- -->
NhuwqF8Gr3wCNrhjjrVDE5IVAMcbVyYzY2IKGw4q

Laporkan Penyalahgunaan

Cari Blog Ini

RANDOM / BY LABEL (Style 4)

label: 'random', num: 4, showComment: true, showLabel: true, showSnippet: true, showTime: true, showText: 'Show All'

Halaman

Bookmark
Baru Diposting

Yurisdiksi ICJ (INTERNATIONAL COURT JUSTICE) Dalam Penyelesaian Pelanggaran Ham (Genosida) Terhadap Suku Rohingya Di Myanmar -Karyahukum

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak lahiriah yang diperoleh setiap individu sejak lahir dan merupakan pemberian dari Tuhan. Perlindungan dan Pengak…

Analisa Karakteristik Tindak Pidana Profesi di Indonesia-karyahukum

 

Berdasarkan pembahasan mengenai pengertian dan syarat-syarat suatu profesi untuk menentukan dan menganalisis karakteristik dari tindak pidana profesi maka perlu dipahami hal-hal sebagai berikut :

Profesi memiliki karakteristik yang memiliki hubungan dengan pekerjaan namun tidak semua jenis pekerjaan merupakan profesi. Ada beberapa karakteristik yang bisa membedakan antara profesi dan pekerjaan biasa, seperti berikut. 

1)  Memiliki keahlian berdasarkan pengetahuan teoritis. Para profesional akan memiliki pengetahuan teoritis dan ekstensif pada keahlian untuk mempraktekkan pengetahuan tersebut.

2)   Memiliki pendidikan yang ekstensif, merupakan proses pendidikan yang cukup lama dengan jenjang pendidikan tinggi bagi profesi yang prestisius. 

3)      Memiliki ujian kompetensi atau ujian pengetahuan di bidang tertentu di mana biasanya ada syarat untuk lulus tes yang menguji pengetahuan teoritis.

4)   Adanya pelatihan institusional untuk mendapatkan pengalaman praktis Sebelum menjadi anggota penuh organisasi profesi.

5)  Biasanya akan ada asosiasi profesional atau organisasi sebuah profesi dengan tujuan untuk meningkatkan status para anggotanya.

6)  Profesi juga memiliki lisensi, sertifikasi di bidang tertentu sehingga seseorang bisa dianggap profesional dalam keahlian tertentu dan dianggap bisa dipercaya.

7)    Kode etik profesi merupakan prosedur dari organisasi profesional yang mengatur para anggotanya agar bekerja sesuai dengan aturan 

8) Memiliki otonomi kerja yaitu pengendalian kerja dan pengetahuan teoritis untuk menghindari intervensi dari luar. 

9)  Dapat mengatur diri sendiri dan seseorang yang profesional diatur oleh organisasi profesi tanpa adanya campur tangan pemerintah. 

10) Memiliki layanan publik dan altruisme yaitu sesuatu yang bisa menghasilkan dan dipertahankan selama hubungan dengan keperluan masyarakat.

11)  Seseorang yang profesional bisa mendapatkan status yang tinggi prestise, dan imbalan yang layak sebagai pengakuan terhadap pelayanan yang diberikan kepada publik. 

Yang perlu digaris bawahi mengenai hal ini adalah adanya kode etik profesi yang mengatur dan mengikat pemegang profesi dalam menjalankan pekerjaannya sebagai pengemban profesi. Apabila dikaitkan dengan tindak pidana perlu dipahami terlebih dahulu mengenai syarat suatu tindakan dapat dipidana :

Menurut Prodjodikoro menyatakan bahwa tindak pidana adalah tindakan atau perbuatan yang apabila dilanggar maka pelakunya dikenakan hukuman pidana. Sedangkan menurut Simons, tindak pidana adalah kelakukan (handeling) yang dapat diancam pidana, bersifat melawan hukum serta memiliki hubungan dengan kesalahan yang dilakukan sehingga seseorang mampu mempertanggung jwabkan tindakannya. Menuut Pompe menyatakan bahwa tindak pidana berdasarkan teori adalah pelanggaran terhadap norma dari suatu kesalahan sipelanggar dan diancam pidana dan untuk mempertahankan tata hukum serta melindungi kesejahteraan umum akan tetapi hukum positif merupakan suatu peristiwa yang oleh peraturan undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang bisa dihukum.

>>Baca artikel serupa "5 Pendapat Ahli tentang Syarat-syarat Profesi"

Berdasarkan hal tersebut menurut penulis maka tindak pidana profesi merupakan perbuatan yang diacam hukuman pidana yang telah diatur oleh Undang-Undang yang berkaitan dengan profesi yang sedang dijalani masing-masing. Sebagai contoh penerapan ancaman pidana profesi dapat dilihat dari kasus berikut :

Aksi unjuk rasa yang cenderung agresif serta anarkis terhadap kasus yag terjadi d kantor DPR September 2019 tergolong kasus yang marak terjadi di Indonesia. Tindakan ini tidak jarang mendapat balasan dari kepolisian terhadap unjuk rasa. Meskipun pengunjuk rasa diberikan kebebasan untuk berekspersi tetap saja mendapatkan perlakuan yang tak sehmestinya dilakukan pengeak huku. Tindakan kekerasan seperti hasutan, dorongan bahkan pemukulan bertentangan dengan HAM yang merupakan suatu tindak pidana. Hal ini diatur dalam Pasal 351 KUHP menyatakan bahwa :

1)    Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ratus ribu rupiah

2)  Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

3)      Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

4)      Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan

5)      Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana”

Tindakan yang dilakukan polisi tentu tidak dibenarkan secarahukum karena merupakan pelanggaran atas Peraturan Disiplin Polri dalam pasal 6 huruf q Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 yang berbunyi: “dilarang untuk menyalahgunakan wewenang dalam tugas sebagai anggota kepolisian dan apabila salah satu anggota polisi melakukan kekerasan harus dilakukan proses peradilan serta pertanggungjawaban secara pidana sesuai dengan kesalahan”.

Pertanggung jawaban yang dimaksudkan adalah pertanggung jawban tindak pidana sebagai penegak hukum yang mengatur mengenai subjek dan objek dalam proses tegaknya hukum. Sehingga anggota polisi tersebut mempertanggung jawabkan tindakanya serta tunduk pada Peradilan Umum sesuai dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian,

2 komentar

2 komentar

  • karya hukum indonesia
    karya hukum indonesia
    6 Juni 2023 pukul 22.39
    siap broo ditunggu konten berikutnya yaa
    Reply
  • Anonim
    Anonim
    1 Juni 2023 pukul 09.07
    Bahas soal Sambo bro
    Reply