- -->
Permasalahan ini sempat menjadi viral/populer pada akhir tahun 2021 yang terjadi antara seorang artis Nirina Zubir dengan Asisten Rumah Tangganya yaitu dengan inisial RK yang dimana mulai muncul permasalahan dengan RK yang secara melawan hukum memindahkan nama hak kepemilikan atas tanah milik ibu dari Nirina menjadi atas nama dirinya. Yang dimana semua bermula dari adanya kecurigaan Nirina yang kerap kali mendapatkan surat kaleng atau surat yang tidak diketahui siapa pengirim/pemiliknya yang didalamnya memuat informasi-informasi penting). Dugaan perpindahan nama oleh RK ini bermula dari keresahan ibu Nirina yang merasa surat tanahnya hilang sehingga meminta bantuan kepada RK untuk mengurus sertifikat yang hilang tersebut, namun dalam kenyataannya surat tersebut disalahgunakan oleh RK untuk mengubah nama kepemilikannya. Hal ini kemudian dilaporkan Nirina kepada Polda Metro Jayadengan nomor laporan LP/B/2844/VI/SPKT PMJ atas nama kakaknya yaitu, Fadhlan Karim, yang kemudian dilakukan pemanggilan dan pemeriksaan kepada RK, yang dimana ditemukan fakta bahwa RK dibantu oleh tiga orang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam proses perubahan nama kepemilikan atas property yang berada di kawasan Jakarta Barat tersebut.
Notaris tersebut merupakan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di daerah Jakarta Barat yang bernama Faridah, Ina, dan Edwin. Dalam proses penyelesaian kasusnya, Faridah sudah terlebiih dahulu menyerahkan dirinya kepada pihak kepolisian namun dua orang lainnya dijemput secara paksa. Diketahui pula bahwa Nirina sempat ingin menyelesaikan permasalahan ini secara kekeluargaan dengan PPAT terkait, namun niat baik tersebut tidak disambut dengan baik oleh Para Notaris/ PPAT dengan mengusir Nirina dengan kakaknya dan menantang dengan kasus ini diselesaikan secara hukum saja.
Indonesia adalah Negara hukum. Hal
ini dinyatakan secara tegas dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945
(UUD 1945). Negara hukum adalah Negara yang menjalankan sistem pemerintahannya
berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuaasan
(machstaat). Kekuasaan (Negara) tanpa
adanya suatu dukungan sanksi, sulit untuk ditegakkan. Dalam kehidupan interaksi
antara masyarakat baik dari sisi perbuatan hukum antara masyarakat satu dengan
yang lainnya perlu dibuatkan suatu hubungan hukum agar memiliki legalitas,
salah satu fungsi hukum adalah untuk memberikan kepastian hukum dalam kehidupan
bermasyarakat. Demi tercapainya kepastian hukum tersebut dibutuhkan alat bukti
tertulis yang bersifat otentuk mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan
hukum, hal ini berdampak pada peningkatan di bidang jasa Notaris. Dalam sektor
pelayanan jasa peran Notaris berperan sebagai pejabat yang diberi wewenang oleh
Negara untuk melayani masyarakat dalam bidang perdata khususnya pembuatan akta
otentuk, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disingkat dengan UUJN). Notaris
adalah kepanjangan tangan Negara, dimana Notaris menunaikan tugas Negara di
bidang hukum Perdata. Dalam kaitan ini, Negara dalam rangka memberikan
perlindungan hukum dibidang privat kepada warga Negara telah melimpahkan
sebagai wewenangnya kepada Notaris untuk membuat akta otentik.
Seorang Notaris harus bisa
menempatkan dirinya dengan memperlihatkan sikap yang mandiri, jujur serta tidak
memihak salah satu pihak tertentu untuk mengelabuhi pihak lainnya dan
menimbulkan kerugian, yang dimana itu dilakukan untuk mencapai satu tujuan
tertentu. Dari kasus Nirina Zubir ini, Notaris & PPAT adalah sama sekali
tidak bersikap professional ketika bertugas karena diduga membantu pelaku dalam
hal pemalsuan akta tanah yang dimiliki keluarga Nirina Zubir. Dengan hal
tersebut, ketiga oknum tersebut melanggar kode etik notaris sehingga dilakukan
penegakkan melalui penonaktifan akun PPAT yang dimiliki Faridah, Ina dan Edwin
oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN RI, ketiga oknum tersebut juga
telah dijatuhkan hukuman lebih dari lima tahun penjara dengan dijerat Pasal
378, Pasal 372, dan Pasal 263, Pasal 264 KUHP mengenai penipuan dan pemalsuan
dokumen.
Pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility). “Jefferson
menjelaskan : criminal responsibility is
largely founded on moral culpability” yaitu pertanggungjawaban pidana
umumnya bersumber dari pertanggungjawaban moral. Apa yang diungkapkan oleh
Jefferson tersebut erat kaitannya dengan pertanggungjawaban pidana Notaris
kaitannya dengan pembuatan akta. Dalam hukum pidana, parameter tanggung jawab
pidana adalah asas kesalahan. Tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (Geen Straf Zonder Schuld atau Actus non
fucit reum nisi mens sit rea). Dalam
doktrin, untuk adanya kesalahan harus melakukan perbuatan melawan hukum, mampu
bertanggung jawab, perbuatan itu dilakukan dengan sengaja atau kealpaan, dan
tidak ada alasan pemaaf. Apabila keempat unsur ttersebut terpenuhi maka pelaku
dapat dinyatakan bersalah, sehingga bisa dipidana. Oleh karena itu harus
diingat bahwa utnuk adanya kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya yang dimana
hal pertanggungjawaban pidana, orang yang bersangkutan harus pula dibuktikan
terlebih dahulu bahwa perbuatannya bersifat melawan hukum. Demikian juga dengan
Notaris yang dalam pelaksanaan jabatannya dapat dimintakan pertanggungjawaban
secara pidana apabila ia memenuhi unsur kesalahan tersebut diatas.
Dalam praktik Notaris ditemukan
kenyataan, jika ada akta Notaris dipersalahkan oleh para pihak atau pihak
lainnya, masa sering pula Notaris ditarik sebagai pihak yang turut serta
melakukan atau membantu melakukan suatu tindak pidana yaitu membuat atau
memberikan keterangan palsu ke dalam akta Notaris. Dalam kaitan ini tidak
berarti Notaris adalah selalu bersih dari hukum atau kebal hukum atau tidak
dapat dihukum. Jika perbuatan notaris dalam melakukan tugasnya dapat dibuktikan
merugikan pihak lain yang dimana memihak salah satu pihak, terlebih membantu
dalam memalsukan dokumen yang dalam hal ini adalah Akta kepemilikan tanah milik
Nirina Zubir.
Dalam kasus Nirina Zubir, Notaris
Faridah melakukan sejumlah pemalsuan dokumen yaitu pemalsuan akta kuasa menjual
tanah, dari ibunya Nirina kepada RK, sehingga enam sertifikat tanah milik
keluarga Nirina Zubir dibalik nama secara illegal yang dimana setelah itu
sertifikat dijual dan diagunkan ke bank. Proses balik nama ini juga dibantu
oleh aparat Negara. Dua Pejabat Pembuat Akta Tanah/PPAT yang terlibat yaitu
Rosaina dan Erwin.
Oleh karena perbuatan dan
keterlibatannya sebagai Notaris, ketiga oknum dikenakan Pasal dalam KUHP juga
dengan UUJN yang dimana telah diberikan tanggapan oleh Ketua Umum Pengurus
Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP
INI) Yualita Widyadhari bahwa setiap notaris yang kedapatan melakukan unsur
pidana dengan sengaja tentunya harus diproses hukum. Pihaknya saat mendapatkan
notaris yang tak menjalankan tugas dan jabatannya sesuai norma dan UUJN serta
terbukti secara sah melakukan pidana bukan hanya sanksi pidana saja, tetapi
diberikan pula sanksi pemberhentian dari kelembagaan. Pementuan sanksi terhadap
Notaris dapat dilakukan sepanjang batasan-batasan tersebut dilanggar, artinya
disamping memenuhi rumusan pelanggaran yang tersebut dalam UUJN dan Kode Etik
Notaris, juga harus memenuhi rumusan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP)
Ketiga oknum Notaris & PPAT
tersebut diatas bila disimpulkan adalah telah melanggar Kode Etik Notaris yang
sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 3 Kode Etik Notaris juga Pasal 16 UUJN yaitu salah satu kewajiban
yang harus dilakukan Notaris dalam menjalankan jabatannya adalah
berperilaku jujur, mandiri, tidak
berpihak, amanah, seksama, penuh rasa tanggung jawab, berdasarkan peraturan
perundang-undangan da nisi sumpah jabatan Notaris, yang dimana ketiga oknum
tersebut tidak mengimplementasikan isi Pasal aquo dalam melaksanakan jabatannya
yaitu dengan tidak berperilaku jujur juga menyimpang dengan peraturan perundang-undangan
yaitu membuat akta kuasa jual tanah palsu dan memalsukan dokumen lainnya yang
dimana memihak satu Pihak yaitu RK dan merugikan pihak lainnya yaitu keluarga
Nirina Zubir sehingga mencapai kerugian sebesar 17 Miliar Rupiah. Dari
perbuatannya tersebut Kementerian Agraria juga telah menjatuhkan sanksi kepada
ketiga oknum tersebut yaitu pemberhentian sementara atau penonaktifan akunnya.
Tindakan ketiga oknum tersebut juga telah melangggar Pasal 264 KUHP yang
didalam rumusannya menjabarkan mengenai unsur pidana dan pemalsuan dokumen
/surat mengenai surat/akta autentik, Pasal 263 KUHP yang didalamnya memuat
unsur pidana menggunakan surat/akta palsu oleh oknum tersebut. Dan untuk
tersangka RK dikenai Pasal 8,9,10 UU No. 8 Tahun 2010 mengenai TPPU (Tindak
Pidana Pencucian Uang) dan dilakukan penyitaan aset miliknya.
>>baca juga artikel tentang Korelasi Perjanjian Sewa Menyewa Yang Dibuat Dalam Bentuk Akta Autentik Oleh Notaris/ PPAT
Dalam menjalankan jabatan profesi
Notaris berpedoman dengan Kode Etik Notaris dan Undang-Undang Jabatan Notaris,
yang dimana Notaris memiliki kewenangan dalam membuat akta otentik yang
dijadikan sebagai alat bukti yang kuat dan juga menjamin kepastian hukum bagi
pemiliknya. Segala tindakan yang dilakukan oleh Notaris harus berdasarkan kode
etik dan UUJN, apabila tidak maka akan terdapat sanksi, yang didalamnya diatur
sanksi administrative tetapi tidak menutup kemungkinan untuk mendapatkan sanksi
pidana apabila Tindakan tersebut dapat dibuktikan di Pengadilan juga memenuhi
unsur-unsur dalam Pasal yang dikenakan. Dalam hukum pidana, parameter tanggung
jawab pidana adalah asas kesalahan. Tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (Geen Straf Zonder Schuld atau Actus non
fucit reum nisi mens sit rea). Dalam
doktrin, untuk adanya kesalahan harus melakukan perbuatan melawan hukum, mampu
bertanggung jawab, perbuatan itu dilakukan dengan sengaja atau kealpaan, dan
tidak ada alasan pemaaf. Apabila keempat unsur ttersebut terpenuhi maka pelaku
dapat dinyatakan bersalah, sehingga bisa dipidana.
Dalam kasus Nirina Zubir yang
dilakukan oleh RK dan ketiga oknum Notaris &PPAT dapat dikenakan sanksi
pidana karena tindakan yang dilakukan dilarang oleh UU Jabatan Notaris dalam
Pasal 16, Kode Etik Notaris Pasal 3, dan KUHP Pasal 263 tentang pemakaian dokumen
palsu, Pasal 264 tentang pemalsuan dokumen, yang dimana dokumen yang dipalsukan
oleh Notaris terkait adalah surat kuasa jual beli tanah sehingga dibalik nama
secara illegal sejumlah 6 sertifikat, yang kemudian dijual serta dijadikan
agunan di bank, tentunya karena perbuatan tersebut Notaris seharusnya tidak
boleh berpihak pada salah satu pihak, tidak bersikap jujur, tidak amanah,
karena dapat merugikan pihak lain dalam hal ini keluarga Nirina Zubir yang
kerugiannya mencapai 17 Miliar Rupiah. Oleh karena perbuatan dan
keterlibatannya sebagai Notaris, ketiga oknum dikenakan Pasal dalam KUHP juga
dengan UUJN yang dimana telah diberikan tanggapan oleh Ketua Umum Pengurus
Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP
INI) Yualita Widyadhari bahwa setiap notaris yang kedapatan melakukan unsur
pidana dengan sengaja tentunya harus diproses hukum. Sehingga dilakukan
penegakkan melalui penonaktifan akun PPAT yang dimiliki Faridah, Ina dan Edwin
oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN RI, ketiga oknum tersebut juga
telah dijatuhkan hukuman lebih dari lima tahun penjara dengan dijerat Pasal
378, Pasal 372, dan Pasal 263, Pasal 264 KUHP mengenai penipuan dan pemalsuan
dokumen.
2 komentar