- -->
A.
Isu
Hukum
AKIBAT HUKUM SENGKETA TANAH DI
KAWASAN EKONOMI KHUSUS MANDALIKA KABUPATEN LOMBOK TENGAH ”
B.
Pengaturan
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus “Kawasan
Ekonomi Khusus, yang selanjutnya disebut KEK, adalah kawasan dengan batas
tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan
untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu”
Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah No.40/2007 tentang
Pendaftaran Tanah
C.
Analisis
Kawasan Ekonomi Khusus merupakan
kawasan yang menjadi tempat investasi bagi investor asing maupun lokal, Kawasan
Ekonomi Khusus ini merupakan salah satu destinasi dari sepuluh destinasi yang
ada di Indonesia, antara lain : Danau Toba, Tanjung Kelayang, Kepulauan Seribu,
Tanjung Lesung, Borobudur, Bromo Tengger semeru, Mandalika, Wakatobi, Pulau
Morotai Labuan Bajo. Pembanguna Kawasan Ekonomi Khusus yang berada di Desa
Sengkol dan Desa Kuta Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah, dikelola oleh
salah satu BUMN yaitu : PT ITDC (Indonesia Tourism Development Corporation)
memiliki lahan yang cukup luas yaitu: sekitar 1.175 hektare, namun dari sekian luas lahan tersebut masih
ada lahan yang bermasalah atau bersengketa. Dalam permasalahan sengketa tanah
di Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika Kabupaten Lombok Tengah masih banyak warga
yang saling mengklaim sama-sama punya hak atas sebidang tanah baik dalam hal
warisan, hasil transaksi jual beli, ada bukti kepemilikan ganda berupa
sporadik, ataupun tanah pemilik awal/agum
mengaggum sehingga menghambat jalannya investasi.
Faktor-faktor penyebab terjadinya
sengketa tanah yang berada di Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika Kabupaten Lombok
Tengah antara lain :
1. Faktor
status tanah kepemilikan, yaitu administrasi sertifikasi tanah yang tidak
jelas, akibatnya ada tanah yang dimiliki oleh dua orang atau kelompok orang
dengan memiliki sertifikat masing-masing sertifikat tersebut hanya berupa
sporadik yang dikeluarkan oleh kepala desa.
2. Faktor
Ekonomi artinya Dalam pembayaran tanah atau pemberian ganti rugi kepada warga
yang merasa harga tanah tidak sesuai dengan harga lingkungan tersebut atau
harga setempat.
3.Faktor
sosial, Dalam hal ini, masyarakat bawah, khususnya petani/penggarap tanah
memikul beban paling berat, karena dengan alasan pembangunan untuk kepentingan
umum maka tanah-tanah garapan petani atau tanah milik masyarakat adat diambil
alih oleh perusahaan atau BUMN dengan harga murah
Dari uraian di atas sesuai pasal 1
angka 10 UU No. 30 Tahun 1999 tentang
Alternatif Penyelesaian Sengketa yang terdiri dari beberapa jenis, yaitu
sebagai berikut:
a. Konsultasi:
suatu tindakan yang bersifat “personal” antara suatu pihak tertentu (klien)
dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, dimana pihak konsultan
memberikan pendapatnya kepada klien sesuai dengan keperluan dan kebutuhan
kliennya.
b. Negosiasi:
suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa melalui proses pengadilan
dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang lebih
harmonis dan kreatif.
c. Mediasi:
cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh
kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.
d. Konsiliasi:
penengah akan bertindak menjadi konsiliator dengan kesepakatan para pihak
dengan mengusahakan solusi yang dapat diterima.
e. Penilaian ahli pendapat
para ahli untuk suatu hal yang bersifat teknis dan sesuai dengan bidang
keahliannya.
Dalam penyelesaian sengketa tanah yang berada di Kawasan Ekonomi Khusus tepatnya kabupaten Lombok Tengah di Desa Kuta dan Desa Sengkol Kecamatan Pujut. ada 5 titik yang melakukan penyelesaian sengketa melalui pengadilan/lembaga peradilan formal, dari sekian titik tersebut masih ada yang belum selesai, masalah yang terjadi pada umunya karena adanya masyarakat yang saling mengklaim tanah tersebut baik itu dengan menggunakan surat bukti kepemlikan atau istilahnya sporadik, dan ada juga yang memang masih memiliki hak yang sama seperti tanah warisan (hasil ngaggum).
Penyelesaian sengketa secara Non Litigasi merupakan pola penyelesaian sengketa melalui proses di luar lembaga peradilan melalui musyawarah dan mufakat untuk mencapai kesepakatan. Dalam penyelesaian sengketa tanah yang dilakukan diluar pengadilan diberikan uang kerahiman sebesar 4,5 juta per are. Dalam pemberian uang kerahiman pemerintah dan PT ITDC tidak secara langsung memberikan uang dengan cuma-cuma atau tanpa melalui proses terlebih dahulu sesuai dengan aturan yang ada, pemerintah dalam hal ini membentuk tim untuk percepatan penyelesaian sengketa tanah tersebut. Tim yang dibentuk dimaksud dibagi menjadi dua tingkat, yaitu: Tim penyelesaian sengketa tingkat kabupaten (Lombok Tengah) Tim penyelesaian sengketa tingkat provinsi (provinsi NTB).
Dalam rangka percepatan penyelesaian
sengketa tanah Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sepakat untuk bekerja sama dalam
memberikan uang kerahiman, pemberian uang kerahiman yang dilakukan oleh
pemerintah pusat atau pemerintah daerah diselesaikan dengan prosedur
atau ketentuan berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) antara lain:
Verifikasi
Lapangan, Rapat Klinis, Pembuatan Berita Acara Pemeriksaan
(BAP) oleh POLDA Nusa Tenggara Barat (NTB).
D. Kesimpulan
Dalam permasalahan invetasi yang provinsi Nusa Tenggara Barat dalam hal ini di kawasan ekonomi khusus Mandalika Kabupaten Lombok Tengah, penyebab utama yang menyebabkan terhambatnya investasi adalah sengketa tanah, yang menimbulkan ketidakpastian dalam pemakaian tanah sebagai wilayah investasi dimana terdapat beberapa faktor yaitu faktor status tanah kepemilikan, faktor ekonomi, dan faktor sosial.
Dikarenakan masih adanya sengketa tanah tersebut perlu dilakukan penyelesaian sengketa tanah dengan dua cara yaitu litigasi dan Non Litigasi, sehingga dalam pelaksanaannya investasi dapat berjalan lancar di kawasan ekonomi khusus.
1 komentar