang dimaksud memiliki efek yang berbeda dan melanggar
kedua Pasal X1: 1 dan III: 4.
c. Klaim Terkait dengan Hambatan Sanitasi. Dalam perselisihan ini, ketiadaan respons sepenuhnya setelah tujuh tahun proposal pertama adalah bukti yang jelas bahwa pihak berwenang Indonesia telah secara tidak adil menunda prosedur untuk memeriksa dan memastikan pemenuhan persyaratan sanitasi yang akan memungkinkan untuk ekspor produk Brazil. Dengan tidak menjawab, pihak berwenang Indonesia melanggar Lampiran C (1) (a) dari Perjanjian SPS.
E.
Kesimpulan
Sengketa perdagangan internasional impor daging ayam antara
Indonesia dan Brazil disebabkan karena Brazil menganggap
Indonesia
melakukan proteksi perdagangan dimana hal ini melanggar aturan WTO, termasuk
Agreement on Sanitary and Phytosanitary Measures, Agreement on Technical
Barriers to Trade, Agreement on Agriculture, the Agreement on import Licensing
Procedures, dan Agreement on Preshipment Inspection. Sengketa
dapat diselesaikan dengan melalui mekanisme DSB WTO dengan aturan-aturan dari DSU Dalam
keputusan final report tanggal 7 oktober 2017 dimenangkan oleh Brazil, 4
(empat) ketentuan yang dimenangkan oleh Brazil karena dianggap bertentangan
dengan Perjanjian WTO, yaitu Daftar produk yang dapat diimpor (positif list),
persyaratan penggunaan produk impor (itendeduse), prosedur perizinan impor,
penundaan proses persetujuan sertifikat kesehatan veteriner (unduedelay).
[1] Kompas, Indonesia Tidak Akan Impor Daging Ayam Dari Brazil, diakses dari https://ekonomi.kompas.com/read/2018/05/09/133921826/indonesia-tidak-akan-impor-daging-ayam dariBrazil?
[2] Lidya Yuniarta, 2018, Kemtan Tegaskan Tidak Akan Mengimpor Daging Ayam dari Brazil, Kontan.co.id, URL: https://m.kontan.co.id /news/kemtantegaskan-tidak-akan-mengimpor-daging-ayam-dari-Brazil
[3] DSB WTO, “Report of The Panel DS:484 Indonesia-Measures Meat Chiken Meat and Chiken Products”, URL: http://www.wto.org/english/tratop_e/ dispu_e/484r_e.pdf, h. B-3
[4] Ibid, hlm B-9
1 komentar