- -->
NhuwqF8Gr3wCNrhjjrVDE5IVAMcbVyYzY2IKGw4q

Laporkan Penyalahgunaan

Cari Blog Ini

RANDOM / BY LABEL (Style 4)

label: 'random', num: 4, showComment: true, showLabel: true, showSnippet: true, showTime: true, showText: 'Show All'

Halaman

Bookmark
Baru Diposting

Yurisdiksi ICJ (INTERNATIONAL COURT JUSTICE) Dalam Penyelesaian Pelanggaran Ham (Genosida) Terhadap Suku Rohingya Di Myanmar -Karyahukum

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak lahiriah yang diperoleh setiap individu sejak lahir dan merupakan pemberian dari Tuhan. Perlindungan dan Pengak…

Korelasi Perjanjian Sewa Menyewa Yang Dibuat Dalam Bentuk Akta Autentik Oleh Notaris/PPAT-karyahukum


A.Definisi Sewa Menyewa

Sewa-menyewa merupakan salah satu perjanjian timbal balik dimana terdapat beberapa definisi mengenai sewa-menyewa antara lain definisi sewa meyewa menurut ahli yaitu Subekti, dimana ia mengartikan bahwa sewa-menyewa adalah pihak yang satu menyanggupi akan menyerahkan suatu benda untuk dipakai selama suatu jangka waktu tertentu sedangkan pihak yang lainnya menyanggupi akan membayar harga yang telah ditetapkan untuk pemakaian itu pada waktu-waktu yang ditentukan.[1] Selain Subekti, ahli lain yaitu Menurut M. Yahya Harahap mengartikan bahwa sewa-menyewa adalah persetujuan antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan menyerahkan barang yang hendak disewa kepada pihak penyewa untuk dinikmati sepenuhnya.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa sewa menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan  Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Buku III, Pasal 1313 pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu. Orang dapat menyewakan berbagai jenis barang, baik yang tetap maupun yang bergerak. Perjanjian sewa menyewa bangunan haruslah memenuhi syarat-syarat sebagaimana diminta oleh Pasal 1320 KUHPerdata, misalnya:

1.      Adanya kesepakatan dalam pembuatan perjanjian tersebut;

2.   Para pihak mempunyai kecakapan dan kewenangan untuk membuat perjanjian, cakap saja dalam perjanjian sewa menyewa belum cukup tetapi juga harus mempunyai kewenangan;

3.      Perjanjian tersebut berisi tentang sesuatu hal yang khusus;

4.  Objek dari perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan hukum, misalnya masih dalam sengketa dan lain sebagainya.

Selain dari syarat sah perjanjian yang diatur oleh pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdapat pula asas penting yang perlu diterapkan dalam perjanjian sewa menyewa. Berdasarkan Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ditentukan bahwa:  

“Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Sebuah asas hukum perjanjian, termuat dalam Pasal 1338 ayat (3), yang mengatakan, bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.[2] Bahwa yang dimaksud dengan itikad baik dalam pasal 1338 ayat (3) tidak lain adalah, bahwa perjanjian harus dilaksanakan secara pantas dan patut.12 Itikad baik ini harus diterapkan oleh kedua belah pihak ketika mengadakan perjanjian sehingga hak dan kewajiban masing-masing tidak terlanggar.

       B. Korelasi Sewa Menyewa dengan Akta Autentik

Akta adalah surat sebagai alat bukti yang diberi tandatangan yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atauperikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. Pembuktian merupakan salah satu langkah dalam proses perkara perdata. Pembuktian diperlukan karena adanya bantahan atau penyangkalan dari pihak lawan atau untuk membenarkan sesuatu hak yang menjadi sengketa.

Bahwa bukti tulisan dalam perkara perdata adalah merupakan bukti yang utama, karena dalam lalu lintas keperdataan sering kali orang dengan sengaja menyediakan suatu bukti yang dapat dipakai kalau timbul suatu perselisihan, dan bukti tadi lajimnya atau biasanya berupa tulisan.[3]

Sesuai dengan rumusan Pasal 1868 Kitab Undang Undang Hukum Perdata (untuk selanjutnya disebut KUH Perdata), akta autentik merupaan akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta itu dibuat. Akta autentik merupakan suatu bukti yang mengikat dalam arti apa yang tertulis dalam akta haruslah dianggap benar dan dipercaya oleh hakim. Akta otentik juga memberikan suatu bukti yang sempurna karena tidak memerlukan suatu penambahan alat bukti lainnya, sebagaimana halnya dengan saksi. Dengan kata lain, akta otentik memiliki kekuatan pembuktian secara lahiriah, formal dan materiil, dan membedakannya dengan akta dibawah tangan. Suatu akta otentik dapat membuktikan secara sah dan kuat adanya hubungan hukum diantara para pihak yang membuatnya sehingga terciptalah kepastian hukum selama tidak ada yang membantahnya.

Akta autentik adalah akta yang dibuat oleh notaris maupun PPAT ( Pejabat Pembuat Akta Tanah. Notaris membuat akta sesuai keinginan para pihak, sedanglan PPAT hanya membuat beberapa akta, diantaranya adalah :

1.   Akta Jual Beli (AJB) Dalam hal membuat akta jual beli, PPAT membuat akta jual beli dengan objek benda tidak bergerak yaitu, tanah, rumahh dan benda tak bergerak lainnya

2.      Akta Tukar Menukar

3.      Akta Hibah Akta hibah dibuat oleh PPAT dengan objek barang yang tentunya tidak bergerak diantaranya tanah, rumah, dan lain sebagainya.

4.      Akta Pemasukan Kedalam Perusahaan (Inbreng).

5.      Akta Pembagian Hak Bersama (APHB).

6.      Akta Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai di atas Tanah Hak Milik

7.      Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT)

8.      Akta Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT)

Apabila dilihat dari akta-akta yang dibuat oleh PPAT, akta sewa menyewa dibuat oleh notaris, namun hal tersebut tergantung dengan objek dari akta tersebut, apabila objeknya merupakan benda tidak bergerak maka hal tersebut merupakan kewenangan dari PPAT, namun apabila objeknya menyangkut benda bergerak maka notarislah yang berwenang membuat akta autentiknya.

Terhadap akta-akta yang dibuat oleh notaris/PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) telah ditentukan dalam Undang-Undang No 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris bahwa :

1.      Setiap akta notaris terdiri atas:

a.       Awal akta atau kepala akta;

b.      Badan akta, dan;

c.       Akhir atau penutup akta.

2.      Awal akta atau kepala akta memuat:

a.       Judul akta;

b.      Nomor akta;

c.       Jam, hari,tanggal, bulan, dan tahun

d.      Nama lengkap dan tempat kedudukan notaris

3.      Badan akta memuat:

a.  Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili;

b.      Keterangan mengenai kedudukan bertindak menghadap;

c.    Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari para pihak yang berkepentingan dan;

d.   Nama lengkap, tempat tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan dan tempat tingga dari saksi-saksi pengenal .

1.      Akhir atau penutup akta memuat:

a.     Uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) hururf l atau pasal 16 ayat (7);

b.    Uraian tentang penanda tanganan dan tempat penanda tanganan atau penerjermhan akat bila ada;

c.    Nama lengkap, tempat kedudukan dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiaptiap saksi akta; dan d. Uraian tentang tidak adanya perubahan yang telah terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian.[4]

Berdasarkan uraian di atas mengenai definisi sewa menyewa dan akta autentik, dapat ditarik kesimpulan mengenai korelasi sewa menyewa dengan akta autentik adalah perjanjian tersebut lebih memiliki kekuatan hukum yang sempurna, kuat dan penuh.

Pembuktian yang sempurna di sini bermakna bahwa tidak dapat disangkal keberadaannya. Hal ini dikarenakan perjanjian sewa menyewa yang dibuat dalam bentuk akta autentik tidak dapat disangkal isinya, hal ini dikarenakan pejabat pembuat akta telah memastikan bahwa isi para pihak dalam perjanjian memahami isi dari perjanjian dengan cara membacakannya di hadapan para pihak dan memastikan bahwa tanda tangan tersebut sesuai dengan aslinya.

Dengan demikian, apabila suatu Perjanjian Notariil diajukan sebagai alat bukti di pengadilan, maka perjanjian tersebut menjadi alat bukti yang tidak dapat disangkal oleh para pihak.  Hakim pun harus mempercayai alat bukti tersebut sah. Pengecualian dalam hal ini adalah, apabila pihak lawan atau terdapat bukti lain yang menyatakan sebaliknya.

Seperti yang telah dijelaskan bahwa perjanjian sewa menyewa yang dibuat dengan bentuk akta autentik memiliki manfaat bagi para pihak. Yang meliputi:

1.      Menentukan secara jelas mengenai hak dan kewajiban para pihak

2.      Menjamin kepastian hukum

3.      Terhindar dari terjadinya sengketa

4.      Alat bukti yang tertulis, terkuat, dan terpenuh selama tidak dapat dibuktikan lain

5.      Pada hakikatnya memuat kebenaran formal. Sesuai dengan apa yang disampaikan oleh para pihak terhadap notaris/PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). [5]

Jika dilihat dalam proses menyewakan sebuah properti, seperti rumah, apartemen, ruko, gudang dan properti lainnya maupun sewa kendaraan/otomotif, maka pemilik ataupun penyewa seringkali merasa cukup dengan adanya perjanjian bawah tangan yang mereka buat sendiri atau surat yang dibuatkan oleh jasa pemasaran properti. Hal tersebut  biasanya terjadi untuk menghindari adanya biaya notaris/PPAT yang harus dibayarkan juga dengan urusan administrasi atau data yang harus dikumpulkan jika hendak menggunakan jasa notaris/PPAT.

Namun, kebiasaan atau asumsi masyarakat mengenai hal ini tidak sepenuhnya benar karena ada tujuan dan manfaat positif untuk pemilik properti ataupun penyewa jika transaksi sewa menyewa mereka perjanjiannya disahkan di hadapan notaris. Salah satu contoh kasus yang sering terjadi dalam hal sewa menyewa adalah pada saat masa sewa berakhir, penyewa tidak juga mengosongkan properti. Pemilik bisa melakukan pengosongan paksa yang secara hukum harus didampingi oleh pihak berwajib, pada umumnya pihak berwajib akan bertindak jika ada akta sewa menyewa secara Notariil bukan hanya bawah tangan. Sebaliknya, pihak penyewa harus memeriksa keabsahan dokumen properti sebelum menyewa. Pastikan properti tersebut terbukti milik pemilik yang sedang bertransaksi dengan penyewa, belum dijual ke pihak lain atau jika sedang dijaminkan mendapatkan ijin sewa juga dari pihak yang memberi jaminan.

Agar lebih aman, pemeriksaan ini akan dilakukan oleh pejabat pembuat akta yang sudah berpengalaman di bidangnya dan di tengah-tengah masa sewa pun apabila pemilik tiba-tiba hendak menjual atau menjaminkan properti akan dibuatkan pasal-pasal keamanan untuk menjamin penyewa tidak diusir dari property tersebut selama masa sewa.

 



[1] Subekti, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 2014, hlm. 48.

[2] J. Satrio, Hukum Perikatan Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian Buku II, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 165

[3] Ellise T. Sulastini dan Aditya Wahyu, Pertanggungjawaban Notaris Terhadap Akta yang Berindikasi Pidana, Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm 19.

[4] Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Refika Aditama, Bandung, 2013, hlm. 49-50

[5] Salim, H.S, Teknik Pembuatan Akta Satu ( Konsep Teoritis, Kewenangan Notaris, Bentuk dan Minuta Akta ), PT Raja Grafindo Persada, Depok, 2015, hlm 27.

Posting Komentar

Posting Komentar